Kesaksian Pejabat Semarang Kapok Beri Proyek Kolega Alwin, Hasilnya Copy-Paste

Kesaksian Pejabat Semarang Kapok Beri Proyek Kolega Alwin, Hasilnya Copy-Paste

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 14 Jul 2025 17:51 WIB
Wawali Semarang, Iswar Aminuddin (kiri) dan Kadisbudpar Kota Semarang, Wing Wiyarso (kanan) saat jadi saksi sidang dugaan korupsi Eks Walkot Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (14/7/2025).
Wawali Semarang Iswar Aminuddin dan Kadisbudpar Wing Wiyarso (kanan) dalam sidang dugaan korupsi Eks Walkot Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (14/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiyarso, blak-blakan mengaku menerima arahan dari suami eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Alwin Basri, untuk memberikan sejumlah proyek penunjukan langsung (PL) kepada orang-orang tertentu. Begini bantahan Mbak Ita, panggilan Hevearita.

Pengakuan itu disampaikan dalam sidang kasus dugaan korupsi yang membelit Mbak Ita dan suaminya di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat.

Dalam sidang, Wing menyebut tiga nama yang datang ke kantornya sebagai kolega Alwin, yakni M, K, dan Z. Ketiganya disebut mengajukan diri untuk mengerjakan proyek di Disbudpar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada saat itu kami sempat mendapatkan arahan untuk menerima tamu dari kolega dari Pak Alwin. Waktu itu ada Pak M, Pak K, dan Z," kata Wing di Tipikor Semarang, Senin (14/7/2025).

Ia menjelaskan, ketiga orang itu datang secara bergiliran. Mereka disebut Wing menyampaikan bahwa ditugasi Alwin untuk melaksanakan pekerjaan penunjukan langsung (PL).

ADVERTISEMENT

"Terkait dengan untuk urusan apa? Iya, beliau ditugaskan oleh Pak Alwin Basri untuk bisa melaksanakan beberapa pekerjaan PL di tempat kami," ujarnya.

Wing mengaku sempat meminta arahan kepada Ita setelah kedatangan tiga orang tersebut. Namun menurutnya, jawaban Ita yang saat itu menjadi wali kota justru multitafsir.

"Kami memohon arahan, apakah dilaksanakan sesuai normatif atau sesuai dhawuh (perintah). Bu Ita tidak menjawab secara tegas, tapi hanya menyampaikan 'ngono wae kok ora ngerti (begitu saja tidak tahu)'. Interpretasi saya ya dibantu," ungkapnya.

Wing pun menunjuk Z sebagai pelaksana kajian, meski kemudian hasil kajiannya bermasalah. Ia menilai laporan awal dari Z tidak sesuai harapan dan bahkan mengandung materi copy-paste.

"(Terlaksana semua?) Ada beberapa yang terlaksana. Sempat kami menegur karena dalam pelaksanaan awal pekerjaannya ada beberapa hal yang tidak terlaksana sesuai ketentuan," jelasnya.

Dia bahkan menyebut Z pernah ketahuan copy-paste. "Pada saat pelaksanaan kajian, yang saya hadiri secara langsung. Ketahuan oleh saya pada saat itu hanya copy-paste," lanjutnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantas membeberkan lima proyek kajian senilai puluhan juta rupiah yang dikerjakan Z sepanjang 2023. Proyek itu antara lain kajian kawasan wisata Tinjomoyo, inventarisasi industri pariwisata, hingga kajian soal tempat parkir Kota Semarang.

Wing menyatakan, proyek diberikan bertahap, dan yang mengatasnamakan dari Alwin hanya terjadi di awal. "Dan itu sepenuhnya saya serahkan pada kuasa pembina anggaran (KPA)," tuturnya.

Namun pada 2024, Wing mengaku tidak lagi melibatkan ketiga orang itu karena kualitas kerja mereka dinilai tidak memuaskan. Keputusan itu disebut berdampak pada dirinya.

