Sebut Dakwaan Jaksa KPK Tak Terbukti, Pengacara Tetap Minta Mbak Ita Bebas

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 15 Agu 2025 13:30 WIB
Eks Walkot Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri dalam sidang kasus dugaan korupsi keduanya di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Jumat (15/8/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Tim penasihat hukum Wali Kota Semarang nonaktif Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, tetap meminta Mbak Ita dibebaskan dalam perkara korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Hal itu tertuang dalam duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK.

Pengacara Erna menilai jaksa gagal membuktikan bahwa Mbak Ita memerintahkan atau menginstruksikan perbuatan melanggar hukum seperti yang disampaikan jaksa.

"Sepanjang persidangan untuk terdakwa I (Mbak Ita), tidak pernah ditampilkan bukti sadapan, bukti chat elektronik, maupun bukti yang menunjukkan terdakwa I memerintahkan seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat melawan hukum," kata Erna di Tipikor Semarang, Jumat (15/8/2025).

"Begitupun pengakuan seluruh saksi yang dihadirkan. Keseluruhannya menerangkan tidak pernah menerima arahan khusus atau arahan tertentu oleh terdakwa I," lanjut Erna.

Ia menyoroti JPU yang membandingkan kasus Ita dengan kasus OTT eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, yang dinilai tak relevan. Dalam perkara Ita, kata Erna, Kepala Bapenda justru melenggang bebas tanpa ikut bertanggung jawab.

"Menjadi kerancuan, apa yang hendak disamakan oleh penuntut umum? Karena dalam perkara tersebut perbuatan memotong insentif pajak diinisiasi terpidana dan dilakukan langsung sebelum diterima, dan Kepala BPPD Sidoarjo ikut mempertanggungjawabkan perbuatan yang dimaksud," ujarnya.

Kuasa hukum juga membantah tuduhan adanya kerja sama atau representasi antara Ita dan Alwin dalam dugaan suap pengadaan meja-kursi SD maupun proyek di 16 kecamatan. Menurut mereka, saksi-saksi kunci bahkan mengaku tak pernah bertemu atau menyerahkan uang kepada Ita.

"Ahli menyatakan, hukum pidana tidak mengenal istilah representasi. Sebab dikenal adalah turut serta dengan adanya kewajiban pembuktian dua kesengajaan. Dalam pertanggungjawaban pidana juga tidak dikenal representasi akibat adanya hubungan perkawinan antara suami istri," ungkapnya.

Terkait tuduhan penerimaan Rp 1,2 miliar dari Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari alias Iin, tim pengacara menyebut seluruh uang telah dikembalikan sebelum KPK memulai penyidikan.

Mereka juga menekankan iuran kebersamaan pegawai bersifat sukarela dan bukan bagian dari kas umum daerah. Ia membantah Ita pernah meminta iuran kebersamaan sebanyak Rp 300 juta kepada Iin lewat tulisan di kertas. Uang itu disebut sebagai tambahan operasional dari Bapenda.

"Tambahan operasional wali kota diberikan oleh saksi Indriyasari pada terdakwa I dan telah dikembalikan kepada saksi Indriyasari sebelum penyidikan oleh KPK RI," tuturnya.

Erna juga mengatakan, Ita tak pernah meminta pegawai Bapenda untuk membakar buku ataupun mengganti ponsel. Arahan itu disebut justru berasal dari perkataan Indriyasari.

"Menurut keterangan saksi Syarifah di persidangan buku catatan tentang rincian iuran kebersamaan tersebut dibakar atas perintah saksi Indriyasari," jelasnya.

Ia turut membantah tuduhan JPU bahwa acara lomba masak nasi goreng dan Semarak Simpang Lima Harmoni Keluarga & Gebyar Pemuda Kita Hebat digelar untuk mendongkrak popularitas kliennya.

Erna menegaskan, dua kegiatan tersebut murni program untuk masyarakat, bukan kampanye terselubung. JPU disebut melakukan framing agar kegiatan itu seolah dilaksanakan demi Ita.

Ia juga memaparkan, lomba nasi goreng sejalan dengan program ketahanan pangan Presiden yang semakin gencar sejak Ita menjabat wali kota. Sementara kegiatan Semarak Simpang Lima disebut bertepatan dengan ulang tahun Kepala Bapenda, Indriyasari.

"Agenda Semarak Simpang Lima Harmoni Keluarga dan Gebyar Pemuda Kita Hebat itu sendiri adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Bapenda Kota Semarang. Kegiatan tersebut bertepatan dengan ulang tahun Kepala Bapenda, Indriyasari, dan diikuti oleh lima OPD," urainya.

Terkait pendanaan, Erna mengatakan Ita sempat menanyakan soal tambahan hadiah, namun dijawab sudah ada di anggaran. Semua hadiah, lanjutnya, diberikan kepada warga, bukan kepada Ita.

Pengacara juga menepis klaim Ita menerima tambahan operasional Rp 1,8 miliar. Menurutnya, Ita justru mengembalikan Rp 1,2 miliar kepada Indriyasari sebelum penyidikan KPK.

"Penuntut umum menguraikan bahwa seharusnya pengembalian yang dilakukan terdakwa 1 berjumlah Rp 1,8 miliar. Bilangan tersebut bertambah karena penuntut umum membebankan pengembalian terhadap uang yang tidak pernah diterima oleh terdakwa I," ungkapnya.

Ia menyebut tidak ada bukti Ita menerima Rp 222 juta untuk lomba nasi goreng dan Rp 161,2 juta untuk hiburan Semarak Simpang Lima, ataupun Rp 300 juta tambahan operasional Januari 2024. Erna kemudian menutup duplik dengan memohon majelis hakim membebaskan Ita dari dakwaan.

"(Meminta majelis hakim) Menyatakan terdakwa I Hevearita Gunaryanti Rahayu bebas dari dakwaan hukum atau setidak-tidaknya lepas dari tuntutan hukum," pintanya.

Jaksa Tolak Pembelaan Mbak Ita di halaman selanjutnya...




(afn/aku)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork