17 Tahun Lumpur Lapindo: Ekonomi Hancur, Raya Porong Lama Bak Kota Mati

17 Tahun Lumpur Lapindo: Ekonomi Hancur, Raya Porong Lama Bak Kota Mati

Suparno - detikJatim
Senin, 29 Mei 2023 11:34 WIB
Jalan Raya Porong Lama setelah 17 tahun semburan lumpur seperti kota mati.
Jalan Raya Porong Lama setelah 17 tahun semburan lumpur seperti kota mati. (Foto: Suparno/detikJatim)
Surabaya -

17 Tahun sudah lumpur Lapindo yang kini lebih sering disebut lumpur Sidoarjo menyembur. Seiring berjalannya waktu, perekonomian di sekitar lokasi lumpur semakin hancur.

Semburan Lumpur Lapindo terjadi di Kelurahan Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada 29 Mei 2006. Peristiwa itu menyisakan kesedihan mendalam bagi warga yang terusir dari desanya.

Dampak semburan Lumpur Lapindo, ribuan warga dari belasan desa di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin terpaksa meninggalkan desa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya itu, mereka juga harus meninggalkan mata pencarian masing-masing. Hal ini bisa disaksikan dari semakin banyaknya toko di sepanjang jalan yang tutup.

"Sebelum munculnya semburan Lumpur, di kanan kiri Jalan Raya Porong Lama ini mulai dari Tugu Kuning ke arah Malang banyak pedagang kali lima. Ada ratusan pedagang yang berjualan di sepanjang jalan ini. Sekarang tidak ada sama sekali, seperti kota mati saat malam hari," kata Samsul Hadi, Senin (29/5/2023).

ADVERTISEMENT

Samsul bertahan membuka usaha warung kopi di jalanan itu. Hanya dirinya satu-satunya pengusaha warung kopi yang masih bertahan setelah 41 tahun menjalankan usaha.

Dia telah membuka warkop itu sejak proses pembangunan jalan tol Surabaya-Gempol tahun 1982. Saat itu omzet setiap harinya lumayan besar. Dia bahkan memiliki 3-5 karyawan.

"Kalau sekarang sehari untung Rp 100 ribu sudah bagus. Warkop yang dulunya permanen sekarang bongkar pasang. Kalau nggak jualan mau makan apa? Ya, saya syukuri saja," ujarnya.

Hal yang sama disampaikan Rio Risqi (29), pedagang sepatu di Jalan Raya Porong lama. Sejak terjadinya semburan lumpur, omzet penjualan sepatunya turun drastis.

Sebelumnya, toko sepatu yang dia jalankan itu sempat memiliki 10 karyawan. Saat ini tinggal 3 karyawan. Sisanya dia rumahkan.

Jalan Raya Porong Lama setelah 17 tahun semburan lumpur seperti kota mati.Jalan Raya Porong Lama setelah 17 tahun semburan lumpur seperti kota mati. (Foto: Suparno/detikJatim)

"Dampak semburan lumpur omzet penjualan menurun drastis hingga 30 persen. Tapi toko ini tetap harus buka, karena toko ini satu-satunya penghasilan utama keluarga," katanya.

Untuk menyiasati agar tokonya tidak sampai gulung tikar, Rio merumahkan sebagian besar karyawannya. Apabila ada peningkatan penjualan, mereka dia pekerjakan lagi.

"Pada hari-hari tertentu seperti menjelang Hari Raya Idul Fitri dan ajaran tahun baru penjualannya meningkat. Tapi ya tidak signifikan, hanya 60 persen," kata Rio.

Pantauan detikJatim di Jalan Raya Porong lama, memang cukup banyak toko-toko yang tutup. Di antaranya toko konveksi, toko elektronik, apotek, juga toko onderdil mobil.

Camat Porong Choirul Anam membenarkan perekonomian di Kecamatan Porong terimbas lumpur Lapindo. Ratusan warga Porong banyak yang relokasi baik mandiri maupun bersama-sama.

"Dampak semburan lumpur banyak masyarakat Porong yang pindah ke daerah lain. Otomatis penduduknya berkurang, yang jelas putaran ekonomi juga menurun," kata Choirul.

Ia mengakui sejumlah toko di sepanjang jalan Raya Porong lama banyak yang tutup. Tetapi pihaknya tidak memiliki data yang kongkrit berapa jumlahnya.

"Memang benar banyak toko yang tutup, namun kami belum tahu jumlahnya," tandas Choirul.




(dpe/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads