Sederet Fakta 17 Tahun Semburan Lumpur Lapindo Ciptakan Kota Mati

Hilda Meilisa Rinanda - detikJatim
Selasa, 30 Mei 2023 10:27 WIB
Lumpur Lapindo yang masih menyembur usai 17 tahun hingga menciptakan kota mati (Foto: Suparno/detikJatim)
Surabaya -

Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo telah menyembur selama 17 tahun. Selama itu pula, warga sekitar semburan merasakan nelangsa. Bahkan, Lumpur Lapindo mengubah wajah kawasan Porong bak kota mati.

Semburan Lumpur Lapindo terjadi di Kelurahan Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada 29 Mei 2006. Peristiwa itu menyisakan kesedihan mendalam bagi warga yang terusir dari desanya.

Berikut sederet fakta 17 tahun semburan lumpur Lapindo ciptakan kota mati:

1. Porong Jadi Kota Mati

Dampak semburan Lumpur Lapindo, ribuan warga dari belasan desa di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin terpaksa meninggalkan desa.

Tidak hanya itu, mereka juga harus meninggalkan mata pencarian masing-masing. Hal ini bisa disaksikan dari semakin banyaknya toko di sepanjang jalan yang tutup.

"Sebelum munculnya semburan Lumpur, di kanan kiri Jalan Raya Porong Lama ini mulai dari Tugu Kuning ke arah Malang banyak pedagang kali lima. Ada ratusan pedagang yang berjualan di sepanjang jalan ini. Sekarang tidak ada sama sekali, seperti kota mati saat malam hari," kata Samsul Hadi, Senin (29/5/2023).

Samsul bertahan membuka usaha warung kopi di jalanan itu. Hanya dirinya satu-satunya pengusaha warung kopi yang masih bertahan setelah 41 tahun menjalankan usaha.

Dia telah membuka warkop itu sejak proses pembangunan jalan tol Surabaya-Gempol tahun 1982. Saat itu omzet setiap harinya lumayan besar. Dia bahkan memiliki 3-5 karyawan.

"Kalau sekarang sehari untung Rp 100 ribu sudah bagus. Warkop yang dulunya permanen sekarang bongkar pasang. Kalau nggak jualan mau makan apa? Ya, saya syukuri saja," ujarnya.

Para pemandu wisata Lumpur Lapindo Foto: Suparno/detikJatim

2. Perekonomian Warga Terdampak

Pantauan detikJatim di Jalan Raya Porong lama, memang cukup banyak toko-toko yang tutup. Di antaranya toko konveksi, toko elektronik, apotek, juga toko onderdil mobil.

Camat Porong Choirul Anam membenarkan perekonomian di Kecamatan Porong terimbas lumpur Lapindo. Ratusan warga Porong banyak yang relokasi baik mandiri maupun bersama-sama.

"Dampak semburan lumpur banyak masyarakat Porong yang pindah ke daerah lain. Otomatis penduduknya berkurang, yang jelas putaran ekonomi juga menurun," kata Choirul.

Ia mengakui sejumlah toko di sepanjang jalan Raya Porong lama banyak yang tutup. Tetapi pihaknya tidak memiliki data yang kongkrit berapa jumlahnya.

"Memang benar banyak toko yang tutup, namun kami belum tahu jumlahnya," tandas Choirul.

3. Objek Wisata Lumpur Juga Sepi

Setelah beberapa tahun, tepatnya pada 2010, SBY mengusulkan lokasi lumpur itu dicanangkan sebagai objek wisata geologis. Namun kini, objek wisata ini sepi. Para warga pun makin nelangsa.

Mulanya, wisata lumpur Lapindo itu membawa berkah bagi sebagian warga terdampak yang kehilangan pekerjaan atau usahanya tumbang. Dengan suka cita mereka menjadi pemandu wisata. Mereka jajakan jasa mengantar wisatawan keliling lokasi lumpur sembari menjual video dokumenter lumpur Lapindo.

Salah satu warga korban lumpur asal Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Porong bernama Sastro (50) merupakan salah satu warga yang mula-mula menjadi pemandu wisata sejak 2008. Dia mengakui, pada tahun-tahun awal itu penghasilan dari wisata lumpur cukup menjanjikan.

Bahkan, menurutnya, berkah dari wisata lumpur Sidoarjo itu cukup panjang. Dia mampu menggaet untung antara Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per hari sejak 2008 hingga 2018 karena masih cukup banyak masyarakat yang penasaran untuk berwisata di lumpur Lapindo.

Seiring berjalannya waktu, pada 2023 atau 17 tahun setelah lumpur Lapindo menyembur ini, penghasilan dari pemandu wisata lumpur tidak bisa lagi diandalkan. Penurunan pendapatan itu terasa begitu drastis.

"Kalau sekarang hanya mendapatkan Rp 60 ribu per hari, kadang malah nggak sampai segitu. Sepi," kata Sastro ketika ditemui detikJatim di atas tanggul penahanan lumpur, Senin (29/5/2023).

Kisah pemilik pabrik kini jadi karyawan biasa buntut semburan lumpur Lapindo. Baca di halaman selanjutnya!




(hil/dte)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork