Alih Fungsi Lahan Jadi Biang Kerok Banjir di Bandung Raya

Alih Fungsi Lahan Jadi Biang Kerok Banjir di Bandung Raya

Bima Bagaskara - detikJabar
Senin, 17 Mar 2025 18:00 WIB
Warga berjalan melintasi banjir di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (16/3/2025). Banjir setinggi 30 sentimeter hingga 2 meter akibat luapan air Sungai Citarum saat intensitas curah hujan tinggi kembali merendam tiga kecamatan yakni Bojongsoang, Baleendah, dan Dayeuhkolot di Bandung Selatan. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.
Banjir di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. (Foto: Antara Foto/Novrian Arbi)
Bandung -

Banjir yang kerap melanda kawasan Bandung Raya memiliki akar masalah yang cukup kompleks. Salah satu penyebab utama terjadinya banjir adalah alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Seperti diketahui, banjir melanda sejumlah daerah di Bandung Raya seperti Cimanggung, Kabupaten Sumedang dan sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung. Banjir terjadi karena adanya pendangkalan sungai gegara alih fungsi lahan.

Sekda Jabar Herman Suryatman menerangkan, dirinya telah mengecek langsung kondisi daerah aliran sungai (DAS) Citarik dari hilirnya di wilayah Rancaekek hingga hulu yang bermuara di Citarik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi penyebabnya saya kira polanya tidak jauh berbeda antar DAS ini, yang pertama terjadi pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai dan itu disebabkan alih fungsi lahan di hulu," kata Herman, Senin (17/3/2025).

"Ada pemukiman, perumahan yang tentu kami yakin tidak semuanya mengikuti ketentuan. Kan ada ketentuannya (mendirikan) perumahan permukiman, harus memperhatikan ruang terbuka hijaunya," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Di wilayah Cimanggung dimana banjir merendam empat desa, Herman menyebut mendapati ada 5 perumahan yang diduga melanggar aturan tata ruang. Alih fungsi lahan itu menurut Herman membuat Sungai Cimande.

"Di Cimanggung itu ada kurang lebih 5 pengembang, ada 5 perumahan. Kami minta dievaluasi kemudian diingatkan agar semuanya taat aturan tata ruang, menyiapkan ruang terbuka hijaunya agar tidak terjadi erosi terjadi pendangkalan," tegasnya.

Sementara banjir yang kerap terjadi di Kabupaten Bandung kata Herman disebabkan banyaknya timbulan sampah di Sungai Cikapundung yang alirannya masuk ke Sungai Citarum.

"Di sekitar Bojongsoang itu ada pertemuan antara Sungai Cikapundung dengan Sungai Citarum. Dari Sungai Cikapundung banyak sampahnya, sementara pintu air ke Citarum terbatas," ucap Herman.

"Jadi air yang masuk dengan air yang tersalurkan ke Citarum itu tidak seimbang, terjadi backwater juga. Jadi banjir itu karena adanya air yang tidak bisa tersalurkan ke Citarum," lanjutnya.

Selain itu, banjir juga disebabkan karena kurangnya jumlah tanggul yang semestinya dibangun. Herman mengungkap, dari 2,1 kilometer kebutuhan tanggul, baru 400 meter yang dibangun.

"Saya lihat ada kurang lebih 2,1 km yang harus ditanggul dan faktanya yang baru dibuatkan tanggul itu ada 400 meter sehingga ada 1,7 km yang harus dibuatkan tanggul. Sehingga yang 1,7 km itu sangat rentan kalau ada backwater itu pasti masuk ke perkampungan," terangnya.

Lebih lanjut, Herman menjelaskan saat ini Pemprov Jabar tengah menyiapkan rancangan peraturan gubernur (Rapergub) tentang pengendalian alih fungsi lahan. Aturan dalam Rapergub menurutnya bakal jadi pedoman untuk mengendalikan alih fungsi lahan di Jawa Barat.

"Seminggu terakhir ini kami menyiapkan Rapergub tentang pengendalian alih fungsi lahan. Mudah-mudahan besok bisa ditandatangani oleh Pak Gubernur dan itu menjadi dasar provinsi bersama kabupaten kota untuk mengendalikan alih fungsi lahan," ungkapnya.

(bba/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads