Perjuangan Muh Khaerudin (44) mendapatkan memenangkan gugatan setelah sempat diberhentikan sebagai kepala dusun (kadus) dengan tidak hormat tahun 2020. Setelah melalui proses panjang di pengadilan tata usaha negara, kini Khaerudin memenangkan gugatannya dan mengantongi surat keterangan inkrah (berkekuatan hukum tetap).
Khaerudin menang pada tingkat banding dan telah diputus oleh PT TUN Surabaya dengan nomor 91/B/2021/PT.TUN.SBY, pada tanggal 21 April 2021 dengan putusan amar menerima permohonan banding dari Pembanding/Tergugat, menguatkan putusan PTUN Semarang No. 75/G/2020/PTUN.Smg tertanggal 2 Februari 2021 dan menghukum Pembanding/Tergugat untuk membayar biaya perkara pada dua tingkat pengadilan.
"Iya alhamdulillah kita menang lagi. Namun sejak putusan di PT TUN Surabaya sampai saat ini belum mendapat pemulihan hak, harkat dan martabat. Selain itu pemulihan nama baik karena stigma di masyarakat seorang pecatan berarti orang yang salah, pihak Kades belum menjalankan hasil putusan itu," kata Khaerudin saat ditemui detikJateng di rumahnya, Senin (18/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan Kepala Desa Kebonagung yang kalah dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya belum melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
Khaerudin menjelaskan dalam putusan PTUN Semarang, pihaknya telah dikabulkan gugatan untuk seluruhnya dan menyatakan batal atas Keputusan Kepala Desa Kebonagung tentang pemberhentian dengan tidak hormat, mewajibkan Kepala Desa Kebonagung untuk mencabut keputusannya tersebut. Selanjutnya, kata Khaerudin, Kepala Deas Kebonagung diwajibkan untuk memulihkan hak penggugat dalam kedudukan harkat dan martabatnya seperti semula.
Pihaknya sendiri telah memenangkan perkara tingkat banding di PT TUN Surabaya tertanggal 21 April 2021 dan para pihak telah diberitahukan melalui surat elektronik (e-Summon) dan karena perkara tersebut terkena pembatasan mengajukan upaya hukum di tingkat Kasasi, maka sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku perkara tersebut Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (inkrah).
"Jadi keputusan itu sudah mempunyai kekuatan hukum, tinggal dijalankan saja. Hingga saat ini belum dijalankan," ucapnya.
Dengan adanya surat keterangan inkrah tersebut, pihaknya menuntut haknya kepada Kepala Desa Kebonagung. Ia merasa dizalimi karena sejak putusan di PT TUN Surabaya belum mendapat pemulihan hak harkat dan martabat.
Ditempat yang sama, Agus Suprihanto, selaku kuasa hukum penggugat, menjelaskan pihaknya akan terus mengawal kasus ini sampai dilaksanakannya eksekusi. Pihaknya meminta pada Pemerintah Kabupaten Pekalongan untuk tegas menyelesaikan kasus ini.
"Kami siap menempuh jalur hukum dan melayangkan surat ke lembaga negara yang berwenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik apabila perkara yang telah inkrah ini mandul di tengah jalan," imbuhnya.
Halaman selanjutnya, pemicu pemecatan...
Peristiwa pemecatan sepihak ini, menurut Khaerudin, buntut dari dukung-mendukung dalam Pilkades 2019 di desa setempat. Ia mengaku tidak sendirian. Namun ada sejumlah perangkat desa lainnya yang mengalami hal yang sama.
"Mungkin itu buntut panjang dari dukung-mendukung calon kades dari Pilkades 2019," jelasnya.
Sanksi pertama per tanggal 26 Desember 2019, Kades Andi Kristiyanto memberikan sanksi administrasi kepada 5 perangkat desa untuk berangkat kantor setiap hari mulai pukul 07.00-16.00 WIB.
"Setelah itu, Kades memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat terhadap seorang Sekdes (Dian Murdiyanto) dan Kadus tengah (Abdul Priyono), Kades memberikan sanksi pemberhentian sementara kepada 2 orang kadus," jelasnya.
Khaerudin menambahkan, pada tanggal 20 Januari 2020, terbit SK baru (Kades) isinya pemberhentian tetap dengan tidak hormat kepada satu orang Kadus Sibedug (Supadma). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2022 dikeluarkan SK pemberhentian kembali. Sehingga jumlah perangkat desa yang diberikan sanksi tersebut sampai tanggal 20 Maret 2020 adalah 9 orang.
Setelah itu, beberapa langkah mediasi dilakukan baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten. Namun kades tetap kukuh dengan keputusannya.
"Semua Surat Keputusan (SK) Kades yang diberikan kepada perangkat desa tanpa adanya konsultasi dan rekomendasi tertulis dari Camat selaku atas nama Bupati. Padahal itu syarat wajib sebelum Kades menerbitkan SK. Karena itulah, Kades telah melakukan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan Permendagri No 67 Tahun 2017 tentang pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kebonagung Andi Kristiyanto saat dihubungi detikJateng melalui telepon belum memberikan konfirmasinya, Senin (18/7). Ia menjanjikan akan memberikan pernyataan pada Rabu (20/7).
"Saya tidak bisa memberikan keterangan lewat telepon, Rabu saja, saya mau pergi juga," kata Andi singkat.