Sebanyak 10.888 mantan buruh dari empat perusahaan yakni PT Sritex, PT Bitratex Industries, PT Sinar Pantja Djaja, dan PT Primayudha Mandirijaya, melakukan verifikasi tagihan dalam rapat kreditur yang digelar tim kurator kepailitan Sritex. Buruh sebagai kreditor menagih Rp 364 miliar, dihitung dari pesangon dan THR yang belum dibayar.
Rapat kreditur digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Rapat verifikasi kali ini hanya diikuti para eks karyawan empat perusahaan yang kini sudah menjadi kreditor.
Kurator yang menangani kepailitan PT Sritex, Denny Ardiansyah menyampaikan sebelumnya telah dilaksanakan pra-verifikasi terlebih dahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Totalnya 10.888 (kreditor). Kita verifikasi terkait dengan pesangon, hak-hak yang sebelumnya belum terselesaikan. Kita sudah catatkan semua dan kita pertemukan antara kreditor yaitu eks karyawan dengan pihak debitur," kata Denny di PN Semarang, Kamis (10/7/2025).
"Kurator memfasilitasi tagihan-tagihan para eks karyawan. Totalnya nilai tagihan sekitar Rp 300 miliar," lanjut Denny.
Denny menambahkan, pihaknya juga tengah menunggu hasil penilaian akhir aset dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terkait benda bergerak dan tidak bergerak untuk mempercepat proses pemberesan utang.
"Kemungkinan di akhir bulan Juli ini insyaallah sudah selesai semua untuk proses penilaian. Appraisal-nya untuk barang bergerak, kendaraan, stok, itu sudah semua nilainya. Tinggal finalisasi di bangunan," tuturnya.
Namun, proses ini tak lepas dari kendala. Salah satu aset bergerak berupa mobil justru disita Kejaksaan Agung. Denny menegaskan, pihak kurator menghormati proses hukum, tetapi pihaknya juga telah menyampaikan keberatan resmi ke kejaksaan.
"Kami sifatnya tidak akan menghalang-halangi proses penyidikan. Kami menghormati proses hukumnya. Namun kami tetap memberikan suatu catatan keberatan dalam berita acara dan itu sudah dicatat di Kejaksaan Agung," jelasnya.
Perwakilan buruh dari DPD KSPSI Jateng yang menjadi kuasa dari eks karyawan PT Sritex, Mahasin, menyebut jumlah tagihan dari pihaknya saja menyentuh angka Rp 248 miliar dari 8.423 eks karyawan Sritex.
"Total tagihan kami sekitar Rp 248 miliar sekian kira-kira. Itu ada uang pesangon, macam-macam, THR itu termasuk. Itu untuk 8.423 karyawan dari PT Sritex yang di Sukoharjo," urainya.
Sementara itu, kuasa PT Bitratex Industries, Nanang Setyono mengungkapkan pihaknya mewakili 1.057 karyawan dengan tagihan senilai Rp 77 miliar.
"Hari ini tagihan kami sudah masuk dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) dan disepakati kurator serta debitur. Kami berharap aset segera dilelang agar buruh bisa menerima haknya," ujar Nanang.
Kuasa dari PT Primayudha Mandiri Djaja, Wahono menyebut, ia mewakili 948 eks pekerja dengan total tagihan mencapai Rp 32 miliar.
"PT Primayudha itu sejumlah 948 karyawan. Kemudian totalnya ada Rp 32 miliar lebih. Itu tagihan pesangon plus THR yang belum dibayarkan," terangnya.
"Sebelum verifikasi itu melalui praverifikasi dulu. Memang ada sedikit perbedaan pendapat. Tapi sudah klir dan disepakati antara kita sebagai kreditor dengan debitur. Harapannya segera pesangon itu dibayarkan," lanjutnya.
Sedangkan kuasa dari PT Sinar Pantja Djaja dan sebagian PT Bitratex Industries, Slamet Kaswanto menyampaikan, tagihan mencapai Rp 7 miliar untuk sekitar 140 karyawan.
"Dari PT Bitratex ada 100 orang nilainya Rp 5 miliar, kalau PT Sinar Pantja Djaja 40 orang nilainya Rp 2 miliar," ungkapnya.
Artinya, para buruh total meminta Rp 364 miliar. Slamet menjelaskan, dalam proses verifikasi itu dirinya telah mencocokkan tagihan dari eks karyawan dengan data tagihan dari kurator.
"Nanti kita tinggal menunggu hasilnya, kalau kurator sudah menyetujui, baru nanti itu merupakan daftar piutang tetap (DPT) untuk buruh. Setelah muncul DPT, hak-hak kami sudah diakui oleh kurator dan hakim pengawas, tentunya kami nanti menunggu," terangnya.
Langkah selanjutnya setelah verifikasi ini adalah pelelangan aset, yang nantinya akan digunakan untuk membayar para buruh sesuai urutan preferen dalam proses kepailitan. Para buruh berharap pelelangan aset bisa segera dilaksanakan agar mereka tak perlu menunggu terlalu lama.
(afn/dil)