Apakah Haji Bisa Diwakilkan? Ini Penjelasannya Berdasarkan Syariat Islam

Apakah Haji Bisa Diwakilkan? Ini Penjelasannya Berdasarkan Syariat Islam

Nur Umar Akashi - detikJogja
Kamis, 13 Jun 2024 14:39 WIB
Ilustrasi Haji
Ilustrasi ibadah haji Foto: Getty Images/iStockphoto/prmustafa
Jogja -

Saat musim haji, salah satu topik yang perlu diketahui adalah bisa tidaknya haji diwakilkan. Sebab, terkadang, kita menjumpai beberapa alasan yang menyebabkan seseorang tidak mampu berhaji. Yuk, baca penjelasannya menurut syariat Islam di bawah ini!

Diambil dari buku Fikih Muyassar terjemahan Fathul Mujib, secara bahasa, haji artinya al-qashdu (menuju atau menyengaja). Sementara ditinjau dari istilah, haji adalah beribadah kepada Allah dengan melakukan manasik di tempat khusus pada waktu tertentu sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

Perintah haji dapat ditemukan dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 97. Ini redaksinya diambil dari Quran Kementerian Agama:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: "Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam."

ADVERTISEMENT

Kembali pada pembahasan utama, bisakah haji diwakilkan? Mari simak uraian tentang hukumnya berikut ini.

Hukum Haji Diwakilkan

Menurut penjelasan dalam buku Masalah-masalah yang Sering Ditanyakan Seputar Haji karya Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, al-istinabah (meminta diwakilkan) dalam haji hukumnya boleh. Namun, ada syarat-syarat yang mesti diperhatikan.

Hukum diwakilkan ini hanya dapat diterapkan untuk orang yang secara kemampuan harta mampu, tetapi fisiknya tidak mumpuni. Ketidakmampuan fisik ini dapat disebabkan karena usia renta ataupun terjangkit penyakit yang tidak diharapkan sembuh.

Orang yang telah meninggal dunia juga boleh diwakilkan hajinya. Dengan syarat, sebelum meninggal, mendiang termasuk orang yang berkecukupan secara harta untuk berhaji. Namun, jika semasa hidupnya ia tidak mampu secara materi, maka tidak mengapa untuk tidak diwakilkan hajinya.

Keterangan serupa juga ditemui dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama. Padanya, diterangkan bahwa haji yang diwakilkan disebut badal. Badal sendiri secara bahasa berarti mengganti, mengubah, atau menukar.

Badal haji diberlakukan untuk:

  1. Orang yang sudah berkewajiban melaksanakan haji atau haji nazar, tetapi kemudian wafat, baik dia berwasiat atau tidak.
  2. Orang yang sudah mencapai derajat istitha'ah (siap secara pengetahuan, ekonomi, dan kesehatan), kemudian sakit berat sehingga timbul masyaqqah (kesulitan) sebelum pelaksanaan haji.
  3. Orang yang sudah berangkat/berada di Arab Saudi, kemudian sakit berat atau wafat sebelum wukuf, maka hajinya berhak dibadalkan. Jamaah yang berhak dibadalkan ada tiga, yakni meninggal dunia sebelum wukuf, sakit sebelum wukuf, dan mengalami gangguan jiwa.

Syarat Orang yang Mewakilkan Haji

Orang yang mewakilkan haji orang lain disebut an-naib. Syaratnya adalah dia sendiri telah menjalani haji sebagai kewajiban agamanya. Ia tidak dipersyaratkan berasal dari negeri sama dengan orang yang digantikan hajinya.

Bahkan, jika orang yang menggantikannya berasal dari Mekkah pun boleh hukumnya. Seorang wanita boleh menggantikan haji seorang pria, begitu pula sebaliknya. Seorang naib wajib serius dalam menjalankan haji pengganti ini dan tidak bermudah-mudahan. Sebab, hal ini termasuk amanat yang ditanggungnya.

Untuk jemaah haji asal Indonesia, disadur dari situs resmi Muhammadiyah, Kemenag membolehkan keluarga atau ahli waris orang yang meninggal sebelum keberangkatan untuk langsung menggantikan mendiang dalam berhaji. Si pengganti pun tidak perlu mendaftar terlebih dahulu.

Dalil Bolehnya Haji Diwakilkan

Ada banyak dalil yang menyatakan jelas bolehnya haji diwakilkan. Dikutip dari sumber yang sama, detikEdu, dan NU Online, di bawah ini beberapa landasannya:

إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ، أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً؟ اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالوَفَاءِ

Artinya; "Ibuku telah bernazar untuk haji tetapi ia meninggal dunia sebelum menunaikannya. Apakah aku boleh melakukan atas namanya?' Nabi SAW menjawab, 'Boleh, berhajilah menggantikannya. Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki utang, bukankah kamu akan membayarnya? Bayarlah (utang) kepada Allah, karena Dia lebih berhak untuk dilunasi." (HR Bukhari dan An-Nasa'i)

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ. رواه أبو داود والدار قطني والبيهقي وغيرهم باسانيد صحيحة

Artinya: "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi SAW mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: 'Labbaika dari Syubrumah.' Beliau pun meresponnya dengan bertanya: 'Siapa Syubrumah?' Laki-laki itu menjawab: 'Saudara atau kerabatku.' Nabi tanya lagi: 'Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?' Orang itu menjawab: 'Belum.' Nabi pun bersabda: 'Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah." (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan selainnya dengan sanad shahih).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Artinya: "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: 'Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah SAW. Lalu datang perempuan dari Khats'am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi SAW memalingkan wajah al-Fadhl sisi lain (agar tidak melihatnya). Lalu perempuan itu berkata: 'Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya?' Rasulullah saw menjawab: 'Ya.' Peristiwa itu terjadi dalam haji Wada'. (Muttafaq 'Alaih, dan ini redaksi al-Bukhari).

Nah, demikian penjelasan mengenai bisa tidaknya haji diwakilkan. Semoga mencerahkan, ya!




(par/apu)

Hide Ads