Beberapa waktu lalu di media sosial sempat beredar video pengamen di salah satu pojok lampu merah di Jogja. Pengamen dalam video itu tergolong 'istimewa'. Betapa tidak, pengamen itu menggunakan Disk Jokey (DJ) set, lengkap dengan laptop dan speakernya.
Video tersebut salah satunya diunggah akun instagram @merapi_uncover, Sabtu (27/8) lalu. Namun, tidak ada keterangan kapan video tersebut direkam.
Dalam video itu terlihat meja kayu yang di atasnya terdapat laptop, DJ set, dan speaker serta electronic dance music (EDM). Musik kekinian pun mengalun kencang. Keterangan dalam postingan itu menjelaskan video tersebut direkam di lampu merah Terminal Condongcatur, Sleman, DIY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video pengamen itu bisa menjadi salah satu petunjuk bahwa slogan 'Jogja Istimewa' telah merasuk ke seluruh lapisan masyarakat Jogja. Sehingga pengamen pun tidak mau kalah untuk jadi 'istimewa'.
Sudah sejak lama Jogja dikenal sebagai kota seni. Nama-nama besar seperti Butet Kertaredjasa, Eko Nugroho, Garin Nugroho, adalah sebagian dari seniman-seniman asal Jogja yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Deretan musisi terkenal juga banyak yang berasal dari Jogja. Sebut saja Jikustik, Endank Soekamti, Shaggy Dog, dan Sheila On 7 yang lagu-lagunya tak lekang ditelan zaman.
Musisi jalanan pun tak bisa diabaikan keberadaannya ketika sedang menikmati suasana Jogja. Dengarkan saja penggalan lirik lagu Yogyakarta dari KLA Project. 'Musisi jalanan mulai beraksi..."
Cerita Pengamen DJ di Jogja
"Aku dulu DJ, Mas," ungkap salah satu pengamen, Hayabusa, ketika ditemui detikJateng di tempatnya biasa ngamen di perempatan Kentungan, Sleman, DIY, Selasa (20/9).
Sore itu seperti biasa, Hayabusa (37) sedang mengamen. Dengan gitar, mic, dan speakernya, dia menghibur orang-orang yang sedang mengantre di lampu merah.
Ya, Hayabusa termasuk pelopor pengamen yang menggunakan pengeras suara di Sleman.
"Awal Corona, awal 2020, itu pertama aku ngamen lesehan. Awal Corona itu, di era lockdown, di lesehan itu ndak ada yang makan di tempat. Semua take away. Akhirnya aku terjun ikut angklung. Nah di situlah keluar inspirasi, aku bisa main gitar, bisa nyanyi, walaupun nggak bagus-bagus amat. Kenapa aku nggak ikut pakai gaya angklung," kata Hayabusa tentang inspirasinya mengamen di lampu merah menggunakan pengeras suara.
Inovasi yang ia buat tak berhenti di situ. Hayabusa dan beberapa teman kemudian membuat komunitas Pengamen dan Akustik Jogja (PAJA).
Bersama PAJA ia merangkul pengamen-pengamen di sekitar tempatnya mangkal. Terutama pengamen yang cuma modal tepuk tangan, ia rangkul untuk diajari main gitar dan menyanyi. Hayabusa ingin agar pengamen tidak disamakan dengan pengemis.
"Jadi kulihat pengamen di Sleman ini disamakan dengan pengemis. Jadi mereka kurangkul, contoh yang ngamen keprok (tepuk tangan). Kami rangkul, kami latih dia gitar, kami ajari nyanyi, kami ajari DJ dan alhamdulillah jalan," kata Hayabusa.
"Kemarin hanya bisa main kencrung (ukulele), main gitar biasa, sekarang udah bisa main (pakai) sound dan udah bisa terima job. Udah main di kafe, udah main di Prambanan Jazz," imbuhnya.
Cerita Hayabusa selanjutnya ada di halaman berikutnya...
Lebih lanjut, Hayabusa juga mengedukasi teman-teman di PAJA. Dia memberikan kiat-kiat agar pengamen tidak disamakan dengan pengemis.
"Jadi istilahnya mereka di sini benar-benar ngamen, bukan minta belas kasihan. Jadi mereka waktu ngamen kuwajibkan pakai celana panjang, pakai sepatu, ya standar rapi lah. Ya minimal nggak minta dikasihani lah," tuturnya.
Di sore yang cukup terik itu, di sela berbincang dengan detikJateng, Hayabusa memperlihatkan video dari akun tiktoknya @dj_hayabusa_2611.
Bercampur dengan suara deru kendaraan, kami menonton video dokumentasi ketika ia sedang memainkan DJ-setnya di perempatan ia biasa ngamen.
"Ada yang video kan, sampai sempat viral ada yang main DJ di perempatan. Pertama kali DJ di sinilah tempatnya. Nggak tau mereka melihat kami atau nggak, yang jelas setelah kami, ada mereka," jawabnya ketika ditanya soal video pengamen yang sempat viral itu.
![]() |
Pengamen Kawak Pieter Lennon
Bicara soal musisi jalanan di Jogja, kurang afdol rasanya jika tak melibatkan Pieter 'Lennon'.
Tentang pengamen kawakan ini, warga di sekitar Jalan Kaliurang, Sleman, tentu sudah tidak asing lagi. Seperti julukannya, Pieter berdandan bak John Lennon.
Pengamen yang identik dengan harmonika ini pun mengomentari tentang pengamen di Jogja yang sekarang lebih berinovasi dan berkreasi.
"Ya semua sah-sah saja ya. Karna problemnya kan sebenarnya seni itu mau di mana aja bebas. Tidak ada ikatan. Mereka kan mencari tempat-tempat yang mana bisa untuk berkreasi, itu saja. Kalau semua dasarnya sah-sah saja," ungkap Pieter saat ditemui detikJateng di salah satu toko di Jalan Kaliurang, Jum'at petang (23/9).
Hayabusa dan Pieter 'Lennon' adalah musisi jalan yang istimewa, sama seperti Jogja. Mereka dan teman-teman musisi jalanan lainnya di Jogja ikut memberi kenangan bagi siapa saja yang mendengarkan.