Kuasa hukum Martono terdakwa penyuap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri mengungkapkan kliennya memilih menerima vonis 4,5 tahun bui dari majelis hakim. Menurutnya, proses hukum yang dijalani cukup menguras tenaga.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Martono, Khaerul Anwar, usai sidang vonis di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.
"Banyak hal yang perlu dipertimbangkan oleh Pak Martono karena proses menghadapi proses hukum seperti ini cukup melelahkan buat beliau. Kedua, beliau ingin segera move on menjalani prosesnya," kata Khaerul di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (11/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khaerul menjelaskan, pihaknya belum menerima salinan putusan secara resmi. Ia juga belum mengetahui apakah salinan putusan tersebut bisa diunduh seperti yang disampaikan majelis hakim.
"Apakah kemudian salinan putusan itu bisa kita download seperti yang disampaikan majelis hakim dalam hal ini satu hari atau dua hari kita juga belum tahu. Biasanya juga cukup lama waktunya," ujarnya.
Meski jalur banding secara hukum masih terbuka, Khaerul mengatakan pihaknya saat ini belum berpikir untuk menempuh upaya hukum lanjutan.
![]() |
"Setelah kita dapat salinan putusan, tentu upaya hukum kita untuk banding dan seterusnya kan sudah tertutup. Kita berharapnya nanti kalau ada sesuatu yang krusial, kita akan pertimbangkan upaya hukum berikutnya. Tapi kita saat ini belum berpikir ke sana," ungkapnya.
Ia menambahkan, keputusan menerima putusan diambil setelah berdiskusi dengan Martono yang merupakan Direktur PT Chirmarder777 sekaligus eks Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang.
"Kaitan keputusan itu 4 tahun 6 bulan didiskusikan sama klien. Dia mengatakan menerima, ya kita harus mengikuti," tutupnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amir Nurdianto, mengatakan pihaknya pikir-pikir terkait vonis hakim.
"Jadi kalau di kita itu untuk keputusan seperti ini, walaupun terdakwa sudah menerima, kita pasti harus lapor dulu kepada pimpinan seperti apa," kata Amir usai sidang.
"Nanti saat akhirnya kita menerima keputusan itu, langsung kita bisa jalankan. Nanti dengan jaksa eksekutifnya KPK. Asal sesuai dengan ketentuan, sudah bisa kita eksekusi," lanjutnya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim yang telah mengakomodir tuntutan JPU, meski akhirnya putusan lebih rendah daripada tuntutan KPU.
![]() |
"Kalau putusan berbeda dengan tuntutan kami itu sudah biasa, itu haknya hakim. Makanya kami pikir-pikir dulu, tujuannya kami laporkan pimpinan terlebih dahulu, tidak langsung ikut menerima putusan itu," katanya.
Sebelumnya diberitakan, penyuap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri resmi divonis penjara 4 tahun 6 bulan oleh Majelis Hakim. Ia terbukti menyuap Alwin-Ita demi proyek penunjukan langsung (PL) tingkat kecamatan tahun anggaran 2023.
"Terdakwa Martono terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama berlanjut sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi saat membacakan amar putusan, Senin (11/8).
Martono disebut terbukti melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan denda sejumlah Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," tuturnya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rio Vernika Putra membeberkan, Ita dan Alwin menerima suap dari Direktur PT Chimader777 sekaligus Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.
"Penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dari Martono," kata Rio dalam sidang perdana Mbak Ita, Senin (21/4/2025).
Mbak Ita dan Alwin juga disebut menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.
"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4/2025).
"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.
(apu/rih)