Jawa Timur menjadi salah satu provinsi yang memiliki simpanan dana daerah tertinggi di perbankan. Kementerian Keuangan mencatat, lambatnya realisasi belanja APBD hingga kuartal III-2025 membuat dana daerah mengendap dan tak terserap optimal.
Sekdaprov Jatim, Adhy Karyono membeberkan posisi kas daerah Pemprov Jatim per 22 Oktober 2025 di bank. Jumlahnya sebesar Rp 6,2 triliun dengan rincian deposito sebesar 3,6 triliun dan giro sebesar Rp 2,627 triliun.
Adhy menyebut, dana kas Pemprov Jatim yang tersimpan banyak di bank sebesar Rp 6,2 triliun berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2024 sebesar Rp 4,6 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SILPA Tahun 2024 sebesar Rp 4,6 triliun itu baru bisa dialokasikan setelah audit BPK dan Perda Pertanggungjawaban APBD 2024 disetujui dengan mekanisme melalui Perubahan APBD 2025 di Triwulan IV bulan Oktober sampai Desember yang dibahas di DPRD dan wajib melalui evaluasi Kemendagri," kata Adhy kepada detikJatim, Kamis (23/10/2025).
"Jadi dari Rp 6,2 triliun, yang dari SILPA Rp 4,6 triliun dan sisanya sebesar Rp 1,6 triliun itu dana cashflow untuk operasional pemerintahan," tambahnya.
Adhy menyebut, usai perubahan APBD ditetapkan, dana di bank tersebut segera dicairkan untuk operasional pemerintahan dan pembangunan.
"Ada yang untuk pekerjaan kontraktual berupa belanja barang dan jasa, belanja modal dan fisik, pencairan menunggu pekerjaan selesai di Triwulan IV. Kemudian untuk belanja pegawai dan belanja rutin yang harus teralokasikan 12 bulan dan realisasinya per bulan," bebernya.
"Kemudian untuk belanja Bantuan Tak Terduga (BTT) yang sifatnya on call jika ada kebutuhan darurat bencana," tambahnya.
Adhy mengatakan, untuk provinsi Jatim dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp 3,200 triliun, maka uang persediaan sebesar Rp 1,6 triliun di giro untuk menjaga cashflow APBD 2025 sebesar Rp 30 triliun menurutnya sangat rasional dan kecil.
Hal itu, karena untuk memenuhi belanja pegawai 3 bulan saja memerlukan anggaran Rp1,8 triliun, belum untuk membayar tagihan belanja program-program prioritas seperti Bansos Program Keluarga Harapan (PKH) Plus, Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) triwulan IV, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN) dan lain-lain.
"Di samping tentunya cashflow ini akan ditunjang dengan pemasukan dari pendapatan asli daerah berupa pajak dan retribusi yang terus berjalan setiap hari," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menjelaskan upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi anggaran pada akhir tahun.
Ia menjabarkan, berdasarkan data dari laporan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri atas rekapitulasi realiasasi belanja 38 Provinsi per tanggal 17 Oktober 2025, realisasi belanja APBD provinsi Jatim sebesar 65,11 persen, dan merupakan peringkat tertinggi kedua.
"Artinya secara kinerja, anggaran provinsi Jatim sudah sangat cepat," terangnya.
Sebagai antisipasi percepatan penyerapan di akhir tahun, ia mengatakan bahwa masing-masing pelaksana program sudah melakukan proses persiapan adminitrasi yang dibutuhkan, sehingga ketika anggaran siap, bisa langsung digunakan.
Ia mengatakan, ke depan kiranya juga perlu perubahan terkait sistem perencanaan dan penganggaran APBD yang lebih cepat, menyesuaikan dengan kebutuhan percepatan belanja pemerintah daerah.
"Khusus dana transfer dari pusat kiranya dapat diperoleh data yang akurat di awal proses penyusunan postur anggaran APBD di tahun sebelumnya," tandasnya.
Data Kemenkeu, ada sebanyak 15 pemerintah daerah (Pemda) yang memiliki simpanan dana tertinggi di perbankan dengan total mencapai ratusan triliun rupiah, termasuk Pemprov Jatim dan Pemkab Bojonegoro.