Salah satu hal yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Indonesia pada saat Idul Fitri tiba adalah menyantap hidangan khasnya yaitu opor dan ketupat. Namun, mungkin ada sebagian masyarakat yang menyimpan pertanyaan terkait mengapa opor dan ketupat identik dengan Idul Fitri?
Menurut KBBI, opor adalah gulai ayam (itik dan sebagainya) berkuah santan kental, dimasak dengan rempah-rempah, biasanya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Sementara itu, ketupat dapat diartikan sebagai makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa, berbentuk kantong segi empat dan sebagainya, kemudian direbus, dimakan sebagai pengganti nasi.
Selama ini, ketupat dan opor tidak pernah ketinggalan untuk disantap pada Hari Raya Idul Fitri. Bahkan ketupat menjadi salah satu ornamen yang identik dengan Lebaran dan banyak dijumpai di berbagai hiasan khas hari kemenangan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas mengapa opor dan ketupat identik dengan Idul Fitri? Agar dapat mengetahui terkait hal tersebut, mari simak penjelasannya melalui artikel berikut.
Berasal dari Tradisi Bakdo Kupat
Mengutip dari buku 'Kepingan Narasi Tionghoa Indonesia: The Untold Histories' karya Hendra Kurniawan, dijelaskan bahwa bakdo kupat atau lebaran ketupat merupakan salah satu tradisi kuliner yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa. Tradisi ini biasanya dilakukan sebagai wujud dari perayaan seminggu setelah Idul Fitri tiba.
Sementara itu, bakdo kupat juga lekat kaitannya dengan lontong Cap Go Meh yang biasanya dibuat oleh masyarakat Tiongkok pada perayaan Tahun Baru Imlek. Diketahui bahwa lontong Cap Go Meh yang ada di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi budaya akibat dari pengaruh lokal. Hal ini dapat dilihat pada sebagian wilayah di Indonesia yang mengganti lontong dengan ketupat pada saat perayaan tersebut.
Sementara itu, disebutkan dalam buku 'Etnomatematika Kajian Etnomatematika Pada Budaya Indonesia' yang disusun oleh Mega Teguh Budiarto, dkk. bahwa ketupat identik dengan perayaan Idul Fitri. Diketahui bahwa pada abad ke-15 dan 16, Sunan Kalijaga sebagai salah satu dari sembilan wali memperkenalkan kuliner tersebut. Sunan Kalijaga pada saat itu memperkenalkan ketupat di wilayah sekitar Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Setidaknya ada dua tradisi yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga yaitu bakda Lebaran dan bakda kupat. Apabila bakda Lebaran dirayakan pada hari pertama Idul Fitri dengan cara berdoa dan bersilaturahmi dengan orang-orang terdekat, lain halnya dengan bakda kupat yang justru dirayakan seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Meskipun awalnya ketupat hanya berada di Pulau Jawa, pada akhirnya makanan ini menyebar di seluruh wilayah Indonesia hingga negara-negara tetangga.
Filosofi Ketupat
Selanjutnya, ada filosofi tersendiri yang membuat ketupat dipilih sebagai salah satu simbol yang identik dengan Idul Fitri. Berdasarkan informasi yang disampaikan dalam buku 'Etos Diaspora Muslim Indonesia: Haji dan Kesadaran Sejarah' karya Muhammad Shokeh, biasanya ketupat disajikan dengan opor ayam maupun hidangan bersantan lainnya. Selain dapat dijumpai di wilayah Indonesia, ketupat juga dikenal sebagai salah satu kuliner khas dari Asia Tenggara.
Secara umum, ketupat merupakan kuliner yang berbahan dasar beras tanpa diberi campuran apa-apa. Kemudian beras-beras tersebut akan dibungkus dengan menggunakan anyaman daun kelapa yang masih muda berbentuk segi empat. Setelah diberi isian sebanyak setengah dari wadahnya, ketupat akan direbut di dalam air yang telah mendidih hingga matang.
Meskipun termasuk dalam hidangan sederhana yang berupa nasi, ternyata ada filosofi ketupat yang erat kaitannya dengan peringatan Hari Raya Idul Fitri. Seperti dijelaskan dalam buku 'Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan' karya Puji Rahayu, ketupat atau kupat apabila berasal dari bahasa Arab dijuluki sebagai kuffat yang memiliki arti cukup harapan. Sementara itu, dalam istilah Jawa kupat merupakan bentuk akronim dari ngaku lepat dan laku papat.
Ngaku lepat dapat dimaknai sebagai pengakuan kesalahan, sedangkan laku papar adalah empat perkara atau tindakan. Cara untuk mengakui kesalahan biasanya dilakukan oleh masyarakat dengan melakukan tradisi sungkeman. Sebagian kalangan masyarakat akan bersimpuh di hadapan orang yang lebih tua, kemudian memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan.
Tak sampai di situ, dijelaskan juga terkait janur atau daun kelapa yang masih muda sebagai pembungkus dari ketupat. Janur tersebut ternyata diambil dari bahasa Arab yaitu ja'a nur yang memiliki arti telah datang cahaya. Hal ini berkaitan dengan hati manusia saat meminta maaf dalam tradisi sungkeman di Hari Raya Idul Fitri.
Bentuk kupat yang berwujud segi empat apabila dibelah menjadi dua akan menunjukkan isian nasi berwarna putih. Ini mewakili isi hati manusia saat Idul Fitri yang digambarkan putih bersih. Hal tersebut dikarenakan hatinya telah dibungkus oleh ja'a nur atau cahaya.
Nah, itulah tadi alasan mengapa opor dan ketupat identik dengan Idul Fitri. Semoga penjelasan tadi dapat menjawab rasa penasaran dari detikers, ya.
(par/aku)