Petang itu Agus Widodo dibuat kalang kabut. Banjir bandang tiba-tiba menerjang desanya. Sebenarnya desa Agus sudah jadi daerah langganan banjir, namun air bah yang datang kali ini adalah yang paling parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Agus cuma satu di antara ribuan korban banjir bandang yang menerjang Blitar Selatan, 17 Oktober 2022 lalu. Sutojayan, desa tempat tinggal Agus, merupakan kawasan yang paling parah terendam banjir. Warga di sana harus menanggung bencana parah akibat dampak alih fungsi lahan.
"Airnya masuk sejak subuh. Awalnya ya dikit-dikit gitu. Begitu petang, air bah datang tiba-tiba dari bukti di atas sana," ujar Agus kepada detikJatim kala itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah warga juga panik. Mereka segera menyelamatkan keluarga dan barang berharga yang dimiliki. Begitu pula dengan Agus. Keluarganya dievakuasi ke rumah tetangga yang lebih aman.
"Iya, keluarga aman, sudah saya antar ke rumah tetangga yang ada lantai duanya. Beberapa tetangga juga di situ. Kalau barang ya beberapa diselamatkan, ditaruh di tempat yang tinggi," katanya.
Agus menyebut Sutojayan memang selalu mengalami banjir tahunan. Namun, hampir sekitar 18 tahun banjir tidak pernah melebihi tinggi lutut orang dewasa. Terakhir kali banjir dengan skala besar terjadi pada tahun 2004.
"Paling besar ya banjir tahun 2004, baru kali ini banjir besar lagi. Banjir tahunan biasanya hanya selutut," imbuhnya.
Suasana tambah mencekam kala sirene Bendungan Serut meraung-raung. Sirene itu adalah pertanda agar warga di sepanjang aliran Bendungan Serut waspada akan potensi banjir bandang. Peringatan sirene dari bendungan yang berada di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro ini menjadi kenyataan. Ketinggian aliran air makin meningkat hingga meluber ke permukiman warga di Desa Dawuhan dan Plosorejo, Kecamatan Kademangan. Banjir ini bahkan meluas ke lima kecamatan.
Sebanyak 465 orang warga terpaksa mengungsi akibat banjir dengan ketinggian antara 20 cm hingga 1 meter lebih. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar menunjukkan, sebanyak 13 titik terdampak banjir yang tersebar di 5 Kecamatan. Total sebanyak 1.180 Kepala Keluarga (KK) terdampak diungsikan.
Tidak hanya itu, banjir juga merendam pada 1.179 unit rumah dan sebuah musala, serta jalan di Kecamatan Sutojayan yang sempat tidak bisa dilalui kendaraan. Lainnya, ada 15 sekolah di wilayah terdampak banjir memaksa siswa belajar secara daring.
Hewan Ternak Mati, Sawah Rusak Diterjang Banjir
Banjir yang melanda Kabupaten Blitar saat itu berdampak juga ke hewan ternak milik warga. BPBD Kabupaten Blitar mencatat puluhan hewan ternak hanyut terseret arus banjir.
"Ada 33 ekor kambing milik warga hanyut saat banjir," kata Kepala BPBD Kabupaten Blitar Ivong Berttyanto.
Selain kambing, 2.500 ekor ayam petelur dan 7 kandang ternak rusak karena banjir. Ribuan ayam dan kandang itu tersebar dari beberapa wilayah terdampak. Seperti Kecamatan Panggungrejo, Binangun, dan Sutojayan.
Sedangkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Blitar mencatat, banjir merendam area persawahan seluas 1.453 hektare. Ribuan sawah yang terendam, rinciannya Kecamatan Wonodadi seluas 122 hektare, Binangun 40,25 hektare, Wonotirto seluas 48 hektare.
Kemudian Kecamatan Kademangan seluas 239 hektare, Sutojayan paling luas yakni 690 hektare, Kecamatan Panggungrejo seluas 142,75 hektare dan Kecamatan Srengat seluas 171 hektare. Khusus Kecamatan Srengat, walaupun posisinya di Blitar barat, namun area persawahan juga terendam air hujan yang turun dengan intensitas tinggi selama tiga hari berturut-turut.
Kepala Dinas Pertanian Pemkab Blitar Wawan Widianto memaparkan, dari ribuan hektare sawah yang terendam itu, didominasi tanaman jagung dan pembenihan jagung.
"Yang Wonotirto itu itu dominasi jagung. Hampir semua mati jadi dipastikan gagal panen. Kalau yang Sutojayan itu pembenihan jagung dan mati semua terendam air sejak Minggu itu," papar Wawan.
Selain laporan sawah yang terendam, dinas pertanian juga menerima laporan kerugian lainnya. Yakni sebanyak 10 unit pompa air hanyut terbawa banjir bandang di Desa Balerejo, Kecamatan Panggungrejo.
Secara geografis, lima kecamatan yang diterjang banjir bandang itu memang berada di bawah barisan perbukitan wilayah Blitar selatan. Kawasan di bawah pemangku Perhutani KPH Blitar ini dulunya merupakan sentra hutan jati.
Kawasan ini secara perlahan dibuka warga sekitar yang bekerja sama dengan Perum Perhutani KPH Blitar. Istilahnya magersari. Yakni dengan mengubahnya menjadi lahan lebih produktif. Warga yang kemudian menanaminya dengan palawija, kopi, jagung, hingga tebu.
Jagung dan tebu kemudian menjadi pilihan utama penggarap lahan karena lebih menguntungkan secara ekonomis bagi mereka. Blitar sebagai sentra peternakan ayam layer, membutuhkan stok jagung yang banyak sebagai bahan pakan utama. Sementara kehadiran pabrik gula di Kabupaten Blitar menstimulasi para penguasa lahan untuk menyediakan stok tebu agar target produksi bisa tercapai.
Hutan Jati di Blitar Selatan Ditebang Diganti Tebu
Banjir yang menerjang Blitar Selatan, salah satu faktornya disebabkan karena adanya pembabatan hutan jati. Banjir makin parah karena adanya alih fungsi lahan tersebut. Hal itu dikatakan oleh Agus Budi Sulistyo, seorang pegiat lingkungan, warga asli Kecamatan Sutojayan.
Data yang dimiliki Agus Budi, lebih dari 8.000 hektare hutan jati di sepanjang perbukitan Blitar Selatan telah beralih fungsi. Pohon jati, tanaman keras yang akarnya mampu menahan derasnya aliran air hujan itu dibabat dan diganti dengan tanaman tebu.
"Perhutani melanggar Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 934/ Kpts/ Dir/ 2016 tentang Pedoman Agroforestri Tebu untuk Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Kawasan Hutan Produksi Perum Perhutani. Karena hal ini tidak dijalankan oleh manajemen Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar dengan baik berakibat banjir di Kecamatan Sutojayan," tegas Agus Budi.
Berdasarkan azas kelestarian hutan, agroforestri tebu didominasi jenis tanaman kehutanan dengan proporsi luas minimal 51% dan jenis tebu maksimal 49% dalam satu unit manajemen petak. Jumlah tanaman kehutanan per hektare rata-rata dalam satu petak minimal 400 pohon.
"Tapi Perhutani tidak melaksanakannya dengan baik," imbuh Agus Budi.
Pada Juli 2020, detikJatim pernah mewawancarai Wakil Administratur Perhutani Blitar yang masih dijabat oleh Sarman. Sarman mengakui jika ada alih fungsi lahan jati di 8.000 hektare kawanan lahan Perhutani Blitar. Lahan seluas itu memang ditanami tebu, karena masuk kategori lahan kosong.
"Kawasan Perhutani Blitar itu seluas 57.000 hektare. Dari luasan itu, ada 8000 hektare lahan kosong yang kemudian kami kerja samakan dengan masyarakat untuk ditanami tebu," kata Sarman saat diwawancarai pada 16 Juli 2020.
Sesuai ketentuan Permen LHK no 81 tahun 2016 disebutkan, ada 51 persen tanaman kehutanan dan 49 persen tanaman produktif bagi masyarakat sekitar lahan. Perhutani Blitar kemudian membuat kerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Sementara Dirut Perhutani KPH Blitar Teguh Waluyo mengakui, tahun ini penebangan hutan jati dan diganti dengan tebu tetap berlanjut. Area yang beralih fungsi seluas 10,5 hektare. Namun, area tersebut tetap akan ditanam pohon jati lagi setelah musim panen tebu.
