Kurang dari dua minggu lagi, Hari Raya Idul Adha akan hadir di tengah-tengah kaum muslim. Untuk menyambutnya, detikers perlu tahu seluk-beluk hukum padanya, termasuk boleh tidaknya berkurban untuk orang yang sudah meninggal.
Sebelum melangkah lebih jauh, hukum ibadah kurban itu sendiri sebaiknya dipahami terlebih dahulu. Dihimpun dari buku Belajar Qurban Sesuai Tuntunan Nabi SAW oleh Muhammad Abduh Tuasikal, jumhur ulama menyatakan hukum kurban adalah sunnah.
Di antara dalil yang dijadikan landasan adalah hadits riwayat Muslim nomor 1977 berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَجِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْ
Artinya: "Jika telah masuk sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga."
Lebih lanjut, terkadang, ada keluarga yang terpikir untuk berkurban bagi anggota keluarganya yang telah meninggal. Pertanyaannya, apakah urusan ini boleh dilakukan alias tidak terlarang? Simak uraian lengkapnya di bawah ini!
Hukum Kurban untuk Orang yang telah Meninggal
Ketentuan asalnya, kurban disyariatkan untuk orang yang masih hidup. Adapun anggapan bahwa kurban bisa diniatkan secara khusus kepada mayit tidaklah memiliki dalil sebagaimana penjelasan dalam buku Yang Sering Ditanya Seputar Qurban karya Ahmad Anshori.
Biarpun begitu, ada tiga macam jenis kurban untuk mayit yang perlu dibahas:
1. Kurban untuk Mayit dengan Niat Dibarengkan Orang yang Masih Hidup
Pertama, meniatkan kurban untuk orang yang sudah meninggal bersamaan dengan niat kurban untuk orang tua atau anggota keluarga lain yang masih hidup. Hukum perbuatan ini adalah boleh dan pahalanya dapat sampai kepada si mayit.
Dalilnya adalah ucapan Nabi Muhammad SAW saat beliau menyembelih hewan kurban:
باسم الله اللهم تقبل من محمد وآل محمد
Artinya: "Bismillah, Ya Allah, terimalah pahala kurban ini sebagai kurban dari keluarga Muhammad SAW." (HR Muslim)
Selain itu, disadur dari buku Fikih Kurban karya Hadi Ahadi, Imam Abdul Aziz bin Baaz dalam kitabnya, Majmu' Fatawa wa Maqalat, berkata:
لَهُ أَنْ يُشْرِكَ فِي ثَوَابِهَا مَنْ شَاءَ مِنَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ
Artinya: "Seseorang boleh mengikutkan siapa pun yang dia inginkan dalam hal pahala; baik orang yang masih hidup atau telah meninggal."
2. Kurban untuk Mayit karena Telah Diwasiatkan
Hukum kurban ini menjadi wajib dan pahalanya akan sampai pada mayit. Sebab, wasiat adalah amanat yang harus ditunaikan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 181 yang berbunyi:
فَمَنْۢ بَدَّلَهٗ بَعْدَمَا سَمِعَهٗ فَاِنَّمَآ اِثْمُهٗ عَلَى الَّذِيْنَ يُبَدِّلُوْنَهٗ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ۗ
Artinya: "Siapa yang mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Dirujuk dari laman NU Jawa Tengah, Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam Kitab Minhaj ath-Thalibin berkata:
وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا
Artinya: "Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani."
3. Kurban untuk Orang yang Telah Meninggal secara Mandiri
Sebagai contoh, seorang anak meniatkan kurban untuk ibunya yang telah wafat. Ia meniatkan kurban ini untuk ibunya saja, tidak dibarengi anggota keluarga lain, tidak pula disertai adanya wasiat dari mendiang ibu. Apakah kurbannya sah?
Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hal ini sebagai berikut:
- Mayoritas ulama Hambali dan jumhur ulama menyatakan kurban tipe ini pahalanya dapat sampai pada mayit. Dasarnya adalah analogi dengan sampainya pahala sedekah atas nama mayit.
- Mazhab Syafi'i berpendapat pahalanya tidak sampai.
- Mazhab Maliki menghukumi makruh.
Syaikh Ibnu 'Utsaimin berkomentar:
أما أن يضحي عن الميت خاصة فهذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه ضح عن أحد من أمواته بخصوصه، فلم يضح عن أولاده الذين ماتوا في حياته، وهن ثلاث بنات متزوجات، وثلاثة أبناء صغار ، ولا عن زوجته خديجة وهي من أحب نسائه إليه رضي الله عنها, ولا عن عمه حمزة رضي الله عنه وهو من أعز أقاربه عنده، ولوكان هذا من الأمور المشروعة لكان الرسول صلى الله عليه وسلم يشرعه لأمته إما بقوله وإما بفعله وإما بإقراره
Artinya: "Berkurban khusus hanya untuk orang yang sudah meninggal, ini tidak ada riwayat dari Nabi SAW yang menerangkan bahwa beliau berkurban untuk salah satu kerabat beliau yang sudah meninggal secara khusus. Beliau tidak pernah berkurban untuk anak-anak beliau yang meninggal di masa beliau hidup. Beliau juga memiliki tiga putri yang sudah berkeluarga dan tiga cucu. Beliau juga tidak berkurban untuk istri beliau Khadijah. Padahal Khadijah adalah istri yang paling beliau cintai. Tidak pula untuk Hamzah, paman beliau. Padahal Hamzah adalah keluarga beliau yang paling mulia di mata beliau. Andai saja hal ini disyariatkan, tentu Rasulullah SAW mensyariatkan kepada umatnya, bisa melalui sabda, perbuatan atau persetujuan beliau." (Majmu' Fatawa Ibnu 'Utsaimin 25/112)
Itulah paparan seputar hukum kurban bagi orang yang sudah meninggal dunia. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya agar kita tidak tersesat dalam meniti kehidupan. Aamiin.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa