Dalang dikenal sebagai profesi seorang pemimpin utama dalam pertunjukan wayang. Meski sudah mulai jarang peminatnya, ternyata masih ada pemuda-pemuda yang tertarik untuk terjun menekuni profesi dalang.
Salah satunya adalah Claudio Akbar Yudhistira (24) yang akrab disapa Dio. Pemuda asal Bandungrejosari, Sukun, Kota Malang itu adalah seorang dalang muda yang masih eksis hingga saat ini.
Profesi itu dia ambil karena memang sejak masih kecil Dio sudah menyukai wayang. Dia menyukai wayang sejak masih berusia sangat belia, yakni 3 tahun. Saat itu Dio yang masih balita sering tidur larut malam ketika menonton acara wayang kulit di televisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring waktu berjalan, orang tuanya mulai menyadari ada potensi dan ketertarikan anaknya di bidang pewayangan. Sekitar usia 5 tahun, orang tuanya pun memutuskan mengajaknya ke suatu sanggar untuk belajar lebih dalam tentang pedalangan.
"Awalnya dulu suka gambar-gambarnya, karena unik. Kalau 'nembangnya' ya belum paham. Sebelumnya dikira ya cuma senang-senang, tapi katanya orang usia segitu kok sudah 'teges'. Akhirnya diikutkan ke sanggar, namanya Tirta Laras," kata Dio, Senin (9/6/2025).
Saat itu, di sanggarnya kebanyakan yang belajar adalah orang dewasa. Hanya tiga orang saja yang masih muda, termasuk dirinya. Ia belajar dua kali tiap minggunya. Potensi yang dimiliki, membuat Dio dipercaya untuk naik ke panggung pada usia 5 tahun.
"Latihannya beberapa Minggu saja. Lalu tampil di acara khitanan salah satu dosen Universitas Kanjuruhan, banyak penontonnya. Ya percaya diri saja waktu itu. Sejak itu, saya ketagihan euforianya wayang, ternyata yang dulu saya lihat di TV, bisa saya lakukan," ungkapnya.
Alumnus SMKN 11 Malang itu kemudian mulai sering tampil pada kegiatan 17 Agustus, bersih desa dan acara lainnya. Selama menggeluti dunia wayang, memang tidak dipungkiri ada beberapa kesulitan yang dihadapi.
"Kesulitannya ada di tembang. Itu kunci dari pedalangan. Lalu bahasa pedalangan itu beda dengan bahasa sehari hari karena bahasa dalang itu termasuk bahasa sastra. Sulit menghapalnya, lalu ketika mencari padanan suatu kata misalnya, itu sulit sekali," terang Dio.
Tak hanya menyimpan ilmunya sendiri, Dio juga terus berupaya melestarikan seni budaya tersebut dengan turut serta menyebarluaskan semangat dan kecintaanya terhadap wayang kepada para generasi muda lainnya.
Ia ingin seni budaya ini terus lestari sampai kapan pun. Sebab, Dio meyakini banyak manfaat dan hikmah yang didapatkan dari seni budaya ini.
"Ya tentunya lebih mengetahui sejarah yang mungkin orang awam belum tahu. Misalnya perkembangan kerajaan kerajaan Jawa, itu tidak lepas dari wayang itu," tandasnya.
(dpe/abq)