Perusahaan tekstil PT Sritex dan 3 anak perusahaannya dinyatakan pailit oleh pengadilan. Suara buruh terpecah menyikapi gonjang-ganjing yang sedang terjadi di perusahaan tekstil raksasa tersebut.
Sebagian buruh mendesak agar kurator masih memperbolehkan perusahaannya going concern atau tetap beroperasi. Sedangkan sebagian lagi mendesak untuk segera dilakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Mereka yang berharap bisa going concern hari ini melakukan aksi demo di depan Pengadilan Negeri Semarang meminta tuntutan mereka dipenuhi.
Pantauan detikJateng di PN Semarang, Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Semarang Barat, tampak para buruh PT Sritex, PT Pantja Djaya, PT Bitratex, dan PT Primayudha berkumpul membawa poster raksasa bertuliskan 'Kami Ingin Tetap Bekerja'.
Baca juga: Raksasa Tekstil Sritex Resmi Pailit |
Selain membentangkan poster yang ditandatangani ratusan buruh itu, mereka juga kompak mengenakan seragam 'selamatkan Sritex'. Para buruh itu mendesak kurator yang tengah menghadiri rapat kreditur di PN Semarang untuk menerbitkan going concern.
Koordinator advokasi Serikat Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto (47) mengatakan, para karyawan itu mewakili ribuan karyawan PT Sritex dan tiga anak perusahaan PT Sritex yang meminta going concern.
"Mayoritas 90 persen lebih buruh Sritex grup itu ingin going concern itu tetap berjalan. Karena kalau terjadi upaya pemberesan yang akan dirugikan adalah buruh. Berbagai macam kepailitan, buruh itu susah mendapatkan hak pesangon," kata Slamet.
Ia mendukung pemerintah yang juga meminta agar tak ada PHK. Namun selain itu, mereka juga meminta adanya solusi konkret dari pemerintah yang ingin agar perusahaan bisa terus berjalan.
"Nah kalau (perusahaan) jalan, tapi akses untuk jalan itu dihambat kasus kepailitan ini oleh kurator yang belum memberikan izin, lantas jalannya seperti apa. Maka mediasi inilah yang kami inginkan. Jadi buruh itu nggak neko-neko permintaannya. Hanya ingin kerja saja," pungkasnya.
Sebaliknya, perwakilan buruh PT Bitratex, Nanang Setyono memilih jalan berbeda. Diketahui, PT Bitratex merupakan salah satu dari anak perusahaan PT Sritex yang ikut dipailitkan.
"Saya Nanang Setyono mewakili dan atau bersama-sama kurang lebih 1.070 pekerja PT bitratex sebagai kreditor preferen yang tidak memiliki ruang untuk hadir seluruhnya dalam sidang kreditur hari ini," kata Nanang dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/1/2025).
Ia menilai going concern bukan solusi yang tepat untuk saat ini. Terlebih sejak 2021-2024, kata Nanang, telah terjadi PHK secara bertahap di PT Bitratex, PT Sinar Pantja Djaya (SPD), dan PT Primayudha.
Beberapa dari mereka juga dirumahkan. Awalnya, mereka dirumahkan dengan uang tunggu 25 persen, tetapi sejak September 2024, gaji atau uang tunggu itu tak lagi dibayarkan. Tunjangan kesejahteraan yang sebelumnya ada juga tak diberikan sepenuhnya.
"Kesejahteraan kami terus menurun, hak-hak kami diabaikan, dan tidak ada kepastian untuk masa depan kami," jelasnya.
Oleh karenanya, ia meminta kurator dan hakim pengawas mempertimbangkan permintaan mereka yakni PHK. Kemudian jika going concern nantinya tetap diputuskan melalui voting, ia meminta agar ada audit menyeluruh terhadap kondisi dan kemampuan perusahaan.
"Dengan dilaksanakannya PHK, kami dapat memenuhi syarat sebagai kreditur, menagih hak pesangon, mencairkan jaminan hari tua, dan mengakses program jaminan kehilangan pekerjaan titik Selain itu, kami juga dapat mencari pekerjaan baru untuk melanjutkan hidup," pintanya.
(ahr/afn)