"Pak Alwin dan Ibu agak keras ke saya. Proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh kami selalu di-review secara langsung oleh beliau. Ya, menurut kami bukan masalah. (Dicari-cari kesalahan?) Ya, kurang lebih seperti itu," terangnya.

Bantahan Hevearita bisa dibaca di halaman berikut:

Bantahan Ita

Ita yang hadir sebagai terdakwa pun langsung menanggapi kesaksian tersebut. Ia membantah pernah mengenal Z maupun memberi restu soal proyek PL tersebut.

"Pak Wing ini kok penuh kebohongan. Tadi menyampaikan 'kok koyo ngono' sepengetahuan Saudara Saksi, saya itu seperti apa sih?" tanya Ita.

"Saudara saksi ini mestinya tahu. Itu hanya yang kecil-kecil. Padahal yang besar saja Saudara nggak pernah laporkan ke saya. Contoh EO-EO, kenapa saya keras?" lanjutnya.

Selain mempertanyakan mengapa Wing menyebut dirinya keras, Ita juga mengaku tidak mengenal Z yang dimaksud Wing.

"Saya kecewanya apa, wong Saudara nggak melaporkan apapun terhadap Saudara Z. Saya juga nggak kenal dengan Saudara Z. Terus kemudian saya (dibilang) berubah itu," kata Ita.

Sementara itu, Alwin juga ikut menanggapi. Ia mempertanyakan kapan dirinya pernah mengenalkan ketiga orang yang disebut sebagai kolega Alwin.

"Saya nggak pernah telepon dan memperkenalkan tiga orang tadi ini," ujar Alwin.

Wing menyebut, Alwin memberitahukan bahwa ketiganya merupakan rekanan dirinya melalui ajudannya. Alwin pun berdalih tak memiliki ajudan.

"Saya nggak punya ajudan," kata Alwin singkat.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rio Vernika Putra membeberkan bahwa Ita dan Alwin menerima suap dari Direktur PT Chimader777 sekaligus Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.

"Penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dari Martono," kata Rio dalam sidang perdana Mbak Ita, Senin (21/4).

Dalam dakwaan Ita dan Alwin juga disebutkan, PT Deka Sari Perkasa dimenangkan dalam proyek pengadaan meja dan kursi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang senilai Rp 20 miliar. Rio mengungkap, Alwin sempat meminta komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek itu kepada Rachmat.

"Terdakwa II meminta sejumlah uang sebagai komitmen fee kepada Rachmat. Atas permintaan Terdakwa II, Rachmat menyetujuinya dan akan menyiapkan fee sebesar 10 persen," ungkapnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto disebut mengajukan usulan pengadaan meja dan kursi siswa fabrikasi SD dalam APBD Perubahan Tahun 2023 dengan jumlah kebutuhan 10.074 buah dengan nilai usulan sebesar Rp 20 miliar. Usulan tersebut disetujui Ita dan disampaikan ke Iswar Aminuddin yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kota Semarang dan Ketua TAPD.

Permintaan fee itu dikomunikasikan sejak proses pengondisian anggaran, pengaturan spesifikasi teknis, hingga penunjukan langsung penyedia. Rachmat akhirnya menyerahkan uang suap sebesar Rp 1,75 miliar secara bertahap kepada Alwin, yang disebut bertindak atas sepengetahuan dan seizin Mbak Ita.

Jaksa menilai, pengadaan ini sarat dengan intervensi dari pucuk pimpinan Pemkot Semarang, tidak lagi berdasarkan pertimbangan teknis, melainkan karena adanya transaksi politik dan ekonomi.

"Setelah Terdakwa II mengetahui uang tersebut (Rp 1,75 miliar) sudah siap diserahkan, Terdakwa II meminta agar Rachmat menyimpan uang tersebut terlebih dahulu dan diambil sewaktu-waktu," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(apu/ahr)


Hide Ads