Cerita Mulyana dan Wawa Mengenang Kejayaan PGC

Cerita Mulyana dan Wawa Mengenang Kejayaan PGC

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Sabtu, 18 Jan 2025 19:00 WIB
Mulyana dan becaknya saat mangkal di depan PGC
Mulyana dan becaknya saat mangkal di depan PGC. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Sebagai pusat perbelanjaan di Kota Cirebon, Pusat Grosir Cirebon (PGC) menjadi tempat menggantungkan hidup bagi banyak orang, salah satunya tukang becak. Meski PGC mulai sepi, tapi hampir setiap hari beberapa tukang becak mangkal berjejer di bagian depan PGC, seperti yang dilakukan oleh Muhammad Mulyana.

Mulyana yang kini berusia 65 tahun, sudah menjadi tukang becak di PGC Cirebon selama puluhan tahun. Sambil duduk santai di becaknya, Mulyana bercerita, ia sudah menjadi tukang becak ketika PGC masih berfungsi sebagai gedung bioskop yang bernama Mandala Theater.

"Saya jadi tukang becak dari tahun 2002, lebih dari 20 tahun," tutur Mulyana belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, lanjut Mulyana, Mandala Theater menjadi tempat berkumpulnya orang Cirebon untuk mencari hiburan, tak hanya bioskop, saat itu di lantai bawah Mandala Theater juga ada Pasar Isoek, yang menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok.

Sebagai pusat perbelanjaan dan hiburan, di bagian depan PGC dulu ada puluhan tukang becak yang mangkal. Namun, semenjak PGC sepi, puluhan tukang becak yang dulu berjejer, sekarang hanya tersisa 5 tukang becak yang masih bertahan.

ADVERTISEMENT

"Dulu mah tukang becak di sini tuh banyak, itu bisa sampai 40 tukang becak juga ada, jejer di sebelah kanan dan sebelah kiri PGC. Tapi kalau sekarang, nanti sore juga, kalau saya pulang, sisa cuma berdua," tutur Mulyana.

Kala itu, dalam sehari Mulyana, bisa mendapatkan pendapatan dari menarik becak sekitar Rp 100.000, menurut Mulyana, dulu jumlah Rp 100.000 merupakan nominal uang yang cukup besar.

"Pas 2002-2015, Rp 100.000 itu gede, soalnya dulu tarif becak aja dari sini ke Surya aja itu cuman Rp 1.500, pas itu juga sewa becak murah paling Rp 500 perak, tapi penumpang banyak, narik becak tuh lancar, tutur Mulyana

Dari hasil menarik becak, saat itu, Mulyana bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai SMA, bahkan salah satu anak Mulyana sendiri ada yang bersekolah sampai perguruan tinggi. Meski tidak sampai selesai karena alasan biaya dan pendapatan yang menurun.

"Aslinya anaknya empat, nggak ada satu, jadi tinggal tiga, sudah lulus SMA semua alhamdulillah, itu anak yang pertama itu ada yang kuliah tapi cuman sampai semester 6, itu waktu pas PGC masih ramai," tutur Mulyana.

Namun, semenjak adanya COVID-19, PGC menjadi sepi karena mulai ditinggalkan pembelinya, hal ini membuat penghasilan Mulyana juga ikut menurun. Dalam sehari, Mulyana hanya bisa menarik bisa sekitar 1 sampai 2 orang, bahkan tak jarang, dalam sehari Mulyana, tidak mendapatkan penumpang sama sekali.

"Kandang nih ya, saya dari pagi sama sore kadang nggak dapet, bukan pernah tapi sering, paling Rp 5.000, kadang juga saya dari pagi sampai siang nggak dapat, terus pulang datang ke sini, alhamdulillah sorenya kadang dapat," tutur Mulyana.

Karena pendapatan yang semakin berkurang, untuk kebutuhan sehari-hari, Mulyana akan melakukan berbagai macam penghematan, apalagi becak yang Mulyana gunakan merupakan becak sewaan dari Klayan.

"Kita yang mengimbangi pendapatan, karena istilahnya begini, kayak yang tadinya sarapan di luar, yah kita sarapannya di rumah, atau misal tempe yang tadinya satu, yang kita bagi dua, yang penting kita mensyukuri saja," tutur Mulyana.

Mulyana memaparkan, salah satu penyebabnya kenapa PGC dan tukang becak sepi penumpang adalah karena zaman yang sudah berubah, di mana, konsumen cenderung untuk membeli dan menggunakan transportasi secara online.

"Logikanya kalau kita kan nyari penumpang, kan harus ada yang datang ke sini dulu, tapi sekarang yang dateng saja sepi, sekali ada malah naiknya angkutan online, jadi sepinya PGC juga sepinya becak, bukan tukang becak saja pedagang juga sepi," tutur Mulyana.

