Melacak Jejak Sejarah Pecinan di Klaten dari Sederet Bong Cino

Melacak Jejak Sejarah Pecinan di Klaten dari Sederet Bong Cino

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Senin, 23 Jan 2023 15:38 WIB
Salah satu makam di kompleks Bong Cino Bareng Lor, Kecamatan Klaten Utara, Klaten, Senin (23/1/2023).
Salah satu makam di kompleks Bong Cino Bareng Lor, Kecamatan Klaten Utara, Klaten, Senin (23/1/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Sejarah permukiman warga Tionghoa dan keturunannya di Klaten bisa ditelusuri dari sebaran tempat pemakamannya yang biasa disebut Bong Cino. Namun, Bong Cino di Klaten tersebar di beberapa wilayah. Lalu di mana lokasi permukiman warga Tionghoa di Klaten pada zaman dahulu?

Pantauan detikJateng, pemakaman warga Tionghoa di pusat kota Klaten berada di Kalurahan Bareng Lor, Kecamatan Klaten Utara. Di kompleks pemakaman yang dikelola yayasan itu terdapat ratusan makam yang terawat, baik makam lama maupun makam baru.

Di kompleks itu banyak makam dengan nisan berukuran besar berbahan tembok, keramik, maupun batu granit. Ada makam yang bertuliskan huruf Cina, ada pula yang berpahat ornamen naga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bong Cino juga ditemukan di Kecamatan Pedan, tepatnya di Desa Sobayan, Keden, dan Troketon. Di tiga desa tersebut, sebagian makam yang ada tampak tak terawat.

Di Kecamatan Wedi, Bong Cino berada di belakang Pasar Wedi Desa Karangasem. Di Kecamatan Jogonalan, kompleks permakaman serupa terdapat di jalan Wedi-Srowot, Desa Ngering.

ADVERTISEMENT

Di Kecamatan Delanggu, Bong Cino terdapat di tepi jalan Jogja-Solo, Desa Sekaran. Pengguna jalan Jogja-Solo bisa dengan mudah melihat kompleks makam yang berada di sisi barat jalan itu.

Menurut berbagai sumber literasi, pengamat budaya Klaten, Muhammad Ansori mengatakan pusat permukiman warga atau keturunan Tionghoa biasanya berada di dekat benteng Belanda. Hal itu untuk memudahkan pengawasan Belanda.

"Dekat benteng itu untuk mengawasi sirkulasi ekonomi. Di Klaten pusatnya di sepanjang Jalan Pemuda (Bareng, Klaten Tengah sampai Tonggalan)," kata Ansori kepada detikJateng, Senin (23/1/2023).

Buktinya, ujar Ansori, di sepanjang jalan tersebut banyak bangunan yang dikelola etnis Tionghoa. Jika ditarik ke belakang, Ansori menjelaskan, di pusat kota Klaten zaman dahulu ada benteng Belanda.

"Kalau kita tarik ke belakang itu cocok bahwa di situ ada benteng Englenberg. Memang bentengnya sudah tidak ada, tetapi permukiman masih ada jejaknya," papar Ansori.

Selain permukiman, jelas Ansori, ada juga jejak pemakaman atau bong di pusat kota. Bahkan ada bong yang menjadi satu dengan kuburan petinggi Jawa.

"Ada bong yang menjadi satu di pemakaman bangsawan saat itu, di momentomori itu (utara Bong Cino Bareng Lor)," imbuh Ansori.

Sementara itu, juru rawat Bong Cino Bareng Lor, Klaten Utara, Hargianto (63) mengatakan di pemakaman tersebut ada sekitar 800 makam. Ada yang berangka tahun 1800-an.

Selengkapnya di halaman berikutnya.

"Ada yang angkanya tahun 18, 1800-an. Sejak dulu sini ya pemakaman warga Tionghoa," ucap Hargianto kepada detikJateng di lokasi.

Menurut Hargianto, di Bareng Lor ada yang makam Tionghoa umum dan ada yang untuk satu keluarga.

"Kalau makamnya ukuran besar biasanya suami istri atau namanya samgong. Pusat pemakaman di sini, " kata Hargianto.

Mengenai pusat permukiman warga Tionghoa Klaten zaman dahulu, kata Hargianto, ada di sepanjang Jalan Pemuda. Mulai dari Bareng Lor sampai Tugu Adipura.

"Sepanjang Jalan Pemuda sampai tugu kantor Bupati dulu namanya Pecinan. Di Klaten tidak di satu lokasi, bahkan di kecamatan-kecamatan juga ada karena mungkin neneknya (dimakamkan) di sini anaknya di sana (kecamatan)," pungkas Hargianto.

Menurut Camat Pedan, Marjono, di wilayahnya ada beberapa desa yang menyimpan jejak keberadaan warga Tionghoa. Hal itu terlihat dari pemakaman di Desa Sobayan dan Keden.

"Ada dua kompleks makam, di Desa Sobayan dan Keden. Tapi yang Keden sebagian sudah hilang, yang di Desa Troketon konon juga ada tapi belum kita cek,'' ungkap Marjono saat dimintai konfirmasi detikJateng.

Salah satu warga Desa Sobayan, Aris mengatakan Bong Cino masih ada saat ini. Namun kondisinya sebagian sudah tidak terawat.

"Sebagian sudah tidak terawat karena sudah lama. Terakhir itu saat saya masih SD, sekitar 25 tahun lalu masih digunakan," kata Aris kepada detikJateng.

Halaman 2 dari 2
(dil/rih)


Hide Ads