Zainal Arifin Mochtar Tak Paham Substansi Pelaporan Dirty Vote ke Bareskrim

Zainal Arifin Mochtar Tak Paham Substansi Pelaporan Dirty Vote ke Bareskrim

Agus Septiawan - detikJogja
Selasa, 13 Feb 2024 22:27 WIB
Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fisipol UGM Zainal Arifin Mochtar menjelaskan detail film Dirty Vote saat Diskusi Film Kecurangan Pemilu di Kampus Fisipol UGM Yogyakarta, Selasa (13/2/2024).
Ilustrasi Pakar Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar. Foto: Agus Septiawan/detikJogja
Sleman -

Pakar Hukum Tata Negara UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, menanggapi santai laporan polisi yang dilayangkan Forum Komunikasi Santri Indonesia (Foksi). Diketahui Foksi melaporkan pria yang akrab disapa Uceng ini atas film 'Dirty Vote' ke Bareskrim Polri.

Tak hanya Uceng, kedua narasumber lainnya Bivitri Susanti dan Feri Amsari serta sutradara film, Dhandy Dwi Laksono juga turut dilaporkan.

Diketahui, Foksi melaporkan Uceng dengan Pasal 287 ayat 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Ia dianggap mengganggu kondusivitas saat hari tenang Pemilu. Dalihnya adalah unggahan film pada tanggal 11 Februari 2024 yang bertepatan dengan hari tenang pertama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasal 287 harusnya Bawaslu, pelanggaran pemilu berarti Bawaslu, silakan saja, tapi logika saya (Pasal) 287 itu Bawaslu," jelasnya ditemui di Kampus Fisipol UGM Jogja, Selasa (13/2/2024).

Di satu sisi, Uceng belum mengetahui detail terkait pelaporan tersebut. Termasuk materi yang menjadi pertimbangan pelaporan polisi. Namun, dia bersikukuh bahwa UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah ranah Bawaslu RI, bukan Bareskrim Polri.

ADVERTISEMENT

"Saya enggak tahu detail laporannya, karena bacanya juga di media. Pasal apa dilaporkan, dalam konteks apa, pelanggaran UU apa, saya enggak tahu apakah memang di Bareskrim. Kalau pelanggaran UU 7 harusnya di Bawaslu, terus terang saya baru baca media dan substansinya belum tahu," katanya.

Uceng menyadari pelaporan ini adalah bagian dari konsekuensi pembuatan film 'Dirty Vote'. Namun, dia meyakini bahwa film tersebut adalah produk akademis.

Menurutnya, data yang disajikan juga sesuai dengan kejadian yang terjadi selama ini. Indikasi kecurangan Pemilu, lanjutnya, didapatkan dari pemberitaan sejumlah media massa.

Kemudian dikuatkan dengan data, riset, dan kajian. Hingga akhirnya menjadi produk akhir berupa film 'Dirty Vote'.

"Sesuai yang saya bilang tadi, ini pekerjaan kliping. Itu petikan sejarah yang kita sulam secara sistematis bentuknya bukan kliping koran, tapi kliping digital," ujarnya.

Terkait fakta yang terdapat dalam film ini, Uceng mengajak masyarakat bertindak cerdas. Dia menegaskan hadirnya film ini tidak bertujuan untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun menggunakan hak pilih secara bijak pasca menonton film tersebut.

"Silakan ke bilik suara lakukan penghukuman, bukan electoral. Datanglah ke bilik suara, siapa yang merusak demokrasi jangan dipilih, saya bilang Pemilu adalah kudeta yang paling konstitusional. Kedua ada sisi etikanya, lakukan penghukuman etika," katanya mengakhiri wawancara.




(cln/apu)

Hide Ads