Ada satu desa dengan nama unik di Kabupaten Kudus, yaitu Jepang. Nama unik ini pun menarik perhatian bagi siapa saja yang melintas di Jalan Pantura Kudus karena terlihat plang yang menunjukkan arah menuju Jepang.
Dilansir detikNews, petunjuk jalan ke Kota Semarang dan Jepang sempat viral di media sosial. Netizen pun dibuat penasaran dengan plang petunjuk jalan tersebut. Bagaimanakah asal-usul nama Jepang ini?
detikJateng telah merangkum informasi mengenai sejarah Desa Jepang dari laman resmi pemerintah desa tersebut dan dari jurnal berjudul 'Genealogi Petilasan Sunan Kudus: Representasi Masjid Wali Sebagai Ruang Dakwah Sunan Kudus di Desa Jepang, Mejobo, Kudus' karya Mas'udi yang dimuat di jurnal AJDS Vol 14 No 1 (2013). Mari simak bagaimana sejarahnya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul Desa Jepang
Desa Jepang termasuk dalam wilayah Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus. Sejarah desa ini tidak terlepas dari kehidupan Aryo Penangsang, yang kemudian dikenal sebagai Adipati Jipang.
Desa ini bermula dari kebiasaan Aryo Penangsang yang sering singgah di wilayah ini saat perjalanan menuju Pondok Pesantren Sunan Kudus.
Pada masa lalu, Desa Jepang merupakan sebuah rawa besar, di mana Aryo Penangsang sering menambatkan perahunya setelah menempuh perjalanan dari Kadipaten Jipang (kini wilayah Kabupaten Blora).
Sunan Kudus yang mengetahui kebiasaan muridnya merasa iba dan memutuskan untuk mendirikan sebuah masjid di lokasi tersebut. Masjid tersebut tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga sebagai tempat istirahat bagi Aryo Penangsang.
Proses pembangunan masjid ini dimulai oleh Sunan Kudus dan dilanjutkan oleh Aryo Penangsang. Masjid tersebut kemudian diberi nama Masjid Wali karena memiliki Soko Papat, sebuah konstruksi masjid yang terbuat dari kayu utuh, serupa dengan masjid-masjid yang dibangun oleh para wali.
Masjid Wali Al Makmur ini juga memiliki gapura yang mengingatkan pada Masjid Menara Kudus.
Pada tahun 1917 Masehi, seorang ulama dari Desa Karangmalang, Sayyid Dloro Ali, memberikan tambahan nama "Al Makmur" kepada masjid ini, seperti yang tercatat dalam prasasti.
Nama ini menjadi penghormatan terhadap keberkahan dan kemakmuran yang diyakini terpancar dari masjid tersebut.
Seiring waktu, Masjid Wali Al Makmur di Desa Jepang tidak hanya menjadi pusat kegiatan keagamaan tetapi juga menjadi lambang sejarah dan kearifan lokal.
Desa Jepang menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang kehidupan spiritual dan keagamaan yang memberikan warna dan makna mendalam pada sejarahnya.
Meski memiliki nama 'Jepang', desa ini tidak berhubungan sama sekali dengan negeri matahari terbit, Lur.
(dil/ahr)