Pidato Prabowo 'Ndasmu Etik' Dinilai Keseleo Lidah tapi Ancam Elektabilitas

Pidato Prabowo 'Ndasmu Etik' Dinilai Keseleo Lidah tapi Ancam Elektabilitas

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Senin, 18 Des 2023 19:07 WIB
Potret Lucu Prabowo dari Joget hingga melet-melet di Debat Perdana
Potret Prabowo saat debat perdana capres. (Foto: Pradita Utama)
Jogja -

Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menjadi sorotan usai videonya saat bilang 'Ndasmu Etik' dalam Rakornas Partai Gerindra beberapa waktu viral di media sosial. Pakar Politik UGM, Mada Sukmajati, menyebut ada tiga poin yang bisa diambil dari persoalan ini.

Mada mengatakan, poin pertama berkaitan dengan konteks video saat Prabowo menyampaikan pernyataannya tersebut. Menurutnya apa yang disampaikan Prabowo adalah hal yang lumrah karena masih di dalam forum internal partai.

Namun, hal ini jadi masalah lantaran statement 'Ndasmu Etik' itu terekam video yang lantas bocor ke publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa poin, pertama kan memang komunikasi politik itu disampaikan untuk kebutuhan internal, tetapi kemudian menjadi viral keluar, kemudian melahirkan kontroversi di kalangan publik," ujar Mada Sukmajati saat dihubungi detikJogja, Senin (18/12/2023).

Mada melihat statement soal 'Ndasmu Etik' adalah upaya Prabowo untuk membangun semangat dan harapan kepada Partai Gerindra usai debat pilpres putaran pertama kemarin.

ADVERTISEMENT

Diketahui dalam debat tersebut, Capres nomor urut 1, Anies Baswedan menyinggung etika Prabowo yang tetap mengusung Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Hal ini ada kaitannya dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sehingga memudahkan Gibran maju jadi cawapres.

"Nah masih terkait dengan yang pertama itu kita bisa lihat sebagai upaya Pak Prabowo untuk tetap memperkuat semangat dan harapan di internal Partai Gerindra yang tentu saja itu sangat terkait dengan momen debat capres putaran pertama kemarin. Saya kira ada kebutuhan dari Pak Prabowo untuk memberikan semangat bahwa Pak Prabowo dan Partai Gerindra itu adalah pihak yang lebih unggul dibandingkan pihak lain dalam debat putaran pertama kemarin," jelas Mada.

Poin kedua dari polemik 'Ndasmu Etik' yaitu impact kepada masyarakat. Menurut Mada, kalimat tersebut bisa dimaknai secara berbeda tergantung dari kultur masyarakatnya.

Bagi beberapa kalangan, kalimat ini hanyalah guyon biasa sehingga tidak perlu dipersoalkan. Namun beda untuk kalangan tertentu utamanya yang masih menganut kultur Jawa Mataraman. Sebab, kalimat ini dianggap sebagai bahasa yang kasar dan berisiko menyakiti lawan bicara.

"Kedua saya kira istilah 'Ndasmu Etik' kan sangat terkait dengan etika. Nah ada beberapa kultur di masyarakat ini yang memang memaknai statement seperti itu sebagai sebuah guyonan ringan yang wajar begitu. Tapi juga ada terutama dari kelompok kultur kalau kita bicara Jawa karena ini bahasa Jawa itu ada yang nganggap itu sangat kasar, misalnya wilayah Mataraman, wilayah Jawa Tengah, Jogja dan mungkin sebagian Jawa Timur sisi barat yang masuk kultural Mataraman, guyonan seperti itu dianggap kasar," ujarnya.

"Tetapi kalau masyarakat Jawa Timur yang Surabaya dan mungkin sebelah timur, itu sebagai suatu yang biasa. Nah dari sisi kultural sebenarnya seperti itu. Jadi bagi saya ini nanti akan kembali lagi ke pemilih bagaimana para pemilih memaknai kata-kata itu. Apakah itu sebagai sesuatu yang dianggap wajar, semacam guyonan biasa, yang menunjukkan keakraban atau itu sebenarnya adalah sebuah statement yang tidak etis. Tentu saja itu akan kembali dari kultur tadi dalam memaknai," imbuhnya.

Adapun poin ketiga berkaitan dengan penerimaan para pemilih muda yang menurut Mada masuk dalam undecided voter atau calon pemilih yang belum menentukan pilihannya. Menurutnya, statement Prabowo bisa dimaknai berbeda yang dapat mempengaruhi elektabilitasnya dalam kontestasi Pemilu ini.

"Ketiga saya kira yang tidak kalah pentingnya dari sisi pemilih, selain melihat dari sisi wilayah, budaya itu juga usia. Karena kan sekarang semua Paslon dan semua peserta pemilu itu kan mencoba untuk menggaet hati para undecided voter yang jumlahnya masih sangat tinggi. Jadi sekali lagi akhirnya kembali saja ke kaum muda ini di dalam memahami statement itu, apakah kaum muda memaknai itu sebagai sesuatu yang positif atau paling nggak netral, atau itu yang negatif yang justru menunjukkan nilai ketidak-etisan itu sendiri dalam statement yang sebenarnya mengcounter tujuan bahwa Pak Prabowo tidak etis dalam proses pencalonan cawapresnya kemarin," jelasnya.

Pengaruhnya dalam elektabilitas politik di halaman selanjutnya.

Ancam Elektabilitas

Mada menyebut statement Prabowo yang bilang 'Ndasmu Etik' bisa mempengaruhi elektabilitas politiknya. Terutama bagi kalangan yang menganggap statement semacam itu sebagai bahasa yang kasar.

"Ya bisa jadi (mempengaruhi elektabilitas) terutama dari kalangan yang menganggap bahwa statement seperti itu sangat kasar, terutama Jawa Tengah, dari DIY, dan sebagian Jawa timur bagian barat, wilayah Mataraman lah kalau dari sisi kultural. Itu menurut saya adalah wilayah dengan kultur yang menganggap statement itu sangat kasar. Nah tapi misalnya Surabaya ke timur, mungkin dianggap sesuatu guyonan biasa, yang tidak terlalu melukai perasaan kepada lawan bicara yang diarahkan oleh statement itu," ujarnya.

Sebab itu, lanjut Mada, persoalan ini bisa jadi pelajaran bagi seluruh paslon untuk berhati-hati dalam bertutur kata dan bersikap. Apalagi di tengah kemajuan teknologi, yang memungkinkan kesalahan tiap paslon bisa dikomodifikasi dan direpoduksi untuk keperluan politik.

"Sehingga kita bisa melihat bagaimana kita menarik pelajaran dari hal ini bagaimana kemudian para paslon itu toh pada akhirnya lawan terberat mereka itu adalah diri mereka sendiri, bagaimana kemudian mereka bisa terhindar dari keseleo lidah, dari statement yang tidak perlu, dari perilaku sikap yang tidak perlu, nah itu menurut saya apalagi dengan konteks undecided voter yang besar, dan juga pengaruh teknologi digital yang bisa mereplikasi dan membuat sedemikian rupa hal seperti itu menjadi suatu yang dikomodifikasi di dalam konteks kontestasi elektoral itu ya bisa jadi sangat punya dampak elektabilitas," pesan dia.

Halaman 2 dari 2
(ams/dil)

Hide Ads