Jaksa Ungkap Ada 'Pasal Anestesi' di Balik Kematian Mahasiswi PPDS Undip

Jaksa Ungkap Ada 'Pasal Anestesi' di Balik Kematian Mahasiswi PPDS Undip

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 26 Mei 2025 18:18 WIB
Sidang perdana terdakwa kasus bullying PPDS Undip yang berujung kematian dr Aulia, Zara Yupita Azra, di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Senin (26/5/2025).
Terdakwa kasus bullying PPDS Undip yang berujung kematian dr Aulia, Zara Yupita Azra, di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang perdana kasus bullying dan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) berujung kematian dr Aulia Risma mengungkap sejumlah fakta. Dalam dakwaan, terungkap adanya 'pasal senior selalu benar', hukuman fisik dari senior ke junior, hingga pemerasan mencapai total ratusan juta rupiah.

Pantauan detikJateng, sidang dengan terdakwa Zara Yupita Azra dimulai sekitar pukul 14.20 WIB di Pengadilan Negeri (PN) Kota Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika mengatakan Zara merupakan kakak pembimbing (kambing) mendiang Aulia.

'Pasal Senior Selalu Benar'

Zara yang saat itu merupakan angkatan 76 PPDS Anestesi Undip, memberikan materi kepada Aulia dan teman-teman angkatan 77 PPDS Anestesi Undip melalui Zoom Meeting, Juni 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam pertemuan tersebut dr. Zara Yupita Azra memberikan arahan dan perintah kepada angkatan 77 mengenai adanya sistem operan tugas berupa makan prolong, joki tugas, dan keperluan-keperluan lainnya," kata Shandy di PN Semarang, Senin (26/5/2025).

Ia juga menyampaikan pasal anestesi dan tata krama anestesi yang wajib dilaksanakan. Adapun, isi pasal anestesi tersebut yakni senior selalu benar, bila senior salah kembali ke pasal 1, hanya ada 'ya' dan 'siap', yang enak hanya untuk senior, bila junior dikasih enak tanpa tanya 'kenapa?' mencerminkan kondisi bahwa junior seharusnya tidak mendapatkan kemudahan, jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami.

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu, ada pula tata krama anestesi yang harus ditaati mahasiswa. Mulai dari izin bila bicara dengan senior, semester nol hanya bisa bicara dengan semester satu, dilarang bicara dengan semester di atasnya, harus senior yang bertanya langsung, haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas.

"Terdakwa Dr. Zara Yupita menyampaikan, 'kalian sudah tahu pasal anestesi itu apa? Itu dihafalkan di pedoman itu paten di anestesi'," tuturnya.

Menyediakan Makan untuk Senior

Shandy menyebut, Zara mendoktrin mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77 untuk menerapkan pasal dan tata krama anestesi. Kemudian, ada pula operan tugas bagi mahasiswa PPDS untuk menyediakan makan prolong, logistik, transportasi, hingga mengerjakan tugas ilmiah senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

"Bahwa makan prolog sendiri adalah istilah yang digunakan untuk makanan yang disediakan bagi seluruh pasien senior dan atau dokter penanggung jawab pelayanan DPJP yang masih bertugas di atas jam 18.00 WIB di RSUP dr. Kariadi," jelasnya.

"Proses penyediaan makanan makan prolong ini merupakan implementasi langsung dari doktrin yang enak hanya untuk senior dan bila junior dikasih enak (harus) tanya," lanjutnya.

Ia menyebut, penyediaan makan prolong ini bukan merupakan inisiatif sukarela dari angkatan 77, melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari pasal anestesi dan tata krama anestesi yang disebut Zara.

"Seluruh biaya makan porong ini dibayarkan kepada anggota angkatan 77 tanpa adanya kontribusi dari senior yang memiliki makan tersebut. Sebagaimana diperintahkan terdakwa Zara Yupita," tuturnya.

Berdasarkan bukti transfer dalam rekening mendiang Aulia dan teman seangkatannya, transfer dana untuk keperluan makan prolong ini dilakukan secara rutin selama kurang lebih 6 bulan. Uang yang terkumpul total Rp 766 juta.

"Rekening atas nama Aulia Risma Lestari sebesar Rp 494.171.000. Dari rekening atas nama Bayu Ardibowo sebesar Rp 272.500.000. Total Rp 766 juta," ungkapnya.

Selain adanya penyediaan makan prolong tersebut, ada pula bukti transfer untuk membayar joki tugas untuk menyelesaikan tugas para senior. Dengan sistem joki tugas ini, angkatan 77 diwajibkan untuk membayar pihak ketiga yang akan mengerjakan tugas-tugas akademik senior mereka.

