Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya, menjadi saksi bisu lahirnya grup lawak Aneka Ria Srimulat. Di tempat itu, juga menjadi akhir perjalanan Aneka Ria Srimulat, setelah sekitar 40 tahunan eksis menghibur masyarakat dengan panggung komedi dan musik.
Penulis buku Berpacu Dalam Komedi dan Melodi Teguh Srimulat, Herry Gendut Janarto mengatakan, Setelah pentas keliling di berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Gema Malam Srimulat kemudian hijrah untuk bermain regular di THR Surabaya pada tahun 1961. Saat itu Srimulat bermain dengan konsep yang lebih modern pada eranya.
"Saat itu dagelan Mataram masih dipakai, ada tambahan seperti Jhony Gudel dan Badempo. Saat itu, musiknya mulai memainkan music jazz, pop, meski mayoritasnya tetap keroncong. Sajian musik masih utama, dagelan musiknya masih selingan," kata Harry, saat dihubungi detikJateng, Jumat (4/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun badai menghampiri Gema Malam Srimulat. Pada tahun 1968, Sri meninggal dunia. Tidak adanya sosok Sri dipanggung, membuat Teguh memaksimalkan pementasan komedi pada penampilan Srimulat.
"Dagelan Mataram diramu dagelan non Mataram, sehingga masuk Paimo dan kawan-kawan. Pada tahun 1969, Teguh mulai menseriuskan Srimulat dalam bentuk lawak, tapi itu masih uji coba, kadang gak lucu, belum bagus, musik masih terus jalan. Seiring berjalannya waktu, Teguh mulai mendapatkan bentuk pementasan lawakan. Keunikan dari srimulat mulai ketemu, lalu jadilah Aneka Ria Srimulat," ucapnya.
Setelah Srimulat meninggal dunia, Teguh kemudian menikah dengan Djudjuk. Bersama dengan Djudjuk, Teguh terus melanjutkan membesarkan Srimulat. Sempat mengalami puncak kejayaan, Srimulat harus ditutup pada tahun 1990-an.
Herry menuturkan ditutupnya grup Srimulat karena kalah saing dengan perkembangan zaman. Selain itu, masalah internal di dalam tubuh Srimulat, membuat grup tersebut semakin tidak bisa dipertahankan.
"Adanya kesentakan tantangan zaman yang bertubi-tubi, sementara manajemen Srimulat tak siap menghadapi keserentakan tantangan zaman itu. Misalnya, banyak munculnya stasiun TV swasta, bioskop, menjamurnya video di tahun 1980-an, dan tontonan lain. Belum lagi, ada beberapa pemain inti Srimulat yang melepaskan diri dari induknya. Masih ditambah manajer Srimulat di Semarang, Jakarta dan Surabaya yang gagap menghadapi semua tantangan itu. Sementara pelan-pelan Pak Teguh Srimulat sebagai big bos juga mulai kecapekan dan undur diri di kurun 1990-an," terangnya.
Srimulat Surabaya Coba Dipertahankan
Putra pendiri Srimulat, Eko Saputro atau akrab disapa Koko mengatakan, setelah grup Solo, Jakarta, dan Semarang tutup, dirinya mencoba mempertahan Srimulat Surabaya. Waktu itu, kondisinya juga sudah tidak baik, namun dia sangat sayang jika cikal bakal Srimulat harus ditutup.
Koko kemudian tinggal di Surabaya selama satu minggu untuk mempelajari kondisi Srimulat disana. Disa sempat pesimis karena panggung, pertunjukan, hingga manajemen saat itu yang sudah tidak karuan.
"Di rumah saya paparkan banyak kerusakan, sehingga saya mau pinjam uang bapak, tapi malah ditanyai jaminannya apa. Saya bilang jaminanku aku yakin. Pada tahun 1993 saya pinjam Rp 15 juta, waktu itu banyak sekali. Saya diberi waktu 3 bulan untuk mengembalikan uang itu, saya nggak mau saya minta 6 bulan gak dikasih, dealnya 4 bulan. Tapi 4 bulan itu jika saya gagal saya disuruh pulang, tapi tetap mengembalikan uangnya," kata Koko.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pelan-pelan Koko memperbaiki panggung seperti memperbarui alat musik, dekor, memperbaiki kursi penonton. Lalu masuk memperbaiki penampil dengan mengganti baju pertunjukan dengan yang baru, dan memperbaiki penampilan para artisnya saat pementasan.
Untuk menarik lagi antusias penonton, dia bekerjasama dengan pengusaha yang ada di Surabaya. Saat itu, karyawan pabrik di Surabaya secara bergantian dijadwalkan menonton Srimulat. Dari kenalannya pengusaha Surabaya itu, dia juga mulai menembusi instansi-instansi lain seperti dinas dan sekolah, hingga akhirnya penonton Srimulat Surabaya sempat naik lagi.
"Saya diajari membuat proposal. Link-link mereka dibuka, jadi kalau pengusaha-pengusaha buat acara, lalu merember ke instansi. Hingga hampir setiap hari bisa main dua sampai tiga kali, setelah saya pegang itu," ucapnya.
Setelah itu, Koko mulai fokus untuk mengembalikan uang ayahnya sebesar Rp15 juta itu. Setelah uangnya ada, Koko meminta Teguh ke Surabaya untuk menyaksikan langsung dan mengembalikan uang tersebut.
"Beberapa bulan kemudian, bapak ke Surabaya lagi dan mengajak pulang ke Solo. Yang menjadi teka-teki sampai sekarang, bapak bilang kowe rasah bali neng Surabaya, wis cukup. Serahno karo sing biasanya. Padahal itu pas jaya-jayanya," ujarnya.
Sejak itu, kondisi Srimulat di Surabaya semakin redup, hingga akhirnya harus ditutup.
Simak Video "Video: Kadir Srimulat Kini Jadi Afiliator, Raup Puluhan Juta per Bulan"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)