Seorang calon legislatif berinisial M di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah diduga melakukan money politic atau politik uang. Bawaslu Kudus telah memproses kasus itu dan kini melimpahkannya ke kepolisian.
"Kalau berdasarkan kajian kita terbukti, soal nanti karena sudah masuk ke tahap penyidikan tinggal dari kepolisian," jelas Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kudus, Heru Widiawan dihubungi lewat sambungan telepon, Selasa (5/3/2024).
Dia mengatakan Bawaslu Kudus bersama dengan tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) telah melakukan koordinasi terkait dengan caleg yang saat kampanye menjanjikan hadiah umrah hingga mobil jika terpilih menjadi wakil rakyat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya tahapan di Bawaslu Kudus sudah selesai. Selanjutnya kasus itu diserahkan kepada kepolisian untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
"Kalau itu istilahnya penerusan kita menyampaikan laporan kepolisian, tahap penyelidikan, yang proses dari kepolisian, tahap di Bawaslu sudah selesai," jelas Heru.
Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh caleg itu adalah menjanjikan sesuatu barang kepada warga.
"Ya menjanjikan barang dan barang materi lainnya," Heru melanjutkan.
Dihubungi secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Kudus AKP R Danang Sri Wiratno belum berbicara banyak. Ia hanya mengatakan pihaknya akan merilis kasus caleg yang diduga melakukan politik uang tersebut.
"Terkait itu nanti akan kita rilis," jelas Danang singkat.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Bawaslu Kudus Moh Wahibul Minan mengatakan politik uang ini bermula adanya temuan alat peraga kampanye (APK) caleg daerah pemilihan 2 yang menjanjikan hadiah mobil hingga umrah jika menang. Bawaslu juga tengah memanggil caleg bersangkutan.
"Temuannya terkait dengan alat peraga kampanye di sana ada unsur menjanjikan kepada pemilih, dia akan memberikan hadiah umrah, hadiah mobil, sepeda motor, sepeda, dan sebagainya," terang Minan di Kudus, Selasa (13/2).
Minan mengatakan jika terbukti melanggar money politic, maka caleg tersebut terancam bui selama dua tahun. "Kalau terbukti bersalah pidana dua tahun dan denda Rp 24 juta, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 523," jelasnya.
(ahr/rih)