Secercah Asa Sepakbola Indonesia dari Bumi Arema

Focus

Secercah Asa Sepakbola Indonesia dari Bumi Arema

Tim detikJatim - detikJatim
Kamis, 06 Okt 2022 13:07 WIB
Doa Aremania untuk korban Tragedi Kanjuruhan
Karangan bunga dukungan morel untuk Aremania di patung kepala singa, kompleks Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. (Foto: Deny Prastyo Utomo/detikJatim)
Malang -

Sabtu, 1 Oktober 2022, jadi hari paling kelam dalam sejarah sepakbola Indonesia. Laga bertajuk Derby Jatim yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang itu berujung petaka. Ratusan suporter tuan rumah kehilangan nyawa saat berebut dan berdesakan keluar stadion usai polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah tribun.

Tragedi Kanjuruhan sangat memukul hati seluruh pencinta sepakbola Indonesia. Apalagi bagi para korban dan suporter yang ada di stadion. Banyak keluarga kehilangan orang yang dicintainya untuk selama-lamanya. Mereka yang selamat, juga tak bisa sepenuhnya langsung sembuh dari luka dan trauma.

Salah satu saksi bisu Tragedi Kanjuruhan itu ada di Tribun 13. Emilia, salah seorang Aremanita yang menonton pertandingan itu menceritakan betapa mencekamnya tribun itu saat kericuhan pecah. Malam indah Emilia menjadi kelam, suami dan anaknya meninggal dunia setelah berdesakan dengan penonton lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom. Foto: ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO

Keluarga kecil itu berangkat bertiga mengendarai motor ke stadion. Emilia sendiri sebenarnya tidak terlalu suka sepakbola, tapi sang buah hati mulai kepincut dengan Singo Edan.

Emilia mencoba tegar saat menceritakan kejadian itu. Matanya sembab, tak terhitung berapa banyak derai air matanya. Ia mengungkapkan, awalnya pertandingan berjalan seperti biasa. Riuh suporter terdengar meriah menyemangati klub kebanggaannya.

ADVERTISEMENT

Namun, ketika wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya babak kedua, sejumlah suporter merangsek masuk ke lapangan. Aksi ini diikuti suporter lainnya. Tak lama kemudian, terjadi gesekan di lapangan dan sebuah benda mengeluarkan asap putih yang dilontarkan polisi ke arah Tribun 13.

Ternyata, asap putih tersebut merupakan gas air mata. Emilia mengaku awalnya tak mengetahui apa itu gas air mata. Saat itu, Emilia hanya merasakan sesak. Bergegas, sang suami mengajaknya keluar dari stadion.

"Tahu ada gas air mata, suami saya ngajak keluar. Saat itu suami menggendong anak saya. Terus ada satu orang (di belakang suami saya) itu saya. Tapi gara-gara kedorong yang di belakang, saya terpisah sama suami," cerita Emilia dengan tegar, Rabu (5/10).

Menurut Emilia, pintu di Tribun 13 saat itu terbuka sangat kecil. Ia sempat melihat pintu tersebut hanya bisa dilewati 2 orang. Sedangkan ada ratusan orang yang berebut keluar. Mereka saling berdesak-desakan karena gas air mata sudah mulai menyesakkan. Tribun 13 saat itu betul-betul mencekam.

"Saat itu pintu yang dibuka di Tribun 13, cuma cukup buat 1 atau 2 orang. Saat mau turun itu gas air matanya makin terasa ditambah saling dorong orang-orang yang saling ingin menyelamatkan diri masing-masing," sambungnya.

Usai tembakan gas air mata, suasana memang agak mereda. Tetapi pemandangan yang dilihatnya sangat mengenaskan. Hati Emilia tersayat. Ia tak menyangka keseruan menonton bola malam itu berakhir jadi tragedi.

"Di tribun (atas) suasananya sudah nggak mencekam seperti pertama kali. Gas air mata sudah agak hilang. Saat itu penonton sudah banyak yang sekarat, tergeletak di tribun," kenangnya.

Emilia (33) yang kehilangan suami dan anaknya berusia 3,5 tahunEmilia (33) yang kehilangan suami dan anaknya berusia 3,5 tahun (Foto: M Bagus Ibrahim/detikJatim)

Emilia menunggu dengan cemas sekitar setengah jam. Ia menanti kabar anak dan suaminya.

Akhirnya, kabar yang ia tunggu-tunggu datang. Ia mendapat kabar anaknya berada RSUD Kanjuruhan. Ia langsung bergegas ke sana. Namun, hati Emilia hancur karena melihat anaknya terbujur kaku. Anak laki-laki kebanggaannya ini sudah tak bernyawa di kamar mayat.

Belum selesai hatinya terguncang, sekitar 10 menit kemudian, ia mendapat kabar suaminya juga telah ditemukan. Suaminya ditemukan di Rumah Sakit Wava Husada. Sama, nyawa suaminya juga tak tertolong.

"Selang 30 menit ada kabar dari kakak saya. Setelah kakak saya minta foto dan ditunjukkan ke polisi itu ketemunya di RS kanjuruhan. Posisi anak saya sudah di kamar mayat. Terus 10 menit lagi dapat kabar suami saya sudah nggak ada nyawa di RS Wava Husada," ungkap Emilia berkaca-kaca.

Kesaksian Aremania asal Jember melihat kerusuhan di dalam Stadion Kanjuruhan. Baca halaman selanjutnya.

Tak Ada Gelagat Aremania untuk Kisruh

Cerita lain datang dari Theo Bhelva Dwinanda Putra, seorang suporter Arema FC asal Jember. Malam itu, Theo sebetulnya menonton laga Arema FC vs Persebaya tak sengaja. Niat awal Theo berangkat ke Malang adalah untuk menonton konser musik.

Begitu tiba di Malang, dia baru tahu kalau ada laga Arema FC vs Persebaya dari media sosial. Bergegas lah pria asal Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo ini untuk mencari tiket. Dia dapat tiket di tribun VVIP.

Tribun itu jadi yang paling 'aman' saat kerusuhan terjadi. Dari tribun itu, Theo bisa menyaksikan detik demi detik apa yang terjadi di dalam stadion selepas pertandingan.

Korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang dievakuasiKorban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang dievakuasi Foto: (Foto: detikJatim)

"Ingin saya di tribun VIP. Tapi karena tiketnya tidak dapat, adanya VVIP, ya sudah saya beli," ungkap Theo kepada detikJatim, Senin (3/10).

Theo menyaksikan saat ada segelintir suporter yang masuk ke lapangan. Menurutnya, meski dari kejauhan dia bisa melihat bahwa awalnya suporter tidak ingin berbuat rusuh. Mereka hanya ingin meluapkan ekspresi kekecewaan dengan mengajak ngobrol pemain dan manajemen.

Dia melihat, tak ada gelagat suporter untuk berbuat anarkistis. Bahkan saat jumlah penonton yang masuk ke dalam lapangan semakin banyak.

"Sepertinya ingin menyampaikan ke manajemen, kenapa permainan bola kurang bagus. Setelah itu satu per satu sejumlah penonton berusaha menuju tengah lapangan. Tapi itu nggak sampai ricuh atau pun bentuk penyerangan terhadap pemain," imbuhnya.

Saat penonton yang masuk lapangan semakin banyak, kata Theo, aparat keamanan mulai mengambil inisiatif. Mereka berusaha memukul mundur penonton agar kembali ke tribun.

"Setelah itu, kemudian ada aparat polisi atau TNI ikut masuk ke lapangan. Mungkin bermaksud membubarkan (penonton) yang masuk ke lapangan. Terus saya lihat seperti ricuh untuk disuruh bubar. Tapi penyebabnya apa tidak tahu, saya lihat dari atas (tribun VVIP)," ungkapnya.

Tidak lama kemudian, lanjutnya, ada penembakan gas air mata yang dilakukan petugas ke tengah lapangan. Sebagian penonton yang di lapangan membubarkan diri.

"Tapi tidak semuanya bubar. Tidak lama setelah itu, ada tembakan (gas air mata) yang dilakukan aparat ke arah tribun. Nah, pemicunya apa juga saya tidak tahu," ucapnya.

Sontak tembakan ke arah tribun tersebut, kata Theo, menyebabkan banyak penonton di tribun berusaha menghindar dan membubarkan diri. Situasi pun mulai panik.

Sebuah mobil terbalik akibat kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim, Minggu (2/10/2022). Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut. ANTARA FOTO/Vicki Febrianto/ZkSebuah mobil terbalik akibat kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim, Minggu (2/10/2022). Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut. ANTARA FOTO/Vicki Febrianto/Zk Foto: ANTARA FOTO/Vicki Febrianto

"Yang saya lihat, tembakan gas air mata itu ke arah tribun. Kalau tidak salah gate 2, 3, 4. Kemudian gate di bawah skor. Juga di gate 13, dan 14. Situasinya saat itu semburat (kocar-kacir) para penonton. Apalagi asap dari gas air mata itu semakin banyak (mengepul). Posisi saya di VVIP, jadi gas air mata itu tidak ditembakkan di arah tempat saya. Apalagi ada tamu undangan," ulasnya.

Theo menambahkan, dirinya baru merasakan perihnya asap dari gas air mata setelah ada embusan angin yang mengarah ke tribun VVIP, tempat dia menonton.

"Nah saat itu, yang saya rasakan perih di mata dan karena tidak kuat sesak napas, kemudian saya keluar (stadion), berusaha menyelamatkan diri. Alhamdulillah saya dapat keluar, karena kondisi penonton tidak terlalu crowded (padat). Karena (tribun VVIP) kuotanya terbatas," ucapnya.

Mencari sosok yang harus bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan. Baca selanjutnya!

Menunggu Janji Polri Mengusut Dalang Penembakan Gas Air Mata

Salah satu yang disorot dalam Tragedi Kanjuruhan adalah penembakan gas air mata ke arah tribun penonton. Usai peristiwa itu, Presiden Jokowi langsung menerbitkan Keppres untuk membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

"Tim Pencari Fakta itu diminta segera bekerja, kalau bisa tidak sampai 1 bulan. Sudah bisa menyimpulkan. Karena masalah besarnya sebenarnya sudah diketahui. Tinggal masalah-masalah detailnya yang itu bisa dikerjakan mungkin tidak sampai 1 bulan," tegas Menko Polhukam Mahfud Md di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (4/10).

Polri juga bergerak untuk mengusut tragedi tersebut. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah berjanji untuk mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan.

Momen Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat menjadi warga kehormatanMomen mantam Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat menjadi warga kehormatan Foto: Muhammad Aminudin

Salah satu yang ditunggu publik adalah menagih janji Polri untuk mencari siapa dalang penembakan gas air mata. Pencopotan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dinilai hanya menjadi keputusan reaktif. Faktanya, menurut Kompolnas, Ferli tidak pernah memerintahkan pasukan keamanan di dalam stadion untuk melepaskan tembakan gas air mata.

Saat itu, Ferly sudah sudah meminta agar 15 menit sebelum pertandingan selesai, pintu keluar stadion dibuka semua. Namun, pihak kepolisian juga tidak mengetahui mengapa ada pintu stadion yang masih terkunci.

"Jadi tidak ada itu perintah dari Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat untuk membubarkan massa menggunakan gas air mata. Dan setelah kami konfirmasi, juga tidak ada perintah untuk menutup pintu stadion," tegas Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto di Mapolres Malang, Selasa (4/10).

Selain mencopot Ferli, Polri juga mencopot 9 Komandan Brimob. Mereka dicopot agar tim penyidik bisa menggali keterangan soal pemberi komando penembakan gas air mata di dalam stadion. Setelah dicopot, bukan berarti Polri berhenti meminta keterangan 9 Komandan Brimob.

"Makanya ini kan masih didalami, dari hasil pendalaman itu. Bapak Kapolri memerintahkan kepada Kapolda, 9 manajer pengaman lapangan (komandan Brimob) langsung dinonaktifkan," terang Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

Sampai hari ini dalang penembakan gas air mata saat Tragedi Kanjuruhan masih belum diketahui. Banyak pihak menagih janji Polri untuk mengusut tuntas tragedi memilukan yang merenggut ratusan nyawa tersebut.

Doa Aremania untuk korban Tragedi KanjuruhanDoa Aremania untuk korban Tragedi Kanjuruhan Foto: Deny Prastyo Utomo/detikJatim

Aremania sendiri memberikan waktu hingga 7 hari pascakejadian kepada Tim Penyidik Polri untuk mengusut tuntas semuanya. Jika tidak, maka Aremania mengancam akan mencari dan bertindak sendiri.

Ade Herawanto, salah satu pentolan Aremania menegaskan, jika hingga waktu yang ditentukan habis dan polisi belum menetepkan tersangka, maka Aremania dari berbagai elemen akan turun ke jalan.

"Kami kan selama 7 hari ini tahlilan di Stadion Gajayana dan hari terakhir di Stadion Kanjuruhan. Ketika tidak ada yang ditetapkan tersangka, maka Aremania, komunitas, dan segala macam akan turun ke jalan," kata Sam Ade, kemarin Selasa (4/10).

Senada, Ambon Fanda salah satu Aremania lainnya, juga mempertegas bila proses hukum Tragedi Kanjuruhan tak berjalan dengan adil dan objektif, akan dipastikan ribuan Aremania akan bergerak dan melakukan aksi di jalanan.

"Kalau proses hukum berjalan tidak normal, kami bisa melihat semuanya dan menilai. Kami akan (bikin) aksi yang berbeda," ujarnya.

Selama kurun waktu 7 hari tersebut, sembari menunggu proses hukum, Aremania akan menggelar doa bersama dan menghidupkan lilin sebagai bentuk duka atas jatuhnya ratusan korban dalam Tragedi Kanjuruhan.

"Kami sangat terpukul. Saya sendiri yang tidak ada di lokasi karena sudah sedikit menjauh dari dunia sepakbola saja sangat terpukul. Kalau nggak terpukul, nggak mungkin ada aksi ini," kata dia.

Saat Aremania berjibaku menyelamatkan seorang bocah. Baca di halaman selanjutnya.

Kemanusiaan di Atas Segalanya

Tak ada sepakbola seharga nyawa. Kemanusiaan di atas segala-galanya. Dua frasa tersebut terus menggaung belakangan terakhir, setelah Tragedi Kanjuruhan pecah.

Kesenangan untuk menikmati pertandingan sepakbola rasanya tak sebanding dengan nyawa yang harus dibayar malam itu di Stadion Kanjuruhan. Di balik kengerian dan banyaknya orang yang ingin selamat, ada satu kisah yang mengundang empati.

Adalah Muhammad Revo Septiyan, seorang suporter Arema asal Gresik yang kaki kirinya patah setelah berusaha menyelamatkan seorang balita berusia sekitar 4 tahun.

Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke Stadion Kanjuruhan, Malang, Rabu (5/10/2022).Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke Stadion Kanjuruhan, Malang, Rabu (5/10/2022). Foto: Dok. PSSI

Revo menceritakan detik-detik aksi heroiknya saat Tragedi Kanjuruhan. Saat itu, ia berada di Tribun 12 bersama empat temannya yang juga berasal dari Gresik. Saat polisi menembakkan gas air mata penonton di tribun itu panik hingga berhamburan dan berdesakan mencari jalan keluar.

"Saat itu semua panik pada cari jalam keluar. Lha, di belakang saya itu ada anak kecil. Jadi saya sama teman saya carikan jalan, miyak-miyak (menyibak kerumunan) orang-orang gitu," kata Revo kepada detikJatim, Selasa (4/10/2022).

Revo menjelaskan, saat berada di antara ratusan penonton di tribun itu, balita itu menangis karena terpisah dengan orang tuanya. Saat itu Revo menggendong sang balita itu menuju pintu keluar. Nahas, pagar pembatas besi di dekat pintu keluar itu roboh.

"Ketika pagar besi itu roboh, desakan dari penonton lainnya semakin kuat hingga membuat saya terjatuh. Saat terjatuh, anak kecil itu lepas dari gendongan saya," jelas Revo.

Saat itu Revo sudah kehilangan balita yang sebelumnya ia gendong. Ia hanya bisa merasakan ratusan kaki menginjak seluruh badannya. Belum lagi ketika kaki kirinya terinjak hingga patah, ia hanya bisa berteriak sembari menahan berat banyak orang menindihnya.

"Sekitar 10 menit saya menahan berat orang-orang yang menindih saya. Saya sudah nggak bisa ngapa-ngapain itu.

Beruntung teman-temannya dari Gresik berusaha mencari keberadaan Revo. Setelah ditemukan, Revo digendong rekan-rekannya keluar menuju pintu keluar yang sudah terbuka.

"Ketika saya sudah selamat, saya baru teringat anak kecil yang tak gendong. Sambil duduk saya sempat nangis. Dalam hati saya berharap anak tadi selamat. Karena memang saya waktu itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika banyak orang menindih saya," kata Revo.

"Untuk keadaan anak kecil itu, saya nggak tahu masih selamat atau tidak. Semoga anak kecil itu selamat dari kerusuhan kemarin," lanjut Revo.

Revo berama rekannya di Stadion Kanjuruhan saat pertandingan Arema VS PersebayaRevo bersama rekannya di Stadion Kanjuruhan saat pertandingan Arema VS Persebaya Foto: Istimewa/dok Revo

Setelah Tragedi Kanjuruhan, Revo mengaku trauma melihat pertandingan Sepak Bola di Stadion. Namun, kecintaannya terhadap sepak bola tidak akan pernah hilang. Ke depan ia akan melihat bola dari layar kaca.

"Kalau lihat bola tetap, tapi lihat dari televisi. Kalau harus ke stadion saya sudah trauma. Cari aman saja," kata Revo.

Revo juga berpesan kepada para suporter lainnya untuk selalu menerima kekalahan tim kebanggan. Jika memang ingin melampiaskan cukup hanya dengan teriakan tanpa membuat kerusuhan yang bisa memancing tindakan anarkistis.

"Jangan sampai mengungkapkan kekecewaan itu secara berlebihan. Cukup sewajarnya saja dengan bernyanyi di tribun. Agar tidak ada salah paham antara suporter dengan aparat keamanan," tutup Revo.

Akhiri rivalitas tanpa batas. Baca halaman selanjutnya.

Secercah Asa dari Bumi Arema

Selalu ada pelangi setelah hujan. Secercah asa itu tumbuh dan dipupuk dari Bumi Arema.

Tragedi Kanjuruhan memang menyisakan luka yang pahit. Tetapi kepahitan itu adalah awal manis dari sebuah harapan baru. Bahwa rivalitas di sepakbola cukup 90 menit, selebihnya semua adalah saudara.

Dukungan seluruh entitas suporter sepakbola di Tanah Air mengalir untuk Aremania. Semuanya bergandengan tangan, memberi dukungan moril untuk Malang.

Berbagai aksi lilin perdamaian muncul di berbagai kota di Indonesia. Suporter bola Tanah Air menjadikan momentum ini untuk saling bergandengan tangan.

Suporter Persebaya memegang lilin saat mengikuti doa bersama di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (3/10/2022). Doa bersama itu untuk para korban tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.Suporter Persebaya memegang lilin saat mengikuti doa bersama di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (3/10/2022). Doa bersama itu untuk para korban tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Di Yogyakarta, suporter Persis Solo, PSIM Jogja, dan PSS Sleman bersatu di Stadion Mandala Krida. Kelompok suporter itu mengirimkan doa untuk Aremania korban Tragedi Kanjuruhan, sekaligus berikrar damai mengakhiri rivalitas di Bumi Mataram. Sebelum ini, rivalitas antarsuporter di sana juga panas. Namun, kini semua meyakini, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri perseteruan.

Mataram is Love, begitulah tajuk yang menggema di media sosial. Secercah asa perdamaian di Bumi Mataram dibawa dari Bumi Arema.

Aksi damai semacam itu belakangan terakhir semacam jadi oase di tengah duka. Pun demikian dengan dukungan Surabaya kepada Malang. Dua kota yang selama ini dikenal jadi rival abadi.

Tugu Pahlawan menjadi saksi betapa semua pihak yang selama ini berseteru ingin bersatu. Lautan suporter Persebaya atau Bonek berkumpul di sana, Senin (3/10). Mereka melakukan aksi solidaritas atas korban Tragedi Kanjuruhan, Malang.

Mereka berkumpul di sisi timur atau depan kantor Gubernur Jatim. Di sana mereka berdoa bersama dan menyalakan lilin membentuk Rest in Peace (RIP) sebagai tanda duka cita.

Usai berdoa, mereka juga tampak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Indonesia Pusaka. Tampak sejumlah manajemen dan pemain Persebaya juga turut dalam aksi itu.

Koordinator Green Nord atau Bonek Tribun Utara Husain Ghozali mengatakan, kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian dan duka cita Bonek bagi Aremania yang meninggal dunia.

Ia berharap tragedi kemanusiaan itu merupakan yang terakhir kali di Indonesia, bahkan di dunia. Ia lantas menegaskan bahwa rivalitas hanya 90 menit di lapangan. Selebihnya adalah saudara lagi.

"Rivalitas hanya 90 menit, lebih dari itu kita sudah bukan lawan, kita kawan, kita saudara, jangan sampai ada kejadian yang sama terulang kembali, cukup ini yang terakhir," kata pria yang akrab disapa Cak Conk itu.

Bonek bahkan juga mengunjungi Stadion Kanjuruhan, Rabu malam (5/10). Mereka turut memanjatkan doa dan menabur bunga di pintu 13. Tak hanya itu mereka juga turut serta mengikuti tahlil bersama. Bonek datang ke Malang bersama perwakilan manajemen Persebaya.

Sejumlah pentolan Bonek turut berdoa bersama dan tahlilan bagi korban tragedi KanjuruhanSejumlah pentolan Bonek turut berdoa bersama dan tahlilan bagi korban tragedi Kanjuruhan Foto: Istimewa

"Kami langsung ke Gate 13 untuk memanjatkan doa, tahlil bareng warga dan Aremania. Di sana juga ada keluarga-keluarga korban. Kedatangan kami untuk menguatkan teman-teman Aremania," kata Cak Conk.

Cak Conk menambahkan, kedatangan perwakilan suporter Bonek dari Green Nord dan perwakilan manajemen mendapat sambutan sangat baik dari Aremania.

Bahkan, suasana haru dan saling berpelukan sempat terjadi saat acara tahlil itu berlangsung.

"Teman-teman Aremania menyambut kedatangan kami sebagai saudara. Mereka menyampaikan sendiri. Luar biasa, terima kasih sambutannya," ungkap Cak Conk.

Cak Conk menambahkan, pihaknya tetap saling menguatkan atas tragedi kemanusiaan ini. Sesama suporter Indonesia harus saling mendukung dan saling menguatkan.

"Kita ini saudara, kita ini tetap satu Indonesia," ungkap Cak Conk.

Halaman 2 dari 5


Simak Video "Video Erick Thohir Tanggapi Pemain Naturalisasi Pindah Klub-Main di Liga 1"
[Gambas:Video 20detik]
(hil/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads