Riuh penonton malam itu masih terngiang di ingatan Emilia. Ia tak menyangka, aksinya mendukung klub sepakbola favoritnya berujung menjadi pilu. Emilia tak akan melupakan momen mencekam saat menemui suaminya, Rudi Hartono dan anaknya terbujur kaku tak bernyawa.
Aremanita berusia 33 tahun itu kehilangan suami dan anaknya untuk selama-lamanya buntut kerusuhan usai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10). Emilia mencoba tegar saat menceritakan malam mencekam di Tribun 13 Stadion Kanjuruhan tersebut.
Matanya tampak sembab, tak terhitung berapa banyak derai air mata yang sudah turun. Saat bercerita, suara Emilia seperti tercekat, ia masih merasa lemas menghadapi kenyataan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan, awalnya pertandingan berjalan seperti biasa. Riuh suporter terdengar meriah menyemangati klub kebanggaannya. Ia, suami dan anaknya juga larut dalam riuh ini.
Namun, peluit panjang yang ditiup wasit ternyata berbuah petaka. Sejumlah suporter merangsek masuk ke lapangan. Aksi ini diikuti suporter lainnya. Tak lama kemudian, terjadi gesekan di lapangan hingga terlihat sebuah benda mengeluarkan asap putih yang dilontarkan polisi ke arah Tribun 13.
Ternyata, asap putih tersebut merupakan gas air mata. Emilia mengaku awalnya tak mengetahui apa itu gas air mata. Saat itu, Emilia hanya merasakan sesak. Bergegas, sang suami mengajaknya keluar dari stadion.
Rudi langsung menggendong anaknya. Mereka turun bertiga untuk menyelamatkan diri dari sesaknya stadion. Rudi mencoba secepat mungkin keluar dari stadion yang hawanya pengap usai tembakan gas air mata.
Namun, takdir berkehendak lain, ia terpisah dengan suami dan anaknya karena harus berdesakan dan saling dorong dengan suporter lain. Hal ini dilakukan karena mereka berebut untuk menggapai pintu keluar.
"Tahu ada gas air mata, suami saya ngajak keluar. Saat itu suami menggendong anak saya. Terus ada satu orang (di belakang suami saya) itu saya. Tapi gara-gara kedorong yang di belakang, saya terpisah sama suami," pilu Emilia saat menceritakan kisahnya.
Menurut Emilia, pintu di Tribun 13 saat itu terbuka sangat kecil. Ia sempat melihat pintu tersebut hanya bisa dilewati 2 orang. Sedangkan ada ratusan orang yang berebut keluar. Mereka saling berdesak-desakan karena gas air mata sudah mulai menyesakkan. Tribun 13 saat itu betul-betul mencekam.
"Saat itu pintu yang dibuka di Tribun 13, cuma cukup buat 1 atau 2 orang. Saat mau turun itu gas air matanya makin terasa ditambah saling dorong orang-orang yang saling ingin menyelamatkan diri masing-masing," sambungnya.
Emilia kisahkan saat bertemu jenazah suami dan anaknya. Baca di halaman selanjutnya!
Setelah terpisah, Emilia mengaku ditarik seseorang kembali ke tribun atas. Ternyata, orang yang menariknya mengira Emilia adalah adiknya. Napas Emilia saat itu masih memburu. Ia mulai mencoba menenangkan diri.
Kemudian, saat berada di tribun, Emilia bertemu dengan adik iparnya. Ia merasa ada secercah harapan baru. Ia pun meminta tolong adik ipar mencari suami dan anaknya. Emilia menunggu di tribun dengan harap-harap cemas.
"Terus saya minta tolong adik ipar itu mencarikan suami dan anak saya. Saya nunggu sekitar 30 menitan di tribun sama saudara saya perempuan," katanya.
Usai tembakan gas air mata, suasana memang agak mereda. Tetapi pemandangan yang dilihatnya sangat mengenaskan. Hati Emilia tersayat. Ia tak menyangka keseruan menonton bola malam itu berakhir jadi tragedi.
Saat itu, banyak penonton yang tampak terkapar. Para penonton terlihat tak berdaya. Mereka sekarat di tribun usai menghirup gas air mata.
"Di tribun (atas) suasananya sudah nggak mencekam seperti pertama kali. Gas air mata sudah agak hilang. Saat itu penonton sudah banyak yang sekarat, tergeletak di tribun," kenangnya.
![]() |
30 menit menunggu rasanya seperti bertahun-tahun lamanya. Emilia menungggu dengan cemas. Ia menanti kabar anak dan suaminya.
Akhirnya, kabar yang ia tunggu-tunggu datang. Ia mendapat kabar anaknya berada RSUD Kanjuruhan. Ia langsung bergegas ke sana. Namun, hati Emilia hancur karena melihat anaknya terbujur kaku. Anak laki-laki kebanggaannya ini sudah tak bernyawa di kamar mayat.
Baca juga: Sederet Janji Jokowi Soal Tragedi Kanjuruhan |
Belum selesai hatinya terguncang, sekitar 10 menit kemudian, ia mendapat kabar suaminya juga telah ditemukan. Suaminya ditemukan di Rumah Sakit Wava Husada. Sama, nyawa suaminya juga tak tertolong.
"Selang 30 menit ada kabar dari kakak saya. Setelah kakak saya minta foto dan ditunjukkan ke polisi itu ketemunya di RS kanjuruhan. Posisi anak saya sudah di kamar mayat. Terus 10 menit lagi dapat kabar suami saya sudah gak ada nyawa di RS Wava Husada," ungkap Emilia berkaca-kaca.
Emilia tak menyangka hari itu menjadi hari di mana ia harus berpisah selamanya dengan sang suami dan anaknya. Ia mengaku, baik dirinya dan suaminya sebenarnya tak terlalu suka menonton langsung laga sepakbola di stadion. Tapi, mereka rela ke stadion demi sang anak yang mulai suka dengan Arema FC.
Malam itu adalah kali ketiga Emilia bersama sang suami, Rudi Harianto, dan anaknya yang masih 3,5 tahun menonton Arema FC langsung di Stadion Kanjuruhan. Dua pertandingan sebelumnya juga melibatkan tim besar di Indonesia, Persija dan Persib.
Saat laga Arema FC menjamu Persebaya, keluarga kecil ini datang ke Stadion Kanjuruhan dengan menaiki motor. Di dalam stadion, mereka menempati tribun 13, tribun yang menjadi saksi bisu petaka ini terjadi.