Setelah menikah laki-laki dan perempuan diperbolehkan berpegangan tangan atau bersentuhan. Lantas, apakah kemudian suami dan istri boleh bersentuhan setelah wudhu tanpa saling membatalkan? Berikut ini penjelasannya!
Sebelum membahas hukumnya, terdapat istilah yang perlu detikers pahami maknanya terlebih dahulu, yakni mahram. Dikutip dari situs resmi Pesantren Tebuireng, mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya. Sebab keharaman ini meliputi nasab, persusuan, dan pernikahan.
Nah, suami istri bukanlah mahram, melainkan ajnabiyyah. Pasalnya, seorang perempuan disebut haram jika ia tidak boleh dinikahi oleh seorang lelaki. Sementara itu, sepasang suami istri adalah dua orang dengan jenis kelamin berbeda yang telah menikah (dengan asumsi pernikahannya diperbolehkan secara syariat agama). Oleh karenanya, suami istri bukan mahram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat Indonesia sendiri masih sering menganggap suami dan istri sebagai mahram. Hal ini tentu memicu pertanyaan terkait keabsahan wudhu keduanya jika bersentuhan. Sebab, dalam Islam, boleh hukumnya bersentuhan dengan mahram setelah wudhu.
Jadi, apakah suami dan istri bisa bersentuhan setelah wudhu tanpa batal? Berikut penjelasan lengkap menurut Mazhab Syafi'i, Hanafi, Hambali, dan Maliki.
Dalil Akar Perbedaan Kesimpulan Hukum
Merujuk pada buku Sentuhan Suami-Istri Apakah Membatalkan Wudhu oleh Aini Aryani, terjadi perbedaan penafsiran dalam menarik kesimpulan dari surat Al Maidah ayat 6:
Ψ§ΩΩΩ ΩΩ°Ω ΩΨ³ΩΨͺΩΩ Ω Ψ§ΩΩΩΩΨ³ΩΨ§Ϋ€Ψ‘Ω ΩΩΩΩΩ Ω ΨͺΩΨ¬ΩΨ―ΩΩΩΨ§ Ω ΩΨ§Ϋ€Ψ‘Ω ΩΩΨͺΩΩΩΩ ΩΩΩ ΩΩΩΨ§ Ψ΅ΩΨΉΩΩΩΨ―ΩΨ§ Ψ·ΩΩΩΩΨ¨ΩΨ§
Artinya: "...atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)..."
Secara harfiyah ayat tersebut memang menjelaskan bahwa menyentuh perempuan dapat membatalkan wudhu. Akan tetapi, tidak dijelaskan secara rinci tentang wanita mana yang disentuh sehingga wudhu menjadi batal serta anggota tubuh mana yang membatalkan wudhu ketika bersentuhan.
Karena hal tersebut, beberapa ulama memberikan pandangannya masing-masing terhadap makna dari surat Al Maidah ayat 6 tersebut.
Batalkah Wudhu Ketika Bersentuhan Suami Istri?
Merujuk kembali pada buku dari Aini Aryani, ada perbedaan pandangan tentang batal tidaknya wudhu ketika bersentuhan suami istri menurut 4 mazhab (Hanafi, Hambali, Syafi'i, dan Maliki).
1. Mazhab Syafi'i
Para ulama dari mazhab Syafi'i memandang bahwa bersentuhan kulit antar lawan jenis yang bukan mahram termasuk suami istri dapat membatalkan wudhu jika tidak dihalangi oleh apapun seperti kain, kertas, atau lainnya. Mazhab ini berparameter pada "mujarrad iltiqa' al-basyaratain" atau sentuhan langsung kulit dengan kulit sehingga meskipun tanpa syahwat atau ketidaksengajaan tetap membatalkan wudhu.
Selain itu, baik belum baligh maupun sudah baligh, tetap membatalkan wudhu. Lantas, apabila yang tersentuh adalah kuku, gigi, atau rambut, tidak dianggap batal karena bukan bagian dari daging manusia.
2. Mazhab Hanafi
Para ulama mazhab Hanafi cenderung memaknai "la mastumunnisa" dengan makna majazi, sehingga memandang bahwa artinya adalah jima' atau berhubungan seksual. Karena itu, apabila suami istri bersentuhan tanpa adanya hubungan seksual, wudhu yang dijaga tidak batal meskipun adanya syahwat.
Namun ada perbedaan pendapat antar ulama di mazhab ini dalam memandang batal tidaknya wudhu ketika suami istri bercumbu tanpa busana yang menyebabkan seluruh tubuh mereka saling bersentuhan dan hampir terlihat, tetapi tidak terjadi penetrasi serta tidak keluar mani. Abu Hanifah dan Yusuf memandang bahwa otomatis wudhu yang dijaga batal sedangkan Muhammad bin Hasan Asy Syaibani menganggap tidak batal karena tidak sampai terjadi hubungan seksual atau jima' yang sesungguhnya.
3. Mazhab Maliki
Para ulama dari mazhab ini berpendapat bahwa wudhu dapat batal apabila adanya sentuhan yang disertai syahwat. Karena hal tersebut, apabila hanya sekedar menyentuh tanpa adanya syahwat, hal tersebut tidak membatalkan wudhu.
Namun yang perlu diperhatikan, di luar pembahasan suami istri, adalah pada pelaku dan objeknya. Batalnya wudhu terjadi apabila sentuhan dilakukan oleh seseorang yang sudah baligh kepada orang lain sambil menikmati sentuhan tersebut/syahwat, dengan kriteria orang yang disentuh:
- Sudah atau belum baligh
- Istri atau bukan
- Mahramnya sendiri atau bukan
- Sesama jenis atau lawan jenis
- Langsung pada kulitnya atau dengan adanya penghalang tipis
Meskipun dengan sesama jenis, apabila ada menyebabkan syahwat, bersentuhan tetap membatalkan wudhu. Selain itu, mazhab ini memandang semua bagian tubuh yang bersentuhan tetap menyebabkan batal, termasuk gigi, kuku, dan rambut.
4. Mazhab Hambali
Para ulama mazhab ini juga berpendapat bahwa apabila bersentuhan dapat membatalkan wudhu apabila disertai syahwat. Namun yang membedakannya dari mazhab Maliki adalah apabila yang disentuh memiliki kriteria:
- Lawan jenis
- Bukan mahramnya, baik istri atau bukan
- Sudah baligh
- Langsung pada kulit tanpa penghalang sama sekali
Mazhab ini memandang bahwa batalnya wudhu karena bersentuhan langsung antar kulit. Menyentuh organ selain kulit seperti gigi, kuku, atau rambut dianggap tidak membatalkan wudhu.
Demikian penjelasan terkait batal tidaknya wudhu ketika suami istri bersentuhan. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Hanan Jamil, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sto/ams)