Insiden cekcok dua murid disabilitas Kelas 1 sebuah SMP di Gunungkidul yang mengakibatkan salah satunya mengalami patah kelingking berakhir manis. Keduanya sepakat berdamai setelah dimediasi.
Dalam pemberitaan sebelumnya, korban disebut mengalami perundungan atau bullying. Namun, pihak sekolah akhirnya buka suara dengan menyebut pertikaian keduanya sebagai kesalahpahaman.
Apalagi, berdasarkan penuturan sekolah, terduga pelaku tunagrahita. Korban sendiri akhirnya diputuskan untuk dirujuk ke Solo supaya penyembuhannya lebih cepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fakta-fakta Kasus Cekcok 2 Murid Difabel di Gunungkidul
Berikut sejumlah fakta yang detikJogja rangkum terkait insiden pertengkaran kedua murid, yang mengakibatkan salah satunya harus dirawat karena kelingking patah.
1. Berawal Terduga Pelaku Pukul-Tendang Triplek
Kepala SMP tempat kedua anak itu bersekolah, Sutoto Sudarujian mengungkapkan insiden tersebut terjadi pada Rabu (21/2). Saat itu, usai salat Zuhur, korban sedang duduk di depan ruang komputer dengan terduga pelaku berada di sampingnya.
"Kejadian hari Rabu pas waktu istirahat kedua setelah salat Zuhur ini anak kami (korban) duduk-duduk di depan ruang komputer. Habis itu (terduga pelaku) ada di sampingnya, di dekat triplek. Waktu itu si anak itu (terduga pelaku) pukul-pukul nendang-nendang triplek itu," jelas Sutoto kepada wartawan saat ditemui di sekolahnya.
Sutoto menuturkan, korban sempat menegur pelaku yang menendang dan memukul triplek itu. Namun, dia mengingatkan dengan menyebut nama ayahnya.
"Si anak itu (korban) mengingatkan tapi mengingatkannya itu tidak menyebut nama asli, menyebut nama bapaknya," katanya.
Hal ini diduga memicu ketersinggungan keduanya. Celetukan itu kemudian dibalas teman korban dengan memintanya merentangkan tangan.
"Sehingga anak itu (terduga pelaku) tersinggung. Kemudian gantian membalas 'ayo rentangkan tangan'," ucapnya.
Korban pun balik tersinggung. Keduanya lantas terlibat cekcok hingga korban mengejar pelaku ke kamar mandi.
"Anak itu (korban) tersinggung juga, dia agak temperamental, tapi kami paham kondisi itu. Kemudian terjadilah perselisihan. Anak itu (terduga pelaku) kan kecil. Kemudian dikejar sampai ke kamar mandi," tuturnya.
Sampainya di kamar mandi, Sutoto mengatakan korban menarik kerah seragam terduga pelaku. Sutoto menyebut korban lalu memukul terduga pelaku hingga ada bekas benjolan di dahinya. Sutoto memperkirakan patahnya jari kelingking korban akibat memukul terduga pelaku.
"Kemungkinan si anak yang jari kelingking sakitnya itu karena memukul temannya," jelasnya.
Pada hari yang sama, Sutoto mengatakan pihaknya langsung membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
"Ketika kejadian itu kami langsung mengantar ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dengan guru-guru kita," katanya.
Sedang terduga pelaku, Sutoto menerangkan dikompres dan diantar ke rumahnya. "Setelah itu (terduga pelaku) dikompres. Setelah itu diantar pulang," ucapnya.
2. Korban dan Pelaku Penyandang Disabilitas
Sutoto menerangkan, terduga pelaku adalah murid dengan disabilitas mental atau tuna grahita. Dia berujar, meski sama-sama duduk di Kelas 1 SMP, pelaku disebut mempunyai mental seperti anak usia 6-8 tahun.
"Anak itu (terduga pelaku) tunagrahita. Hasil tes psikologinya, anak itu setara dengan usia 8-6 tahun," ujar Sutoto Jumat (23/2/2024).
Sementara korban mengalami keterbatasan fisik. Wasido, sang ayah berkata anaknya itu sejak lahir hanya mempunyai satu tangan. Dia mengaku buah hatinya tersebut sering menerima perundungan karena kondisinya.
"Sering diejek teman-temannya lah dan saya bilangin kalau diejek nggak usah gimana-gimana. Laporkan saja ke bapak guru," katanya.
3. Damai Setelah Dimediasi
Sutoto melanjutkan, kasus tersebut akhirnya bisa didamaikan setelah baik korban dan pelaku berdamai.
"Tadi jam 10 lebih sedikit dari semua pihak datang semua dan mereka sepakat bahwa itu bukan bully. Istilah mereka tukaran," kata dia.
Dia menjelaskan proses perdamaian itu berjalan lancar. "Prosesnya lancar. Tadi sebelum Jumatan selesai," paparnya.
Kedua pihak tersebut menandatangani akta perdamaian. Penandatanganan itu, Sutoto menyebutkan turut disaksikan oleh pihak Polres Gunungkidul hingga dukuh terkait.
"Dari Polres hadir, Bhabin masing-masing hadir, dukuh juga hadir dan (penandatanganan akta perdamaian) disaksikan oleh semua," terangnya.
Selain itu, Sutoto menuturkan siswa di sekolahnya secara sukarela menyisihkan uang jajan untuk pengobatan korban. Sutoto menyebutkan dana berhasil terkumpul sebesar kurang lebih Rp 1 juta.
"Siswa itu sukarela menyisihkan uang jajan dan terkumpul satu juta untuk pengobatan korban," sebutnya.
4. Korban Diputuskan Dirujuk ke Solo
Sutoto memaparkan, keluarga korban memutuskan membawa anak itu melanjutkan pengobatan di sebuah rumah sakit di Solo. Alasannya, supaya proses penyembuhannya bisa lebih cepat.
"Penyembuhan korban ini kan kalau berpikir ke RSUD (Wonosari) kan lama. Habis Jumatan ke RS di Solo dengan pertimbangan lebih cepat dan penanganannya segera," ujarnya.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu