Almas Tsaqibirru Re A menggugat Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dengan tuduhan wanprestasi. Padahal, Almas sebelumnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres yang memberi peluang Gibran maju ke Pilpres 2024.
Gugatan wanprestasi ini tertuang dengan nomor perkara 25/Pdt.G/2024/Pn Skt di Pengadilan Negeri Solo. Lewat perkara itu, Almas mengajukan gugatan ke Gibran senilai Rp 10 juta karena dinilai tak mengucapkan terima kasih terkait gugatannya ke MK.
Lantas apakah gugatan Almas ini bakal mempengaruhi elektabilitas Gibran? Pakar Hukum dan Politik UNS, Agus Riwanto menilai ada dua sisi menguntungkan dan merugikan dari gugatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Bisa) Menaikkan itu karena ini menjadi kian populer. Publik kadang tidak membaca benar atau salah, tapi ini mencuri perhatian publik, yang mana di era sekarang itu sama dengan kampanye gratis. Semua media menyorot ke sana terlepas benar atau salah, tapi ini ada sensasi. Ini bisa menaikkan elektabilitas justru," ujar Riwanto saat berbincang dengan detikJateng via telepon, Sabtu (3/2/2024).
"Kalau kita lihat gugatannya (Almas ke MK), dia dulu mengatakan kagum dengan Gibran. Itu untuk menyokong itu. Sekarang juga begitu, jangan-jangan ini konspirasi politik sistemik untuk menaikkan elektabilitas di tengah suasana orang benci betul dengan berbagai hal viral tentang Gibran," sambung dia.
Dia lalu menyoroti sederet petitum yang diajukan Almas dalam gugatannya. Riwanto menilai poin tuntutan itu mengada-ada.
"Apalagi petitumnya atau permohonannya juga aneh. Misalnya disuruh membayar Rp 10 juta untuk panti asuhan, ditambah denda sehari Rp 1 juta, pengucapan terima kasih di depan media nasional. Itu kan sesuatu yang mengada-ada dalam hukum perdata. Mestinya kan ada aspek-aspek wanprestasinya, sebelumnya ada perjanjian tertulis lalu perjanjian itu diingkari, klausulnya menjadi tidak jelas, dan sebagainya," urainya.
Riwanto pun menyebut gugatan wanprestasi ini bisa berdampak negatif pada elektabilitas Gibran. Sebab, subtansi gugatan wanprestasi tersebut dinilai mengada-ada sehingga menimbulkan praduga di tengah masyarakat.
"Kalau orang tahu subtansinya, seperti nilai gugatan, prosedur gugatan, dan teknik hukumnya, itu kan sesuatu yang aneh. Wanprestasi itu kan suatu perjanjian berbasis kepada kesepakatan kedua belah pihak. Kemudian salah satu mengingkari. Pertanyaannya ada tidak perjanjian itu, kok dia melakukan wanprestasi," jelasnya.
Meski memiliki bak pisau bermata dua bagi Gibran, namun gugatan ini dinilai memberikan dampak positif bagi Almas. "Buat Almas semakin populer, dia mencari panggung lain," cetus Riwanto.
Sementara itu, Pakar Hukum Perdata UNS Yudho Taruno Muryanto mengatakan, dalam hukum perdata, wanprestasi harus memenuhi beberapa unsur seperti perjanjian, pihak yang melanggar, dan kelalaian. Yudho menyebut jika tidak ada kesepakatan antara Gibran dan Almas maka gugatan wanprestasi ini bisa batal demi hukum.
"Jika bicara wanprestasi, ini ada keterikatannya atau tidak. Kalau Almas menggugat itu, sebelumnya ada hubungan hukum dalam arti yang lahir dalam perjanjian. Kalau tidak, dia sebenarnya tidak berhak untuk melakukan gugatan ini," kata Yudho.
Alasan Almas Gugat Wanprestasi ke Gibran
Kuasa hukum Almas, Arif Sahudi, menjelaskan soal gugatan perkara nomor 25/Pdt.G/2024/Pn Skt di Pengadilan Negeri (PN) Solo. Dalam perkara itu, Almas menggugat Gibran senilai Rp 10 juta.
Saat konferensi pers di Rumah Makan Ayam Betutu Bli Yani Solo, Jumat (2/2), Arif mengatakan gugatan itu tak lepas dari dikabulkannya perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal Capres dan Cawapres oleh MK yang sebelumnya diajukan Almas.
"Almas ingin menuntut kepada Gibran ucapan terima kasih. Karena selama ini Mas Gibran orang baik, ketika Pilkada dulu dia terpilih semua pendukungnya diucapkan terima kasih. Lha ini Mas Almas membuka ruang yang lebar hingga Mas Gibran bisa naik ke puncak, tapi sampai detik ini katanya Mas Almas belum mendapatkan ucapan terima kasih. Itu yang menjadi rujukannya," kata Arif saat konferensi pers, Jumat (2/2).
Soal munculnya angka Rp 10 juta, Arif mengatakan itu sebagai biaya ganti rugi biaya pengacara yang dikeluarkan Almas saat uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Arif berujar, uang itu akan diserahkan ke panti asuhan di Solo.
"Almas juga manusia biasa, ingin dipuji, ingin mendapatkan terima kasih. Jadi terlepas kenal tidak kenal, manusia ingin mendapatkan tanda penghormatan. Tapi ditunggu-tunggu kok tidak ada, ya udah digugat saja," ujar Arif.
Arif berharap ada iktikad baik dari Gibran untuk mengucapkan terima kasih kepada Almas. Lantaran tak ada ucapan terima kasih, mereka akhirnya menggugat. Arif mengatakan, pihak Almas belum berkomunikasi dengan pihak Gibran terkait gugatan yang diajukan ke PN Solo.
(ams/ams)