Muncul spanduk bernada protes seiring dengan penutupan akses masuk wisatawan Candi Borobudur melalui pintu pos 1. Terkait pemasangan spanduk itu pihak PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWC) buka suara.
Spanduk tersebut dipasang di pinggir jalan yang dikenal dengan sebutan Pertigaan Bu Sum atau dekat dengan pintu pos 1 menuju Candi Borobudur. Dalam spanduk berisi tulisan 'TWCB Oligarki Sejati...! Masyarakat Lokal Menjadi Budak..?!?!'.
Warga sekitar pun juga tidak mengetahui siapa yang melakukan pemasangan spanduk yang bernada protes tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak tahu pemasangnya. Tahunya tadi sampai sini jam 07.30 sudah ada," kata Wulan (33), salah satu pedagang kepada wartawan, Selasa (8/10/2024).
Pihaknya menduga pemasangan dilakukan dilakukan pada Senin (7/10) malam atau Selasa (8/10) dini hari.
"(Maksud isi tulisan di spanduk) Nggak tahu. Kemarin (Senin) tutup berjualan jam 15.00 WIB, belum ada spanduk itu," ujar dia.
Sementara itu, salah satu pedagang asongan, Kodiran (50) mengaku setuju dengan pemasangan spanduk tersebut. Menurutnya, pemasangan spanduk tersebut sesuai sekali dengan faktanya.
"Dengan situasi tidak menentu, saling gonta-ganti peraturan jadi tambah susah. Saya ngasong sudah berpuluh-puluh tahun, sebelum ada PT sudah ngasong," kata Kodiran.
"(Pemasangan spanduk) Tepat sekali dengan adanya terutama hari ini, penutupan (pintu pos 1 akses wisatawan), warga sekitar pintu pos 1 yang ditutup, yang pada mengais rezeki, rezekinya tertutup. Karena tidak ada pengunjung yang lewat, singgah," tegasnya.
Dihubungi terpisah, salah satu tokoh warga Borobudur, Agusta Kalang mengatakan Borobudur dibangun berdasarkan nilai-nilai keseimbangan dan keluhuran nenek moyang.
"Kami membangkitkan rasa handarbeni, rasa memiliki Borobudur. Kami melihat kebijakan yang diambil oleh PT TWC selama ini tidak berpihak kepada kami sebagai warga lokal Borobudur. Contohnya, yang sering kita lihat adalah mereka selalu merasa bahwa Borobudur adalah bagian milik mereka sendiri. Kami sebagai masyarakat lokal selalu diposisikan sebagai objek dan objek ini fatal," katanya.
"Kami melihat bahwa kebijakan-kebijakan mereka (TWC) lebih condong sebagai keuntungan atau corporate. Sebagai warga melihatnya itu sangat ironi. Di sekitar Borobudur, seperti dibagi zona 1, zona 2 dan zona 3, zona 3 sekitar Borobudur yang tidak lebih dari 1 km dari Candi Borobudur itu ada stunting dan ratusan orang alami kemiskinan ekstrem. Ini bagi kami sangat ironi, tidak masuk akal. Di mana Borobudur sangat terekspose secara internasional sebagai ikon wisata dengan segala kemegahan ternyata di balik pagar mereka masih ada yang kelaparan," ujarnya.
Pihaknya mencontohkan mulai hari ini akses melalui pintu pos 1 dan pintu pos 2 sudah ditutup.
"Mereka paham nggak, ada banyak orang yang menggantungkan hidup di pintu 1 dan 2. Mereka hari ini cari makan untuk hari ini. Mereka mengambil kebijakan sepihak tanpa memberikan solusi," tegasnya.
TWC Buka Suara
Menanggapi adanya pemasangan spanduk tersebut, juru bicara PT TWC Ryan Eka Permana Sakti mengatakan baru mengetahui informasi dan sedang memverifikasi lebih lanjut.
"Kami selalu terbuka terhadap masukan yang membangun dan tetap berkomitmen menjalankan tugas kami dengan integritas demi kepentingan budaya, pelestarian lingkungan dan terwujudnya pariwisata yang berkualitas. Komunikasi akan terus kami jaga dalam setiap langkah yang diambil," kata Sakti dalam keterangan tertulisnya.
(rih/apu)