Tokoh penghayat kepercayaan Sedulur Sikep atau Samin di Kabupaten Kudus, Wargono meninggal dunia. Lalu seperti apa sosok Mbah Gono di mata para Sedulur Sikep?
Wargono merupakan tokoh masyarakat Samin yang tinggal di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus. Dia merupakan ayah dari tokoh Samin di Pati, Gunretno.
Mbah Gono, sapaan akrabnya, telah berpulang pada Jumat (25/2) pukul 15.00 WIB. Pemakaman dilakukan pada hari Sabtu (26/2) pukul 11.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak pertama Mbah Gono, Gunretno menjelaskan, sosok ayahnya memiliki perilaku tidak luntur. Disebutkannya, Mbah Gono juga mau menerima terhadap perkembangan masalah lingkungan yang ada.
"Mbah Gono sejak muda berproses bagaimana berperilaku tidak luntur, tapi Sikepnya Mbah Gono, Sikep yang mau menerima terhadap perkembangan masalah lingkungan," jelas Gunretno ditemui wartawan di lokasi, Sabtu (26/2/2022).
"Bahkan hampir setiap hari Mbah Gono dimintai pertimbangan, konsultasi dulur-dulur tidak hanya Sedulur Sikep bahkan desa," sambung dia.
Menurutnya sosok ayahnya itu sering dimintai pertimbangan dari beberapa tokoh hingga pejabat penting. Bahkan kata dia, anak-anaknya pun dimintai pertimbangan membantu ayahnya tersebut.
"Saya selaku anaknya, ketika bapak didatangi sedulur, dimintai pertimbangan itu totalitas, bahkan anaknya diajak bantu gitu. Maka dari pihak keluarga, desa juga mengakui Mbah Gono beda dengan lainnya, bisa dianggap tokoh," ungkap Gunretno.
"Punya wasiat kepada anaknya, kalau Salin Sandangan disuruh menempati tempat di rumah ini," lanjut dia.
Gunretno mengenang ayahnya adalah seorang kepala keluarga yang keras mendidik anak-anaknya. Mbah Gono memiliki lima anak. Mereka pun diajari pendidikan yang disiplin di lingkungan keluarga.
"Bapak itu keras banget, jadi didikannya keras banget, bahkan kalau anak harus eman-eman dimanja, cara menyayangi anak beda, jadi bapak bangun fajar, anaknya tidak boleh bangun siang, harus bangun semua," kenang dia.
"Bapak bantu ibu numbuk jagung, anak itu tidak ada yang diam. Mereka membantu menumbuk jagung, melu (ikut) menghidupkan api, sehabis sarapan terus ditugasi, kamu gini, kamu gini, jadi tidak ada boleh tidur siang tidak ada," sambung dia.
Pesan yang tidak dilupakan, kata dia adalah kata-kata tentang perilaku harus jujur dan berbuat baik. "Pesan yang disampaikan, ada tetembungan becik ketitik ala ketara, mulane aja pada sulaya sak jroning kesusahan (kebaikan akan terlihat, kejelekan akan ketahuan, maka jangan ingkar/berbuat ulah saat sedang kesusahan)," ujarnya.
"Ini maksudnya mulo angger sing kok adepi wong akeh, sing madep, sing manteb, sing ati-ati (jika kamu menghadapi orang banyak, mantabkan arah dan berhati-hati). Itu mungkin makna jero (dalam)," pungkas Gunretno.
(aku/sip)