Meski PGC mulai sepi, Mulyana tidak punya pilihan lain, di usianya yang sudah senja, Mulyana akan tetap menjadi tukang becak di depan PGC. Bagi Mulyana, yang penting dirinya sudah berusaha untuk tetap bekerja, sambil berharap semoga PGC kembali ramai seperti dulu kala.

"Karena berusaha wajib, tapi hasil tidak wajib, tergantung dari rezekinya, saya bersyukur diberi kenikmatan dari Allah dari rezeki tukang becak, jadi saya bertahan, kedua umur 60 tahunan siapa orang yang mau nerima bekerja, jadi yang tadinya terpaksa sekarang bersyukur," pungkas Mulyana.

Cerita Penjaga PGC

Namanya Wawa, usianya 60 tahun sudah sejak kecil Wawa bermain dan bekerja di sekitar Pusat Grosir Cirebon. Selama bekerja, ada banyak profesi yang Wawi lakoni, seperti kuli pikul, penjaga pelabuhan, hingga menjadi penjaga PGC dan Pasar Pagi selama hampir 20 tahun.

"Saya dari kecil di sini, dari tahun 1970-an itu sudah sering main di sini, bantu-bantu jadi pikul di pasar," tutur Wawa, belum lama ini.

Karena sejak kecil bekerja di sekitar PGC, menjadikan Wawa paham tentang perkembangan kondisi di sekitar PGC.Menurut Wawa, mulanya, PGC merupakan pasar tradisional yang diberi nama Pasar Isuk, penyebutan Pasar Isuk karena waktu ramainya pasar ada pada waktu Isuk atau pagi hari.

"Pasar Isuk namanya, pas itu orang-orang berjualan pakainya sepeda, dari mulai jualan hasil bumi seperti boled dan sayuran, yang jualan itu dari mana-mana, seperti Kuningan, Kroya, Indramayu," tutur Wawa

Sebelum dibangunya gedung Pasar Pagi, para pedagang tersebut, berjualan di sekitar bantaran Sungai Sukalila. Meski dijadikan sebagai tempat berdagang, namun, menurut Wawa, dulu sungai Sukalila merupakan sungai yang kumuh.

Pasalnya, lanjut Wawa, dulu operasi bongkar muat barang dari kapal ke pelabuhan dilakukan di muara Sungai Sukalila. Akibatnya, kondisi air sungai Sukalila menjadi kotor, tercemar serta terjadi pendangkalan. Selain itu juga, di sekitar PGC juga, dulu merupakan jalur kereta api yang menghubungkan antara pelabuhan Muara Sukalila dengan Stasiun Kereta Api Kejaksaan Cirebon.

"Dulu di sekitar Sukalila, merupakan wilayah yang disebut dengan wilayah plukutukan, itu penyebutan untuk istilah air yang mampet dan tergenang, kondisinya air pasang surut sampai pesisir, airnya hitam, isinya limbah. Dulu juga ini jalur kereta, karena Muara Sukalila nya ditutup, jadi rel keretanya juga ditutup," tutur Wawa, yang juga pernah bekerja sebagai penjaga pelabuhan di Muara Sukalila.

Untuk bioskopnya sendiri, menurut Wawa, dibangun sekitar tahun 1970-an, dengan nama Bioskop Mandala. "Ramai bioskop tuh tahun 1980- an di sini, saingannya sama bioskop yang ada di Cirebon Mall tuh, atau bioskop Galaxy sama Paradise," tutur Wawa.

Baru, sekitar tahun 2005, bersamaan dengan adanya PGC, Wawa ditugaskan sebagai penjaga di PGC. "Dulu kan saya kenal orang-orang di sini, jadi diminta bantuan buat jada daerah sini kalau malam lah, itu sekitar 20 tahun jadi penjaga PGC," tutur Wawa.

Menurut Wawi, dari hasil menjadi seorang penjaga PGC cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarganya sehari-hari, bahkan bisa menyekolahkan salah satunya anaknya sampai perguruan tinggi. "Alhamdulillah, anaknya 3 sudah pada sekolah semua, yang kuliahnya satu, hasil dari kerja keras di sini, alhamdulillah anak sudah kerja semua," tutur Wawa.

Namun, semenjak PGC sepi, Wawa memutuskan untuk berhenti menjadi penjaga PGC dan berganti menjadi juri parkir sekaligus penjaga helm milik pengujung. "Sekarang mah yang penting yakin, berapapun hasilnya disyukurin saja," pungkas Wawa.

(sud/sud)


Hide Ads