Kesibukan Sersan Satu (Sertu) Tri Djoko Purwanto sebagai babinsa di Desa Pakisaji, Kabupaten Malang, ternyata tidak menghalangi aksinya berbuat kebaikan. Di tengah tugasnya sebagai babinsa, Djoko masih menyempatkan diri mengajar para penyandang disabilitas.
Djoko aktif membina sebanyak 162 penyandang disabilitas berbagai usia. Mulai dari yang berusia 3 tahun hingga 30 tahun ke atas. Dari ratusan disabilitas, ada yang menderita tuna daksa, tuna wicara, tuna rungu, tuna netra dan kebanyakan adalah tuna grahita atau disabilitas intelektual.
Pria yang sehari-hari berdinas di satuan Koramil 0818 Malang-Kota Batu itu mengatakan, awalnya pada tahun 2017 dia bertugas sebagai babinsa koramil seperti pada umumnya. Tugasnya yakni memastikan situasi desa wilayahnya aman terkendali tanpa adanya gangguan atau keributan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya itu keliling-keliling desa lagi blusukan. Nah saya ketemu sama pemulung rumahnya jelek dan punya cucu 3 penyandang disabilitas semua. Mereka semua tidak sekolah, dan sempat saya tanya ternyata kendalanya tidak ada yang mengantarkan dan biaya," ujarnya kepada detikJatim, Senin (8/5/2023).
"Soal tidak ada yang mengantarkan memang benar karena kakeknya bekerja sebagai pemulung dan neneknya jadi pembantu rumah tangga. Kalau ayahnya sudah meninggalkan rumah sedangkan ibunya tidak bekerja karena harus merawat 3 anak yang mengalami keterbatasan untuk beraktivitas," sambungnya.
Setelah mengetahui kondisi keluarga tersebut, Djoko mencoba sedikit memberikan bantuan berupa sembako. Lalu saat berkeliling dan blusukan lagi, ia menemukan masih banyak penyandang disabilitas yang tidak bisa menikmati pendidikan di Desa Pakisaji dengan berbagai kendala.
"Dari bertemu banyak penyandang disabilitas itu membuat saya mengambil kesimpulan bahwa salah satu faktor mereka tidak sekolah karena masuk dalam prasejahtera. Betul sekolah gratis, tapi ongkos untuk ke sekolah dan lain-lain. Ada juga keluarga yang gak mau anaknya keluar rumah karena takut di-bully," kata dia.
Dari beragam permasalahan itu, tercetus ide untuk mengajari para penyandang disabilitas dengan pelajaran sekolah pada umumnya. Sebab, keinginan Djoko adalah membantu para penyandang disabilitas ini mendapatkan pembelajaran yang layak seperti pelajar lain.
Saat mengajar, Djoko memilih mengajak para penyandang disabilitas datang ke Koramil 07. Hal itu dilakukan karena pembelajaran yang dilakukan secara door to door akan memakan waktu banyak. Selain itu, para orang tua atau wali setuju jika anaknya diajar di Koramil karena dinilai lebih aman.
"Saya minta izin Danramil dan disetujui. Dari situ, saya mengajar awalnya dari Desa Pakisaji itu ada 9 penyandang disabilitas. Mereka saya jemput bawa mobil ke Koramil pada siang sekitar pukul 14.00 WIB hingga 16.30 WIB. Ini ya mengajar seperti les gitu. Sejak awal memang saya sendiri yang mengajar," terangnya.
Pria berusia 41 tahun itu mengaku sebenarnya dia pernah memiliki keinginan untuk menjadi guru. Sehingga, dalam memberikan pembelajaran kepada para penyandang disabilitas, tidak menjadi hal yang cukup sulit karena Djoko sendiri senang dan menikmatinya.
"Saya ajar baca, tulis, kesenian dan olahraga. Pokok semua yang ada di sekolah biasanya saya ajarkan. Tapi memang saya akui setelah mengajar selama beberapa waktu saya kewalahan karena sistem pembelajaran itu tidak bisa diajari bersamaan, tapi satu persatu. Nah dari situ saya dapat bantuan dari wali murid untuk mengajar," ungkapnya.
Berjalannya waktu, murid Djoko terus bertambah hingga puluhan. Melihat antusiasme itu membuat banyak orang semakin tertarik dan meminta anak-anak atau keluarganya yang menyandang disabilitas diajar di Koramil 07.
Tak berhenti pada memberikan pendidikan kepada para penyandang disabilitas. Djoko juga terjun untuk memperjuangkan para penyandang disabilitas mendapatkan jaminan kesehatan maupun bantuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Saya biasanya juga ke kelurahan, ngurus BPJS-nya anak-anak. Ya apa yang bisa saya bantu itu saya lakukan. Berjalannya waktu saya juga menemukan anak-anak binaan yang sudah dewasa dan masuk dalam usia produktif, di sini saya kembali berpikir bagaimana caranya mereka bisa bekerja," ucap dia.
Berbagai cara mulai dari menghubungi kenalan untuk memasukkan anak-anak penyandang disabilitas di usia produktif untuk bekerja di perusahaan maupun berwirausaha atau beternak.
"Jadi saya carikan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka. Jadi kalau ada yang bisa memelihara kambing ya saya bantu dapat kambingnya, terus misal ada yang bisa bikin batik ciprat rame-rame ya saya arahkan ke situ, intinya biar mereka tidak nganggur dan kalau keluar tidak aneh-aneh," tutur dia.
Sampai saat ini Djoko rutin melakukan pemantauan dan menengok anak-anak didik dan binaannya. Bapak satu anak ini mengaku tidak pernah merasa jenuh atau mengeluh, menurutnya apa yang dilakukan saat ini seperti healing dan wisata hati.
"Saya lebih suka habis piket gitu mantau ke rumah anak-anak. Terus mantau yang ternak kelinci atau kambing, karena kalau gak dipantau nanti tidak ada perkembangan. Kayak ini kelincinya kudisan harus diobati nah mereka diajari caranya merawat gitu," ucap dia.
"Menurut saya, bersama anak-anak ini lebih menyenangkan ketimbang saya harus ngopi dan nongkrong setelah pekerjaan saya selesai. Saya gitu ngopi-ngopi hanya sebentar-sebentar saja, karena menurut saya membantu anak-anak disabilitas ini lebih penting," sambungnya.
Saking banyaknya penyandang disabilitas yang dibina, Djoko pun membangun sebuah yayasan disabilitas bernama Kartika Mutiara. Yayasan ini juga sempat menarik perhatian dari KASAD Jenderal Dudung Abdurachman yang menyempatkan diri datang ke Malang beberapa waktu lalu.
Djoko berpesan, kepada para penyandang disabilitas tetap semangat dan jangan mudah menyerah meski memiliki keterbatasan. Ia berharap mereka harus tetap berjuang menjalani hidup.
"Saya juga berpesan kepada masyarakat luas jangan beranggapan disabilitas itu adalah aib dan harus dibeda-bedakan. Mereka diturunkan oleh Allah sebagai guru kita di dunia, guru kesabaran. Setidaknya menolong mereka dengan tulus bukan menjadi kesulitan bagi kita," pesannya.
(hil/fat)