Bagaimana Hukum Mengganti Puasa Ramadhan Bagi Orang yang Sudah Meninggal?

Bagaimana Hukum Mengganti Puasa Ramadhan Bagi Orang yang Sudah Meninggal?

Anindya Milagsita - detikJateng
Rabu, 10 Apr 2024 18:01 WIB
Ilustrasi puasa Ayyamul Bidh bulan Januari 2024.
Ilustrasi puasa Foto: Istimewa/ Unsplash.com
Solo -

Bagi umat Islam yang memiliki utang puasa biasanya akan menggantinya dengan menunaikan puasa qadha maupun membayar fidyah. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hukum mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal?

Terkait kewajiban mengganti puasa yang telah ditinggalkan telah dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Quran. Tepatnya di Surat Al-Baqarah ayat 184. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝١٨٤

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan satu orang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Mengingat kewajiban umat Islam dalam mengganti utang puasa harus dijalankan, hendaknya setiap muslim menyegerakannya. Lantas bagaimana hukum mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal? Berikut penjelasannya.

ADVERTISEMENT

Hukum Mengganti Puasa Ramadhan Bagi Orang yang Sudah Meninggal

Terkait hal ini ternyata ada perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh kalangan para ulama. Meskipun mayoritas menyepakati bahwa hukum mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal tetaplah menjadi kewajiban. Namun, terdapat perbedaan mengenai cara menggantinya. Hal ini berkaitan juga dengan mazhab yang berasal dari kalangan ulama masyhur.

Mengganti Puasa dengan Membayar Fidyah

Pendapat pertama adalah hukum mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal tetap wajib dibayarkan, tetapi dapat dilakukan dengan cara membayar fidyah. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan dalam laman resmi Kementerian Agama (Kemang) RI dan Nahdlatul Ulama.

Dikatakan bahwa sebagian ulama menyepakati terkait utang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat diganti dengan cara membayarkan fidyah. Fidyah yang dimaksud berupa menyantuni orang fakir miskin dengan memberikan bahan-bahan makanan pokok sebanyak satu mud.

ولو كان عليه قضاء شئ من رمضان فلم يصم حتي مات نظرت فان أخره لعذر اتصل بالموت لم يجب عليه شئ لانه فرض لم يتمكن من فعله إلي الموت فسقط حكمه كالحج وإن زال العذر وتمكن فلم يصمه حتى مات أطعم عنه لكل مسكين مد من طعام عن كل يوم

Artinya: "Seandainya seseorang memiliki utang puasa dan ia belum sempat membayarnya sampai wafat, maka kau harus menimbang terlebih dahulu. Jika ia menundanya karena uzur yang terus menerus hingga wafat, maka ia tidak berkewajiban apapun karena puasa itu kewajiban yang tidak mungkin dikerjakannya hingga wafat sehingga status kewajibannya gugur seperti ibadah haji. Tetapi jika uzurnya hilang dan ia memiliki kesempatan untuk membayar utang puasanya, lalu ia tidak berpuasa, maka utang puasanya dibayar dengan satu mud makanan pokok untuk setiap harinya" (Abu Ishaq As-Syairazi, Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, Kairo: Al-Maktabah At-Taufiqiyah, 2010, juz VI, halaman 337).

Sementara itu, terdapat pendapat yang dipilih oleh mazhab Syafi'i terkait anjuran membayarkan fidyah untuk mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal. Hal ini juga dibenarkan oleh Imam An-Nawawi bahwa pendapat pertama yang dipilih oleh mazhab Syafi'i. Sebagaimana dijelaskan bahwa:

والمنصوص في الام هو الاول وهو الصحيح والدليل عليه ماروى ابن عمر أن النبي صلي الله عليه وسلم قال " من مات وعليه صيام فليطعم عنه مكان كل يوم مسكين " ولانه عبادة لا تدخلها النيابة في حال الحياة فلا تدخلها النيابة بعد الموت كالصلاة

Artinya: "Pendapat manshus dalam kitab Al-Umm adalah pendapat pertama. Ini pendapat yang shahih. Dalil atas pendapat ini adalah hadits riwayat Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda, 'Siapa saja yang wafat dan ia mempunyai utang puasa, hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari hutang puasanya. Puasa adalah ibadah yang tidak dapat digantikan pada saat orang hidup, maka ia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah sholat'."

Hal tersebut diperkuat dengan sebuah riwayat yang berasal dari Tirmidzi dari Ibnu 'Umar. Disampaikan bahwa:

مَن مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيُامْ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ

Artinya: "Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya" (HR Tirmidzi, dari Ibnu 'Umar).

Mengganti Puasa dengan Qadha Puasa

Kemudian terdapat juga pendapat kedua yang mengemukakan bahwa hukum mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal tetap wajib dibayarkan, tetapi dapat diwakilkan oleh anggota keluarga atau walinya yang masih hidup. Artinya mereka dapat menunaikan qadha puasa atas nama orang yang diwakilkan atau orang yang telah meninggal dunia tersebut.

Seperti dijelaskan dalam buku 'Jawahir Al-Bukhari: 800 Hadits Pilihan dan Penjelasannya' karya Syaikh Muhammad Musthafa Imarah, disampaikan bahwa terdapat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامُ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

Artinya: "Barangsiapa meninggal dunia sedang ia masih mempunyai utang puasa, maka dibayarkan oleh walinya."

Riwayat tersebut sejalan dengan sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa ia pernah bercerita mengenai kisah seseorang yang menemui Rasulullah SAW untuk bertanya tentang hukum qadha puasa bagi orang yang sudah meninggal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Bahwa:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُتِي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى.

Artinya: "Ada seseorang yang datang kepada Nabi SAW seraya berkata, 'Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dunia sedang beliau mempunyai utang puasa satu bulan. Apakah aku harus membayarkan untuknya?' Beliau menjawab, 'Ya. Utang kepada Allah itu lebih berhak untuk dilunasi."

Sementara itu, disampaikan dalam buku 'Ensiklopedia Doa' yang disusun oleh Hamid Ahmad Ath-Thahir, bahwa terdapat sebuah hadits lain yang menguatkan tentang anjuran wali untuk melunasi utang puasa bagi orang yang telah meninggal dunia. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa terdapat seorang wanita yang menemui Rasulullah SAW. Kemudian wanita tersebut bertanya kepada Rasul:

يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرِ أَفَأَصُومُ عَنْهَا؟ قَالَ: أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيهِ أَكَانَ يُؤَدِّي ذَلِكِ عَنْهَا؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: فَصُوْمِي عَنْ أُمِّكِ

Artinya: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan masih punya tanggungan utang puasa nadzar. Apakah aku boleh berpuasa atas namanya? Beliau bersabda, 'Bagaimana menurutmu jika ibumu itu masih punya tanggungan utang, bukankah kamu akan membayarnya?' Ia menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Berpuasalah atas nama ibumu'." (HR. Ibnu Abu Syaibah).

Berdasarkan paparan di atas dapat dipahami bahwa kedua pendapat tersebut didukung oleh dalil yang kuat. Namun, pada prinsipnya kembali pada masing-masing setiap muslim. Wallahu'alam.

Demikian tadi penjelasan tentang hukum mengganti puasa Ramadhan bagi orang yang sudah meninggal. Semoga bermanfaat!




(par/aku)


Hide Ads