Proyek pengadaan meja dan kursi di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang senilai Rp 18 miliar kembali menjadi sorotan dalam sidang dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya Alwin Basri. Saksi mengungkap adanya dugaan titipan perusahaan dari Alwin Basri.
Sidang lanjutan agenda pemeriksaan saksi ini digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Saksi yang dihadirkan salah satunya Kepala Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Hendrawan.
Dalam keterangannya menjawab pertanyaan majelis hakim yang dipimpin Hakim Gatot Sarwadi, Hendrawan menyebut penetapan proyek meja dan kursi di Disdik Kota Semarang dilakukan pada Oktober 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Nilai proyek berapa?) Setahu saya waktu itu sekitar Rp 18 miliar. (Yang mengerjakan betul PT Dekasari?) Iya," kata Hendrawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (16/6/2025).
Namun, karena adanya selisih ongkos kirim dalam proyek tersebut, dilakukan peninjauan lapangan ke produsen di Kabupaten Pemalang. Hendrawan mengaku ikut dalam kunjungan lapangan ke pabrik produsen mebel di Pemalang bersama Dinas Pendidikan.
Dalam kunjungan itu, Hendrawan pun mengaku menerima goodie bag yang berisi tumbler dan uang transport sebesar Rp 2,5 juta.
"Diberikan kayak tumbler sama biaya transport. (Asalnya dari mana?) Saya juga kurang tahu, bukanya itu kan saya waktu di Jakarta. Waktu itu saya perjalanan langsung. Nggak tahu kalau dalamnya ada amplop," ungkapnya.
Ketika ditanya hakim soal siapa pemilik PT Dekasari Perkasa, Hendrawan awalnya mengaku tidak tahu. Namun kemudian ia menyebut mendapatkan informasi dari Farid, pegawai Disdik Kota Semarang, bahwa perusahaan itu merupakan titipan dari 'Bapake'.
"Kalau dasarnya yang tahu persis (PT Deka Sari Perkasa adalah milik Rachmat Djangkar) BPK. (Saudara mendengar BPK bilang apa? Titipan dari Bu Ita?) Kalau Bu Ita nggak ada, 'Bapake'," ungkapnya.
"('Bapake' itu siapa?) Bapake waktu itu mungkin yang dimaksud Pak Alwin. (Yang memberi tahu siapa?) Pak Farid," jelasnya.
Diketahui, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar merupakan penyuap Mbak Ita dan Alwin yang mendapat jatah pekerjaan pengadaan meja dan kursi fabrikasi pada Perubahan APBD 2023 yang nilainya mencapai Rp 20 miliar.
Di akhir proyek, tim Inspektorat dan PBJ melakukan evaluasi dan menemukan selisih harga sebesar Rp 190 juta yang harus dikembalikan oleh PT Dekasari.
"Yang menemukan itu tim bersama. Kita dasarnya waktu itu dari referensi harga konsolidasi. (Itu menjadikan temuan yang harus dikembalikan oleh PT Dikarsa?) Iya.
(Perintahnya dari mana?) Waktu itu dari Bu Wali Kota," urainya.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, menuntut terdakwa Rachmat Utama Djangkar dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan akibat menyuap mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu sekitar Rp 1 miliar demi mendapat proyek pengadaan barang dan jasa di Pemkot Semarang.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama, melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Rabu (28/5).
Jaksa menjelaskan, suap sebesar Rp 1,75 miliar diberikan terdakwa kepada Mbak Ita, yang saat itu merupakan Plt Wali Kota Semarang, serta kepada suaminya, Alwin Basri.
"Terdakwa memberikan uang sebesar Rp 1,75 miliar kepada Hevearita Gunaryanti Rahayu selaku Plt Wali Kota Semarang maupun Wali Kota Semarang dengan Alwin Basri dengan maksud agar PT Deka Sari Perkasa mendapatkan pekerjaan pengadaan kursi fabrikasi SD pada APBD Perubahan Kota Semarang tahun anggaran 2023 sebesar Rp 20 miliar," paparnya.
(rih/afn)