"10,5 hektare penebangan awal tahun. Nanti akan ditanam lagi sesuai jadwal tribulan terakhir saat musim tanam, akan ditanam pohon Jati sama kayu putih," kata Teguh waktu itu.
WALHI Dorong Pemerintah Tak Cuma Fokus ke Kawasan Ekonomi
Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan beberapa daerah di Jatim diterjang banjir tahun ini. WALHI Jatim menyebut, tertutupnya daerah aliran sungai (DAS) memperparah luapan air banjir.
Banjir secara hampir bersamaan menerjang wilayah Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang Selatan, dan Blitar Selatan pada Oktober 2022. Di Blitar Selatan sendiri, banjir tahun ini adalah terparah. Indikasinya adalah meluasnya dampak banjir yang melanda hingga 5 kecamatan.
"Dari kajian sementara kami, ada tutupan lahan atau kawasan DAS terutama kawasan lindung yang beralih fungsi. Sehingga wilayah tangkapan aliran air atau water reservoirnya hilang. Seperti untuk usaha perekonomian warga ataupun industri," kata Direktur WALHI Jatim Wahyu Eka Setyawan diwawancarai pada 18 Oktober 2022.
WALHI mencatat, sejak tahun 2021 ada peningkatan signifikan bencana hidrometeorologi di Jatim. Selain faktor cuaca, di mana ada peningkatan intensitas hujan 200-500mm per hari, ada beberapa faktor lain yang membuat bencana makin parah dampaknya.
Faktor itu antara lain adanya alih fungsi kawasan, hilangnya tutupan hutan primer, dan alih fungsi beberapa kawasan. Kondisi ini mendorong meluncurnya air dari dataran yang lebih tinggi semakin cepat. Kemudian memicu timbulnya longsor.
"Kami menyoroti kebijakan pemerintah pada peruntukan kawasan itu tidak pernah dilihat. Hanya didorong sebagai kawasan ekonomi saja," ungkapnya.
Pernyataan WALHI Jatim itu diamini oleh Dirut Jasa Tirta 1 Raymond Valiant Ruritan. Dalam konferensi pers via Zoom yang diikuti detikJatim, 18 Oktober 2022, Raymond menjelaskan bahwa hulu dari aliran air yang masuk ke Bendungan Wlingi, kemudian terkoneksi dengan Bendung Lodoyo, berasal dari anak-anak sungai di daerah alirasn sungai (DAS) bawah perbukitan Blitar selatan. Di antaranya, Sungai Unut dan Bogel yang berada di Kecamatan Sutojayan.
Diketahui, intensitas hujan tinggi mengguyur Blitar sejak 15 Oktober 2022. Di Stasiun Bogel, curah hujan tercatat 300 mm per hari. Sedangkan di Stasiun Birowo, tercatat curah hujan 203 mm per hari. Hujan deras ini lah yang membuat debit air di kedua sungai itu meluap.
Luapan kedua anak sungai itu menyebabkan timbulnya banjir bandang, khususnya di Kecamatan Sutojayan dan meluas sampai sebagian timur Kecamatan Kademangan. Sedangkan limpasan air di Sungai Unut dan Bogel ini kemudian masuk ke Sungai Brantas. Di aliran air Sungai Brantas dibangun Waduk Wlingi Raya dan Bendung Lodoyo.
Raymond setuju dengan kajian parahnya banjir di Blitar Selatan merupakan dampak alih fungsi lahan hingga tertutupnya DAS di bawah bukit. Menurutnya, perubahan tata ruang punya dampak langsung pada limpasan permukaan naik ketika musim hujan. Hal ini menjadi faktor yang menambah risiko kebencanaan hampir di semua wilayah di Jatim.
"Perlu diketahui, Sungai Bogel ini sumbernya langganan banjir di Sutojayan. Pembenahan infrastruktur dengan normalisasi sudah dilakukan. Tapi ini peristiwa berulang dari sisi klimatologi. Risiko akan meningkat jika tata ruangnya tidak dibenahi," ungkap Raymond.