Terungkap Zara Senior PPDS Undip Hina-Hukum Fisik Angkatan dr Aulia

Terungkap Zara Senior PPDS Undip Hina-Hukum Fisik Angkatan dr Aulia

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 28 Mei 2025 14:24 WIB
Sidang perdana terdakwa kasus bullying PPDS Undip yang berujung kematian dr Aulia, Zara Yupita Azra, di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Senin (26/5/2025).
Sidang perdana terdakwa kasus bullying PPDS Undip yang berujung kematian dr Aulia, Zara Yupita Azra, di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Sejumlah fakta terungkap dalam persidangan perdana kasus bullying dan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) berujung kematian dr Aulia Risma. Salah satunya, terdakwa Zara Yupita Azra diketahui memberi makian bahkan hukuman fisik kepada angkatan mendiang.

Fakta itu diutarakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sandhy Handika, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (26/5). Diketahui, Zara tergabung dalam Angkatan 76 PPDS Anestesi Undip, sementara dr Aulia Angkatan 77.

Sandhy menuturkan selama menjalani pendidikan spesialis, dr Aulia dan teman-teman angkatannya didoktrin Zara yang bertugas sebagai kakak pembimbing (kambing) mereka. Terdakwa memberikan materi mengenai 'pasal dan tata krama anestesi' dalam pertemuan yang dihelat via Zoom Meeting.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam persidangan, disebutkan senioritas yang didoktrinkan Zara adalah bentuk identifikasi psikologis dan ancaman terselubung kepada Angkatan 77. Pada Juli 2022, Zara dan Angkatan 76 mengevaluasi Angkatan 77. Namun, evaluasi dilontarkan melalui kata-kata kasar.

"Zara Yupita dan angkatan 76 lainnya menegur dengan marah-marah dan kata-kata kasar seperti lelet, payah," ungkap Sandhy, Senin (26/5).

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu. Sandhy menuturkan Zara juga memberi hukuman fisik kepada angkatan dr Aulia. Hukuman tersebut berupa berdiri.

"Memberikan hukuman berupa berdiri sesuai perintah senior. Mengumpulkan angkatan 77 di basecamp 76 setiap mereka melakukan kesalahan di mana angkatan 77 diberikan hukuman berupa berdiri kurang lebih selama 1 jam dan difoto. Foto tersebut kemudian dilaporkan kepada grup 23 anestesi," paparnya.

"Setelah hukuman berdiri, angkatan 77 dipersilakan duduk untuk dilakukan evaluasi dari jam 02.00 WIB sampai dengan jam 03.00 WIB," lanjutnya.

Ancam Persulit Hidup dr Aulia

Fakta lain yang diungkap JPU adalah Zara sempat mengirim pesan teks intimidatif, di mana didalamnya berisi ancaman akan memersulit hidup mendiang.

"Terdakwa mengancam akan mempersulit hidup almarhum Aulia Risma hingga keluar dari program anestesi jika terdakwa atau seniornya sampai mendapat hukuman karena kesalahan almarhum Aulia Risma," ujarnya.

"Jika terdakwa sampai kena hukuman tambah jaga dan jaga full satu bulan, maka tidak hanya almarhum Aulia Risma yang akan diajukan ke senior untuk menerima hukuman tapi semua angkatan," imbuhnya.

Shandy menyampaikan, relasi kuasa antara senior dan junior memiliki pengaruh signifikan terhadap perjalanan akademik junior di PPDS Anestesi Undip. Doktrin dan sistem senioritas ini secara efektif berfungsi sebagai ancaman kekerasan psikologis.

"Yang membuat angkatan 77 terpaksa menyerahkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan keinginan senior," tuturnya.

Angkatan dr Aulia Terpaksa Kumpulkan Uang Rp 864 Juta

Karena doktrin yang diberikan, Angkatan 77 tidak mempunyai pilihan lain selain patuh. Termasuk secara bertahap mengeluarkan uang dalam jumlah besar hingga total ratusan juta rupiah.

Sandhy berkata penolakan kepada terdakwa Zara dapat berakibat pada hambatan dalam pelajaran akademik mereka. Perbuatan Zara itu dinilai bertentangan dengan etika dan kode etik profesi kedokteran.

"Akibat perbuatan terdakwa Dr. Zara Yupita, mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77 terpaksa secara bertahap mengumpulkan dan mengeluarkan uang dengan jumlah total sebesar Rp 864 juta," ungkapnya.

Shandy mengatakan, mahasiswa angkatan 77 tidak ada yang berani menanyakan biaya untuk makan prolong, logistik, transportasi, karena pakem di lingkungan PPDS anestesi Undip Semarang membatasi cara komunikasi di antara senior-junior.

Rangkaian ancaman kekerasan dari pasal anestesi dan tata krama anestesi juga dikatakan berdampak buruk terhadap mendiang Aulia, yang kata Shandy, meregang nyawa akibat kekerasan psikis selama di PPDS Anestesi Undip.

"Dapat disimpulkan kalau faktor utama yang ditemukan pada almarhum dokter Aulia Risma adalah hilangnya rasa kepercayaan diri, frustrasi, ketakutan yang mendalam, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan berkontrol serta penghayatan ketidakberdayaan," terangnya.

"Dampak ini menjadi masalah psikologis yang serius, mengarah pada gangguan suasana hati depresi yang berujung pada tindakan mengakhiri hidupnya sendiri," lanjutnya.

Akibat perbuatannya, Zara didakwa Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan, Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(apu/afn)


Hide Ads