Sebagai manusia, keluar darah dari berbagai bagian tubuh bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Lalu saat kita sedang berpuasa, apakah keluar darah dapat membatalkan puasa?
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, darah adalah cairan yang terdiri atas plasma, sel-sel merah dan putih yang mengalir dalam pembuluh darah manusia atau binatang. Dalam konteks pembahasan puasa, persoalan keluarnya darah ini kerap menjadi pertanyaan.
Berikut ini detikJogja siapkan pembahasannya berdasarkan kriteria haid atau nifas, darah istihadhah, donor darah, dan bekam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Keluar Darah Haid atau Nifas
Perempuan atau wanita memiliki siklus bulanan yang disebut dengan haid atau menstruasi. Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan, menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dan sel-sel tubuh melalui vagina yang berasal dari dinding rahim perempuan dan berlangsung periodik.
Untuk wanita muslim yang mengalami kondisi demikian saat puasa, maka puasanya menjadi batal. Dirujuk dari buku Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran dan Sunnah, salah satu dalil hadits yang dapat dijadikan landasan adalah riwayat Bukhari no. 304 dan Muslim no. 132 ini:
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلُّ، وَلَمْ تَصُمْ؟ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا
Artinya: "Bukankah wanita jika sedang haid, maka dia tidak sholat dan tidak puasa? Itulah bentuk kekurangan agamanya."
Adapun bila haidnya telah usai, maka ia kembali dikenai kewajiban puasa. Lebih lanjut, wanita tersebut juga mesti menunaikan puasa qadha sejumlah hari puasa yang ditinggalkannya.
Baca juga: 9 Keutamaan Membaca Al-Quran Selama Ramadhan |
Hukum Keluar Darah Istihadhah
Darah istihadhah adalah darah yang keluar di luar waktu haid dan nifas sebagaimana penjelasan dalam situs NU Online. Dalam kondisi demikian, apakah seorang wanita puasanya sah atau batal?
Merujuk pembahasan dalam situs resmi Universitas Muhammadiyah Malang, darah istihadhah tidak termasuk penghalang bagi wanita untuk beribadah. Salah satu landasannya adalah hadits dari Hannah binti Jahsy. Ini redaksi artinya diambil dari kitab 'Bulughul Maram' karya Ibnu Hajar al-Asqalani:
"Dari Hamnah binti Jahsyi, ia berkata: 'Aku pernah mengeluarkan darah istihadhah yang amat banyak, lalu aku datang kepada Nabi SAW meminta fatwa.
Beliau bersabda: 'Itu hanya gangguan setan. Oleh karena itu, jadikanlah enam hari atau tujuh hari sebagai masa haid, kemudian mandilah, lantas bila engkau sudah bersih, sholatlah selama 24 hari atau 23 hari, puasa dan sholatlah.
Demikian ini sudah cukup untuk kamu. Kerjakanlah hal itu pada tiap-tiap bulan sebagaimana orang-orang wanita haid. Bila engkau mampu mengakhirkan sholat dhuhur dan mengerjakan sholat ashar pada awal waktu, kemudian engkau mandi ketika telah suci dan menunaikan sholat dhuhur dan ashar sekaligus.
Engkau mengakhirkan sholat maghrib dan mengerjakan sholat isya pada permulaan waktu, kemudian engkau mandi dan mengumpulkan antara dua sholat, maka kerjakanlah.
Dan engkau mandi pada waktu subuh lantas sholat. Nabi SAW bersabda: 'Ia yang paling saya sukai di antara dua alternatif." (Riwayat lima imam, kecuali an-Nasa'i)
Kesimpulannya, wanita yang keluar darah istihadhah tidak batal puasanya sebagaimana halnya juga sholat. Terkait urusan ini, Imam an-Nawawi dalam 'Minhaj al-Thalibin' berkata:
وَالِاسْتِحَاضَةُ حَدَثٌ دَائِمٌ كَسَلَسٍ فَلَا تَمْنَعُ الصَّوْمَ وَالصَّلَاةَ، فَتَغْسِلُ الْمُسْتَحَاضَةُ فَرْجَهَا وَتَعْصِبُهُ، وَتَتَوَضَّأُ وَقْتَ الصَّلَاةِ، وَتُبَادِرُ بِهَا فَلَوْ أَخَّرَتْ لِمَصْلَحَةِ الصَّلَاةِ كَسَتْرٍ وَانْتِظَارِ جَمَاعَةٍ لَمْ يَضُرَّ، وَإِلَّا فَيَضُرُّ عَلَى الصَّحِيحِ. وَيَجِبُ الْوُضُوءُ لِكُلِّ فَرْضٍ، وَكَذَا تَجْدِيدُ الْعِصَابَةِ فِي الْأَصَحِّ
Artinya: "Istihadhah adalah hadats yang permanen seperti orang beser, maka ia tidak mencegah puasa dan sholat. Maka mustahadhah (diwajibkan) membasuh vaginanya dan membalutnya. Ia (wajib) berwudhu pada waktu shalat, ia (wajib) segera melaksanakan sholat.
Bila mengakhirkannya karena kemaslahatan sholat, seperti menutup (aurat), menanti jamaah, maka tidak bermasalah. Bila bukan karena demikian, maka bermasalah menurut pendapat al-shahih. Wajib berwudhu untuk setiap fardlu, demikian pula memperbarui balutan menurut pendapat al-Ashah."
Hukum Keluar Darah karena Donor Darah
Bagaimana jika darah yang keluar disebabkan karena kegiatan donor darah? Apakah puasa seseorang menjadi batal? Donor darah sendiri adalah prosesi pengambilan darah seseorang secara sukarela untuk nantinya disimpan di bank darah.
Merujuk buku 'Fikih Puasa Ringkasan Pembahasan, Fatwa, dan Tarjih', para ulama berbeda pendapat menyikapi hal ini. Sebagian menyatakan donor darah membatalkan puasa. Di antaranya adalah Al-Imam Ahmad, Ibnu Mundzir, Ibnu Khuzaimah, hingga Anas bin Malik.
Sementara itu, mayoritas ulama menganggap donor darah tidak membatalkan puasa. Nama-nama yang berpendapat demikian adalah Imam Syafi'i, Abu Hanifah, dan Malik ats-Tsauri. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hazm, Imam Bukhari, dan Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Berhubung kedua pendapat memiliki landasan hadits yang sama-sama kuat, maka diambillah jalan kompromi. Dijelaskan bahwa donor darah tidak membatalkan puasa, namun mengancam batal sebab lemahnya tubuh.
Salah satu dalil untuk mendukung argumen ini adalah hadits Abu Daud dalam shahihnya no. 2055 ini:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الحِجَامَةِ وَالْمُوَاصَلَةِ وَلَمْ يُحَرِّمْهُمَا إِبْقَاء عَلَى أَصْحَابِهِ
Artinya: "Bahwa Rasulullah SAW melarang berbekam dan berpuasa wishol (menyambung puasa tanpa berbuka), namun beliau tidak mengharamkan kedua perkara tersebut, beliau melarang demi menjaga para sahabat beliau."
Hukum Keluar Darah karena Bekam
Pembahasan terakhir adalah seputar batal atau tidaknya seseorang yang berbekam tatkala berpuasa. Kembali mengacu pada buku 'Panduan Lengkap Puasa Ramadhan menurut Al-Quran dan Sunnah', mayoritas ulama memperbolehkan bekam.
Landasan yang digunakan adalah hadits riwayat Bukhari no. 1939:
احْتَجَمَ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ صَائِمُ
Artinya: "Adalah Nabi SAW berbekam padahal beliau sedang puasa."
Namun, jika dengan berbekam melemahkan kondisi seseorang yang tengah berpuasa, maka hukumnya menjadi makruh. Imam asy-Syaukani memberikan simpulan:
"Masalah bekam, hadits-haditsnya dapat dikompromikan dengan mengatakan bahwa berbekam hukumnya makruh bagi orang yang dikhawatirkan mengalami rasa lemah. Dan hukum makruh ini bisa bertambah berat jika rasa lemahnya menjadi sebab dia berbuka puasa.
Akan tetapi, hal ini tidak dibenci bagi orang yang tidak mengalami lemah jika berbekam. Bagaimanapun juga, menjauhi berbekam bagi orang yang sedang puasa adalah lebih utama." (asy-Syaukani dalam 'Nailul Authar')
Nah, itulah penjelasan seputar hukum keluar darah saat berpuasa untuk berbagai kriteria. Semoga menjawab!
(ahr/apu)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi