Sebab Anak Kiai di Jombang Tersangka Pencabulan Kalah dalam Praperadilan

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 27 Jan 2022 22:52 WIB
Hakim Praperadilan PN Jombang, Dodik Setyo Wijayanto/Foto: Enggran Eko Budianto/detikcom
Jombang -

Hakim Praperadilan PN Jombang, Dodik Setyo Wijayanto menolak permohonan MSAT, anak kiai tersangka pencabulan santriwati. Dodik menilai, proses polisi menetapkan MSAT sebagai tersangka sudah tepat dan sah menurut hukum.

Sebelum membacakan putusannya, Hakim Dodik lebih dulu menyampaikan inti permohonan praperadilan yang diajukan MSAT ke PN Jombang. Putra pengasuh pondok pesantren di Desa Losari, Ploso, Jombang itu meminta penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan santriwati, tidak sah. Korban adalah seorang santriwati yang melapor ke Polres Jombang pada 29 Oktober 2019.

"Dengan alasan sebagai berikut. Satu, pemohon tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka di tingkat penyidikan terhadap laporan tersebut. Dua, pemohon tidak pernah dimintai klarifikasi terhadap laporan tersebut. Tiga, tidak cukup bukti dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka. Untuk menguatkan dalil-dalil permohonan tersebut, pemohon telah menyerahkan bukti surat, saksi maupun ahli sebagaimana telah diuraikan di atas," kata Dodik dalam sidang, Kamis (27/1/2022).

Selanjutnya, Hakim Praperadilan PN Jombang itu mengupas eksepsi termohon 1 Kapolres Jombang dan termohon 3 Kapolda Jatim. Poin pertama, kedua termohon tersebut menilai surat kuasa dari MSAT untuk tim pengacaranya tanggal 9 Desember 2021, tidak sah. Karena tanda tangan MSAT pada surat kuasa berbeda dengan di berita acara pemeriksaan tersangka 2 Maret 2020.

Poin kedua, permohonan praperadilan yang diajukan MSAT harus ditolak. Karena putra kiai di Jombang itu masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 13 Januari 2022. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, seseorang tidak boleh mengajukan praperadilan jika sudah masuk DPO.

Terkait keabsahan surat kuasa dari MSAT untuk tim pengacaranya, Hakim Dodik menilai surat tersebut sudah memenuhi formalitas surat kuasa, tanda tangan MSAT pada dua dokumen tersebut dianggap tidak berbeda, termohon 1 dan 3 tidak bisa membuktikan perbedaan tanda tangan MSAT, serta tidak ada keberatan dari MSAT terhadap surat kuasa tersebut. Sehingga keberatan termohon 1 dan 3 tidak berdasar dan harus ditolak.

"Pemohon baru dinyatakan sebagai DPO pada 13 Januari 2022, permohonan praperadilan diajukan pemohon (MSAT) saat statusnya belum DPO. Keterangan saksi yang diajukan pemohon, keberadaan pemohon di dalam pondok. Dengan demikian keberatan termohon 1 dan 3 terkait status DPO pemohon tidak berdasar dan harus ditolak," jelasnya.

Dodik juga mengupas jawaban termohon 4, Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim. Termohon 4 menyatakan praperadilan yang diajukan MSAT ke PN Jombang harus ditolak karena sudah ada putusan praperadilan PN Surabaya pada 16 Desember 2021. Namun, Dodik menilai permohonan praperadilan MSAT sah karena PN Surabaya belum memeriksa pokok perkara praperadilan tersebut. Saat itu, hakim PN Surabaya hanya tidak menerima permohonan praperadilan dari MSAT karena kurangnya pihak termohon.

"Oleh karena itu, jawaban termohon 4 tidak berdasar dan harus ditolak," terangnya.

Dodik menjelaskan, pihaknya mendapatkan beberapa fakta hukum dari bukti-bukti yang diajukan termohon 1, Kapolres Jombang. Antara lain adanya laporan korban tanggal 29 Oktober 2019, hasil visum korban 5 November 2019, serta surat perintah penyidikan, pemeriksaan korban dan sejumlah saksi, gelar perkara, SPDP, surat penetapan tersangka yang semuanya pada 12 November 2019.

"Berdasarkan fakta-fakta tersebut, hakim berpendirian bahwa saat termohon 1 menetapkan pemohon (MSAT) sebagai tersangka, sudah memeriksa 3 saksi (termasuk korban yang melapor ke Polres Jombang) dan memiliki visum. Dimulainya penyidikan sampai penetapan tersangka memang dalam sehari. KUHAP tidak menjelaskan spesifik berapa lama proses penyidikan sampai penetapan tersangka. Oleh karena itu, secara formal tidak ada pelanggaran hukum terhadap jangka waktu yang hanya satu hari tersebut," jelasnya.

Hakim Praperadilan PN Jombang ini menilai penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres Jombang sudah benar. Karena penyidik sudah mengantongi 3 alat bukti dari syarat minimal 2 alat bukti. Yaitu alat bukti keterangan saksi, kesesuaian keterangan saksi yang melahirkan alat bukti petunjuk, serta alat bukti surat hasil visum korban atau pelapor.

"Penyidikan termohon 1 dan 3 sejalan dengan pasal yang disangkakan terhadap pemohon (MSAT), yaitu pencabulan dan pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 294 KUHP maupun Pasal 285 KUHP. Terkait kebenaran alat-alat bukti tersebut memasuki materi perkara yang harus dibuktikan di persidangan apabila perkara dilimpahkan ke pengadilan, bukan kewenangan hakim praperadilan," terang Dodik.

Terkait MSAT yang tidak pernah diperiksa maupun diklarifikasi sebelum ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencabulan santriwati, menurut Dodik, kondisi tersebut tidak serta merta membuat proses penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres Jombang melanggar hukum. Karena penetapan tersangka sudah disertai dengan 3 alat bukti.

"KUHAP tidak membatasi berapa kali berkas bolak balik dari penyidik ke JPU. Oleh sebab itu, berkas balik tiga kali tidak membuat penetapan tersangka tidak sah. Karena dasar utama penetapan tersangka adalah adanya dua alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP. Dengan demikian dalil pemohon tidak berdasar dan harus ditolak," tegasnya.

Dalam amar putusannya, Dodik menyatakan menolak permohonan praperadilan MSAT. "Mengadili, menolak permohonan praperadilan yang disampaikan pemohon. Dua, membebankan biaya perkara kepada pemohon," pungkasnya.



Simak Video "Video Pengacara Hasto soal KPK Absen Sidang Praperadilan: Mungkin Sibuk"

(sun/iwd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork