Umrah adalah ibadah yang dianjurkan dalam Islam dan dapat dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun. Namun, bagi perempuan, ada aturan syar'i yang mengatur pelaksanaan umrah bersama mahram.
Dalam fikih Islam, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai syarat mahram bagi perempuan dalam perjalanan ibadah, khususnya haji dan umrah. Empat mazhab utama memiliki pandangan masing-masing yang berakar pada dalil Al-Qur'an, hadits, dan qiyas (analogi syar'i) terkait hukum pelaksanaan umrah bagi muslimah.
Baca juga: Daftar Mahram yang Tidak Membatalkan Wudhu |
Pengertian Mahram
Mengutip buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan Dalam Islam karya Sakban Lubis, mahram berasal dari kata harama yang artinya mecegah bentuk mashdar dari kata harama yang artinya yang diharamkan atau dilarang. Kata mahram secara istilah adalah orang yang haram, dilarang atau dicegah untuk dinikahi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahram menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturuna, sesusuan atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antaranya.
Selain itu, mahram juga diartikan orang laki-laki yang dianggap dapat melindungi perempuan yang akan melakukan ibadah haji (suami, anak laki-laki, dan sebagainya).
Pandangan 4 Mazhab tentang Umrah Tanpa Mahram
Berikut penjelasan tentang umrah bagi muslimah yang dikutip dari buku Ensiklopedia Fikih Wanita: Pembahasan Lengkap Fikih Wanita dalam Pandangan Empat Mazhab karya Agus Arifin dan jurnal berjudul Pandangan 4 Madzhab tentang Mahram Haji bagi Wanita karya Muhammad Alwi Abdul Aziz dan Nurul Maisyal.
1. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i memperbolehkan perempuan untuk melakukan umrah atau haji tanpa mahram, jika ia bersama wanita-wanita lain yang terpercaya (tsiqah) dan dalam kondisi aman. Imam Asy-Syafi'i menyebut syarat yang diperlukan adalah adanya suami atau wanita lain yang dapat dipercaya untuk menjamin keselamatan dalam perjalanan pergi dan pulang.
Pandangan ini merujuk pada praktik istri-istri Nabi SAW yang pernah melaksanakan haji tanpa mahram pada masa pemerintahan Umar bin Khattab RA. Hal ini menunjukkan adanya dalil amaliah (praktik sahabat) yang mendukung kelonggaran ini.
2. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi berpendapat tidak boleh bagi perempuan melakukan safar (perjalanan jauh), termasuk untuk umrah dan haji, tanpa ditemani mahram. Jika tidak ada mahram, wanita tersebut tidak diwajibkan melaksanakan ibadah haji/umrah secara langsung, tetapi boleh mewakilkannya kepada orang lain (badal haji).
Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi SAW,
"Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh melakukan perjalanan sejauh satu hari satu malam kecuali bersama mahramnya." (HR Muslim)
Dalam mazhab Hanafi, perjalanan jauh yang mencapai tiga hari atau lebih sudah termasuk safar syar'i, sehingga memerlukan mahram sebagai syarat syar'i. Wanita tanpa mahram dikategorikan sebagai orang yang tidak mampu secara syariat, sebagaimana orang sakit atau lanjut usia.
3. Mazhab Hanbali
Pandangan mazhab Hanbali senada dengan mazhab Hanafi, yakni mewajibkan adanya mahram atau suami dalam setiap perjalanan jauh, termasuk untuk ibadah haji dan umrah, baik wajib maupun sunnah. Jika tidak ada mahram, perempuan tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah umrah dan tidak sah bepergian sendirian.
Mazhab ini sangat tegas dalam menjaga keselamatan dan kehormatan perempuan di perjalanan. Bila tidak ada mahram, wanita dianggap belum memenuhi syarat kemampuan (istitha'ah) yang menjadi syarat wajibnya haji dan umrah.
4. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki memberikan kelonggaran bagi perempuan untuk melaksanakan umrah atau haji tanpa mahram, dengan syarat ia pergi bersama rombongan besar yang terpercaya dan dalam suasana aman. Pendapat ini didasarkan pada 'urf (kebiasaan masyarakat) dan maslahah (kemaslahatan umum).
Imam Malik mengakui bahwa dalam kondisi tertentu, perempuan bisa melakukan perjalanan ibadah tanpa mahram jika ada jaminan keselamatan, baik dari pemerintah, keamanan umum, atau keberadaan kelompok wanita yang salihah. Namun, jika tidak ada jaminan tersebut, tetap disyaratkan adanya mahram.
(dvs/kri)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Daftar 50 SMA Terbaik di Indonesia, 9 di Antaranya Madrasah Aliyah Negeri