Geger Pengangkatan Permaisuri-Putra Mahkota Keraton Solo Disoal Dewan Adat

Geger Pengangkatan Permaisuri-Putra Mahkota Keraton Solo Disoal Dewan Adat

Tim detikJateng - detikJateng
Kamis, 03 Mar 2022 06:00 WIB
Naga di kamandungan Keraton Solo, Jumat (31/12/2021).
Keraton Solo. (Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikJateng)
Solo - Raja Keraton Kasunanan Surakarta Pakubuwono (PB) XIII mengangkat putra bungsunya, KGPH Purbaya sebagai putra mahkota sekaligus mengukuhkan istrinya sebagai permaisuri dengan gelar GKR Pakubuwono. Belakangan keputusan ini dipertanyakan oleh kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) yang menyebut pemberian gelar tersebut tidak bisa sembarangan dilakukan.

Angkat putera mahkota dan kukuhkan permaisuri

Keraton Kasunanan Surakarta menyelenggarakan upacara peringatan kenaikan takhta atau Tingalandalem Jumenengan Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono (PB) XIII, pada Minggu (27/2) lalu. Pada peringatan kenaikan takhta yang ke-18 ini, PB XIII juga mengangkat putra mahkota.

Dalam salah satu prosesi itu, raja mengukuhkan istrinya sebagai permaisuri bergelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono sekaligus putra mereka satu-satunya, Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya sebagai putra mahkota.

"Yang istimewa yaitu pengukuhan garwa dalem, dikukuhkan nunggak asma atau satu nama sebagai GKR Pakubuwono, yaitu kedudukannya sebagai permaisuri PB XIII," kata Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Dipokusumo usai upacara, Minggu (27/2).

"Di samping itu ada penetapan dari putra dalem yang miyos atau lahir dari prameswari dalem, yaitu KGPH Purbaya, dilantik menjadi Kanjeng Gusti Adipati Anom Sudibyo Rajaputra Narendra Ing Mataram, yaitu sebagai putra mahkota," imbuh Dipokusumo.

Putera mahkota KGPH Purbaya berusia 21 tahun

KGPH Purbaya kini berumur 21 tahun dan tengah menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Penetapan ini dilakukan sebagai isyarat penerus takhta raja di kemudian hari.

"Regenerasi atau kesinambungan ini penting, salah satu prosesnya berupa gelar-gelar kepada para keturunan. Beliau adalah putra dari permaisuri, putra satu-satunya," ucapnya.

Selain acara tersebut, prosesi Tingalandalem Jumenengan SISKS PB XIII berlangsung seperti tahun-tahun sebelumnya. Terdapat prosesi tari Bedhaya Ketawang dan pemberian gelar kepada abdi dalem dan sentana dalem.

Beberapa tamu khusus juga hadir dalam upacara peringatan itu, antara lain Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti dan Wantimpres Wiranto.

Dinilai langkah memperkecil potensi konflik

Raja Keraton Kasunanan Surakarta Pakubuwono (PB) XIII mengangkat KGPH Purbaya sebagai putra mahkota. Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Susanto, menilai langkah tersebut dilakukan untuk memperkecil potensi konflik.

Dengan menunjuk putra mahkota, diharapkan konflik perpecahan tidak terjadi. Seperti ketika perpindahan kekuasaan dari PB XII ke PB XIII, terdapat dua kubu yang saling mengklaim kekuasaan.

"Tentu ini dilakukan untuk mengurangi potensi konflik ke depannya. Dengan ditunjuknya putra mahkota berarti nantinya dialah yang jadi penerus," kata Susanto saat dihubungi detikJateng, Selasa (1/3).

Terpilihnya KGPH Purbaya, kata Susanto, adalah hal yang wajar karena dia putra satu-satunya dari permaisuri. Menurut Susanto, KGPH Purbaya juga berhak menyandang gelar Adipati Anom.

"Jika putra permaisuri, maka akan menyandang gelar Adipati Anom. Kalau bukan permaisuri bisa dengan nama tertentu, seperti PB XIII dulu namanya Hangabehi," ujar dia.

Selain memperkecil potensi konflik, prosesi itu disebut sebagai bagian dari tugas keraton dalam melaksanakan adat istiadat. Sebab tidak dipungkiri jika keraton masih diakui sebagai sumber kebudayaan, meskipun sudah tidak memiliki kekuatan politik di Indonesia.

"Ya itu sudah menjadi salah satu tradisi mereka. Tentunya sudah ada adat istiadat yang dipatuhi," ujarnya.

Disoal oleh Lembaga Dewan Adat

Belakangan pengkatan permaisuri dan putra mahkota itu disoal dewan adat. Ketua Eksekutif LDA Keraton Solo, Kanjeng Pangeran (KP) Eddy Wirabhumi utamanya mempersoalkan pengukuhan permaisuri karena menggunakan gelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono.

"Jadi semua itu ada aturannya. Tidak bisa sembarangan menggunakan gelar gusti. Ada syarat dan tata caranya," kata Wirabhumi saat dihubungi detikJateng, Rabu (2/3).

Menurutnya, memang gelar gusti bisa dipakai orang keturunan trah Mataram maupun bukan keturunan. Namun ada tata cara berbeda dalam prosesinya.

LDA sendiri akan mengecek kembali bagaimana prosesi adat yang telah berlangsung. Dikhawatirkan jika terjadi penyimpangan maka pengangkatan putra mahkota KGPH Purbaya juga bakal terjadi kesalahan.

"Kami akan cek lagi apakah pengangkatan permaisuri sudah sesuai dengan adat atau terjadi penyimpangan. Kalau menyimpang, tentu pengangkatan putra mahkota juga ikut menyimpang," tutupnya.


(aku/ams)


Hide Ads