Bawaslu Kota Cirebon memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan untuk Pilkada 2024. Kerawanan tersebut mulai dari intimidasi hingga politik uang.
Komisioner Bawaslu Nurul Fajri mengatakan berdasarkan hasil pemetaan, terdapat dua indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi dan 3 indikator yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi.
"Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 16 variabel dan 5 indikator, diambil dari sedikitnya 22 kelurahan di 5 Kecamatan yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10-15 November 2024," kata Fajri di Kota Cirebon, Kamis (21/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fajri, variabel dan indikator potensi TPS rawan ini antara lain, pertama penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT, dan/atau riwayat PSU/PSSU).
Kedua, keamanan (riwayat intimidasi kepada pemilih dan/atau penyelenggara pemilihan). Ketiga, politik uang (praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar Lokasi TPS).
Keempat, logistik (riwayat kerusakan dan kekurangan/kelebihan). Kelima, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah paslon atau posko tim kampanye, dan lokasi khusus).
Fajri menjelaskan indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi. Ia menyebut, 139 TPS rawan terdapat pemilih disabilitas pada DPT, 74 TPS rawan terdapat Pemilih Pindahan (DPTb), dan 34 TPS rawan terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (meninggal dunia, alih status TNI atau Polri, dicabut hak pilih berdasarkan putusan pengadilan).
Kemudian, 26 TPS rawan didirikan di wilayah rawan bencana, seperti banjir, tanah longsor dan gempa, 21 TPS rawan dekat Lembaga Pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, 14 TPS rawan terdapat penyelenggara pemilihan di TPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.
Selanjutnya, 9 TPS terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU), 4 TPS rawan di lokasi khusus dan 2 TPS terdapat potensi pemilih memenuhi syarat, namun tidak terdaftar di DPT (Potensi DPK).
Selain itu, 2 TPS rawan sulit dijangkau (geografis dan cuaca), 2 TPS rawan berada di dekat rumah pasangan calon dan posko tim kampanye pasangan calon dan 1 TPS rawan di dekat wilayah kerja (pertambangan, pabrik).
Fajri juga menerangkan indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi. Menurutnya, ada 5 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu.
"3 TPS memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan untuk di TPS pada saat pemilu, 2 TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada pemilih dan/atau penyelenggara pemilihan, 1 TPS terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS," kata dia.
"Pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau Pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh tingkatan untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis," kata Fajri menambahkan.
Terkait dengan data TPS rawan ini, kata dia, Bawaslu melakukan strategi pencegahan. Di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.
"Kemudian berkolaborasi dengan pemantau pemilihan, pegiat kepemilaun, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online," kata dia.
(sud/sud)