"Total (transfer pembayaran ke pihak ketiga) Rp 98.058.500," ungkapnya.

Kerasnya 'Pasal Anestesi' selengkapnya yang diungkap jaksa, baca halaman selanjutnya

Hukuman Fisik

Shandy menyebut, senioritas yang didoktrinkan Zara melalui pasal anestesi dan tata krama anestesi itu merupakan bentuk identifikasi psikologis dan ancaman terselubung kepada angkatan 77.

Kemudian, Zara dan angkatan 76 sempat melakukan evaluasi kepada angkatan 77 pada Juli 2022 lalu. Ia disebut melontarkan kata-kata kasar serta menghukum dokter Aulia dan kawan-kawan.

"Mengumpulkan angkatan 77 di basecamp 76 setiap mereka melakukan kesalahan di mana angkatan 77 diberikan hukuman berupa berdiri kurang lebih selama 1 jam dan difoto. Foto tersebut kemudian dilaporkan kepada grup 23 anestesi," paparnya.

"Setelah hukuman berdiri, angkatan 77 dipersilakan duduk untuk dilakukan evaluasi dari jam 02.00 WIB sampai dengan jam 03.00 WIB," lanjutnya.

Ia mengungkapkan, jika angkatan 77 terus melakukan kesalahan, mereka akan terus dihukum di waktu istirahat mereka. Zara juga disebut mengutarakan pesan teks yang intimidatif, termasuk akan mempersulit hidup Aulia.

"Terdakwa mengancam akan mempersulit hidup almarhum Aulia Risma hingga keluar dari program anestesi jika terdakwa atau seniornya sampai mendapat hukuman karena kesalahan almarhum Aulia Risma," ujarnya.

"Jika terdakwa sampai kena hukuman tambah jaga dan jaga full satu bulan, maka tidak hanya almarhum Aulia Risma yang akan diajukan ke senior untuk menerima hukuman tapi semua angkatan," imbuhnya.

Shandy menyampaikan, relasi kuasa antara senior dan junior memiliki pengaruh signifikan terhadap perjalanan akademik junior di PPDS Anestesi Undip. Doktrin dan sistem senioritas ini secara efektif berfungsi sebagai ancaman kekerasan psikologis.

"Yang membuat angkatan 77 terpaksa menyerahkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan keinginan senior," tuturnya.

Setor ke Senior Total Rp 864 Juta

Angkatan 77 tidak memiliki pilihan lain selain mematuhi perintah terdakwa Zara karena penolakan dapat berakibat pada hambatan dalam pelajaran akademik mereka. Perbuatan Zara itu dinilai bertentangan dengan etika dan kode etik profesi kedokteran.

"Akibat perbuatan terdakwa Dr. Zara Yupita, mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77 terpaksa secara bertahap mengumpulkan dan mengeluarkan uang dengan jumlah total sebesar Rp 864 juta," ungkapnya.

Shandy mengatakan, mahasiswa angkatan 77 tidak ada yang berani menanyakan biaya untuk makan prolong, logistik, transportasi, karena pakem di lingkungan PPDS anestesi Undip Semarang membatasi cara komunikasi di antara senior-junior.

Rangkaian ancaman kekerasan dari pasal anestesi dan tata krama anestesi juga dikatakan berdampak buruk terhadap mendiang Aulia, yang kata Shandy, meregang nyawa akibat kekerasan psikis selama di PPDS Anestesi Undip.

"Dapat disimpulkan kalau faktor utama yang ditemukan pada almarhum dokter Aulia Risma adalah hilangnya rasa kepercayaan diri, frustrasi, ketakutan yang mendalam, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan berkontrol serta penghayatan ketidakberdayaan," terangnya.

"Dampak ini menjadi masalah psikologis yang serius, mengarah pada gangguan suasana hati depresi yang berujung pada tindakan mengakhiri hidupnya sendiri," lanjutnya.

Akibat perbuatannya, Zara didakwa Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan, Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Terdakwa Tak Ajukan Eksepsi

Adapun, atas dakwaan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Kaerul Anwar menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan.

"Kita ingin cepat disidangkan pokok perkaranya, yang kita uji adalah faktanya di persidangan," kata Kaerul, ditemui usai sidang.



Simak Video "Video Polisi Tetapkan Tersangka Kasus Kematian Dokter Aulia PPDS Undip"
[Gambas:Video 20detik]


Hide Ads