Lumpur Lapindo menyembur 29 Mei 2006. Semburan lumpur menenggelamkan ribuan rumah yang ada di belasan desa, 3 kecamatan di Sidoarjo. Banyak perusahaan juga terdampak lumpur.
Roda nasib pengusaha kaya raya kini berputar jadi karyawan biasa. 31 perusahaan tenggelam terkena imbas semburan lumpur. Duka semakin berlipat ganda lantaran ada sebagian dari mereka yang belum mendapatkan ganti rugi meski suda mengantongi jaminan Surat Keputusan dari MK Nomor 83 Tahun 2013.
"Pemerintah sempat melaksanakan dikotomi, yang dibayar hanya warga, tapi untuk perusahaan belum dibayar ganti ruginya," ujar Marcus Johny Rany (62), salah satu pengusaha yang dulu merupakan pemilik PT Orental Samudera Karya kepada detikJatim, Senin (29/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditemui detikJatim, Johny mengatakan bahwa hingga saat ini 31 perusahaan termasuk miliknya belum pernah mendapatkan ganti rugi. Dia sebutkan bahwa total ganti rugi yang seharusnya didapatkan 31 perusahaan itu mencapai Rp 800 miliar.
Nihilnya ganti rugi atas aset perusahaannya yang ditelan lumpur membuat nasibnya benar-benar berubah. Ketika tanggul lumpur yang ada di depan pabriknya makin kritis, dirinya merelakan halaman pabriknya untuk menampung lumpur demi menyelamatkan rel kereta api, Jalan Raya Porong, serta permukiman penduduk.
"Setelah pabrik kami tenggelam oleh lumpur, proses ganti rugi dijanjikan segera diselesaikan. Tapi hingga saat ini belum ada realisasinya," kata Johny.
Lantaran tak juga menerima ganti rugi, sementara seluruh aset perusahaannya telah tenggelam ditelan lumpur, dengan terpaksa Johny bekerja ikut perusahaan lain sebagai seorang karyawan biasa demi bisa bertahan hidup.
"Dulu kami memiliki perusahaan, karena dampak lumpur, sekarang kami menjadi pekerja perusahaan," kata Johny.
Nasib yang tidak jauh berbeda dialami Andi Susilo. Dahulu, sebelum lumpur Lapindo menyembur dia merupakan seorang pengusaha pemilik PT Yama Indho Perkasa yang berlokasi di Kedung Bendo, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.
Andi mengatakan bahwa dirinya juga merupakan satu di antara puluhan pengusaha yang menjadi korban lumpur Lapindo. Perusahaan miliknya telah tenggelam. Tapi hingga saat ini proses ganti rugi tak kunjung direalisasikan.
"Kami ini warga korban lumpur, hingga saat ini ganti ruginya belum dibayar. Apa bedanya pemilik perusahaan dengan warga? Menurut kami tidak ada bedanya. Apalagi MK telah memutuskan bahwa pemerintah harus menyelesaikan proses ganti rugi korban lumpur," kata Andi.
Dia mengakui bahwa semburan lumpur Lapindo itu merupakan bencana bagi banyak orang. Sebagai salah satu korban lumpur, dia pun perlu melakukan sesuatu untuk menyambung hidup sehingga harus rela menjadi karyawan pabrik perusahaan milik orang lain.
"Karena dampak ganti rugi belum terbayar, yang dulunya kami pemilik perusahaan saat ini kami menjadi pekerja di salah satu perusahaan. Saya harus melakukan itu untuk menyambung hidup," kata Andi.
(hil/dte)