Hakim Tolak Gugatan Keluarga Lukminto untuk Cabut 152 Aset Pailit Sritex

Hakim Tolak Gugatan Keluarga Lukminto untuk Cabut 152 Aset Pailit Sritex

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 14 Jul 2025 17:54 WIB
Suasana sidang agenda putusan gugatan eks petinggi Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto dan Iwan Setiawan Lukminto di Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Kota Semarang, Senin (14/7/2025).
Suasana sidang agenda putusan gugatan eks petinggi Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto dan Iwan Setiawan Lukminto di Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Kota Semarang, Senin (14/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menolak seluruh gugatan eks petinggi PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto. Upaya keduanya mengeluarkan 152 aset yang dianggap milik pribadi dari boedel pailit PT Sritex pun kandas.

Sidang dengan agenda putusan gugatan Lukminto bersaudara ke kurator itu digelar di PN Niaga Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Putusan itu menyatakan, tindakan Tim Kurator PT Sritex memasukkan 152 aset tersebut dalam daftar harta pailit sudah sesuai Undang-Undang Kepailitan dan tidak melanggar hukum.

"Penyitaan yang dilakukan kurator sudah memenuhi dan sesuai Undang-Undang Kepailitan. Tidak melawan hukum. Makanya gugatan ditolak majelis hakim," kata kuasa hukum Tim Kurator Sritex, Satria, usai sidang di PN Niaga Semarang, Senin (14/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam gugatannya, kata Satria, Lukminto bersaudara mempersoalkan 140 sertifikat hak milik (SHM) dan 12 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang mereka klaim sebagai aset pribadi. Namun, hakim berpendapat sebaliknya.

"Majelis hakim memutuskan menolak gugatan karena menganggap yang dilakukan kurator sudah benar, jadi tidak perlu mengeluarkan aset-aset itu dari boedel pailit," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, selama persidangan, pihak penggugat berupaya membuktikan aset tersebut tidak ada kaitan langsung dengan Sritex. Di sisi lain, kurator justru menyerahkan bukti berupa rangkaian putusan mulai dari homologasi hingga vonis pailit.

Satria juga menegaskan, 152 aset tersebut sebelumnya memang digunakan sebagai modal kerja perusahaan, bukan sebagai jaminan atau aset murni pribadi.

"Penggugat mendalilkan aset itu bagian dari perjanjian homologasi tahun 2021. Tapi perjanjian itu sudah dibatalkan oleh pengadilan tahun 2024. Artinya, perjanjian itu sudah tidak berlaku," tegasnya.

Terpisah, kuasa hukum Lukminto bersaudara, Slamet Riyadi, mengaku akan berkonsultasi dengan kliennya terkait langkah hukum selanjutnya. Ia tetap yakin pihaknya telah menyajikan bukti yang cukup dalam persidangan dan 152 aset yang digugat bukanlah jaminan, melainkan modal kerja PT Sritex.

"Penggugat kan mendalilkan itu (152 aset) sudah dimasukkan ke dalam perjanjian homologasi tahun 2021, tapi perjanjian itu sudah dibatalkan oleh pengadilan tahun 2024. Kalau perjanjian sudah dibatalkan kan otomatis perjanjian itu sudah tidak berlaku," kata Slamet.

Slamet mengaku belum bisa memastikan apakah kliennya akan mengambil langkah hukum lanjutan untuk merespons ditolaknya gugatan mereka oleh PN Niaga Semarang.

"Nanti untuk upaya hukumnya kita mau koordinasi dulu dengan klien," ujarnya.

Adapun, perkara ini teregister dengan nomor: 9/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2025/PN Niaga Smg.

Sebelumnya diberitakan, kurator yang menangani kepailitan PT Sritex milik keluarga Lukminto digugat Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto dan Komisaris Utama Iwan Setiawan Lukminto. Gugatan diajukan karena keduanya keberatan sejumlah aset pribadi ikut dimasukkan dalam daftar harta pailit.

Kuasa hukum Lukminto bersaudara, Fariz Hamdi Siregar mengatakan, kliennya tidak terima karena merasa aset-aset yang disita seharusnya bukan bagian dari harta pailit perusahaan.

"Klien kita merasa asetnya ini aset pribadi. Kenapa dimasukkan dalam bundle pailit? Jadi dia merasa tidak terima," kata Fariz usai sidang di PN Semarang, Rabu (11/6).

Fariz menyebutkan, pihaknya akan menyerahkan 152 bukti dalam persidangan. Bukti-bukti itu berupa sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Sebagai gantinya, Lukminto bersaudara meminta agar aset pribadi itu diganti dengan aset sponsor yang telah diberikan secara sukarela.




(afn/apl)


Hide Ads