Setiap kali Idul Adha tiba, ibadah kurban menjadi bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Kurban merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilaksanakan dengan menyembelih hewan seperti sapi, kambing, domba, atau unta, yang dilakukan pada tanggal 10 hingga 12 Dzulhijah, setelah pelaksanaan shalat Idul Adha
Berdasarkan penjelasan dalam buku Fikih karya Udin Wahyudin, kurban termasuk dalam kategori sunah muakkadah, yaitu amalan sunah yang sangat dianjurkan dan hampir dianggap wajib untuk dilakukan oleh umat Muslim. Ini berarti bahwa meskipun kurban bukan kewajiban mutlak, tetapi sangat disarankan bagi mereka yang mampu secara finansial.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum kurban untuk orang yang sudah meninggal menurut Islam? Simak pembahasannya berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Kurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal
Terkait dengan hal ini, para ulama memiliki pendapat yang berbeda, tergantung pada mazhab dan penafsiran masing-masing terhadap dalil-dalil syariat.
Pandangan Ulama yang Tidak Membolehkan
Berdasarkan buku Seri Fiqih Kehidupan tulisan Ahmad Sarwat, Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa kurban atas nama orang meninggal tidak dibolehkan, kecuali jika orang tersebut semasa hidup telah berwasiat atau menyisihkan hartanya secara khusus untuk kurban. Tanpa adanya wasiat, pahala kurban dianggap tidak bisa sampai kepada almarhum.
Pendapat ini merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur'an surah An-Najm ayat 39,
ΩΩΨ§ΩΩΩ ΩΩΩΩΩΨ³Ω ΩΩΩΩΨ§ΩΩΩΨ³ΩΨ§ΩΩ Ψ§ΩΩΩΩΨ§ Ω ΩΨ§ Ψ³ΩΨΉΩ°ΩΫ
Arab latin: Wa al laisa lil-insΔni illΔ mΔ sa'Δ.
Artinya: bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,
Ayat ini menjadi dasar bahwa pahala amal ibadah hanya berlaku bagi orang yang mengerjakannya sendiri atau secara langsung meniatkannya semasa hidup.
Pendapat Ulama yang Membolehkan
Berbeda dari pandangan sebelumnya, mazhab Hanafi dan Hanbali menyatakan bahwa kurban untuk orang yang sudah meninggal tetap dibolehkan, meskipun tidak ada wasiat. Menurut mereka, seperti halnya pahala sedekah dan haji bisa disampaikan kepada yang telah wafat, kurban pun dapat diniatkan untuk mereka.
Dalil yang mendukung pandangan ini di antaranya adalah hadits tentang seorang wanita yang ibunya meninggal dunia sebelum menunaikan nazar haji.
Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata,
"Ibu saya telah bernazar untuk pergi haji, tapi belum sempat pergi hingga wafat, apakah saya harus berhaji untuknya?"
Rasulullah SAW menjawab, "Ya pergi hajilah untuknya. Tidakkah kamu tahu bila ibumu punya utang, apakah kamu akan membayarkannya? Bayarkanlah utang kepada Allah karena utang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan." (HR Al- Bukhari).
Melalui hadits ini, dapat dipahami bahwa ibadah tertentu tetap dapat dilaksanakan oleh orang lain atas nama seseorang yang telah meninggal, dan pahalanya tetap sampai.
Pendapat yang Mengambil Jalan Tengah
Sementara itu, mazhab Maliki berada di posisi tengah. Mereka menyatakan bahwa kurban untuk orang meninggal boleh saja dilakukan, namun dianggap kurang dianjurkan bila tidak disertai wasiat. Artinya, meskipun diperbolehkan, amalan ini tidak berada pada tingkat keutamaan tertinggi menurut pandangan mereka.
Baca juga: Kenali Syarat Sah Hewan Kurban Menurut Islam |
(inf/lus)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan