Sore itu, Shaeri (60) dan Istrinya, sedang sibuk membersihkan hama laut yang ikut tertangkap di jaring saat mencari rajungan di laut. Tidak hanya hama, terlihat mainan mobil anak-anak yang terbuat dari plastik juga ikut terjaring. Sama seperti hari sebelumnya, pendapatan melaut hari ini tidak terlalu banyak, bahkan cenderung merugi.
"Hari ini saja cuman dapat empat biji rajungan, paling dapat uang Rp 20.000, belum beli solar lima liter, sekarang satu liter Rp 8.500, jadi nggak nutup, masih kurang Rp 30.000, jadi yah nyorok (ngambil uang simpanan), " tutur Shaeri, saat ditemui di pos dermaga Jalan Kerang, Rabu (15/1/2025).
Padahal dulu, Shaeri bisa mendapatkan berton-ton rajungan dari hasil melaut di perairan Cirebon. Kala itu, lanjut Shaeri, Desa Waruduwur terkenal sebagai pusat rajungan Cirebon, ada banyak orang dari luar Cirebon datang ke Waruduwur hanya untuk membeli rajungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu Rp 1 Juta Per Hari, Sekarang Boro-boro
"Penghasilan lebih ramai dulu, sekali melaut bisa dapat banyak sampai satu kuintal rajungan, udangnya sampai 10 - 30 kilogram, itu dari tahun 1980-an sampai tahun 2015. Dulu modal cuman Rp 15.000, tapi hasilnya kuintalan, dari rajungan saja, sehari bisa dapat Rp 1.000.000. Sekarang mah boro-boro, udang saja sudah pada nggak ada,"tutur Shaeri.
"Dulu pusat rajungan di sini, dari dermaga itu banyak orang jual rajungan, yang datang dari berbagai macam kota kayak dari Bandung itu datengnya ke sini, inget saja rajungan Cirebon yang paling enak," tambah Shaeri.
![]() |
Sama seperti nelayan Waruduwur lain, menurut Shaeri, sulitnya menangkap ikan dan rajungan di laut disebabkan karena adanya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, serta beroperasinya PLTU Cirebon.
"Pertama karena ada jaring garok dan arad yang ngerusak terumbu karang, kalau bisa itu dilarang, sama karena ada PLTU yang buang limbah ke sungai lalu mengalir ke laut, yang membuat lautnya jadi panas, ikan-ikan yang kecil itu jadinya pada mati," tutur Shaeri.
Untuk mendapatkan rajungan, Shaeri harus mencarinya ke tengah lautan, yang jaraknya jauh dari PLTU. Menurut Shaeri, sebelum ada PLTU, mencari rajungan tidak perlu jauh-jauh, cukup di sekitar bibir pantai saja, sudah banyak rajungan yang didapatkan.
"Dulu mah sekitar sini saja sudah banyak rajungan, udang juga banyak, sekarang kalau mau melaut, minimal berlayar tiga kilometer dulu, bahkan ada yang nyari rajungan sampai Muara Angke, Jakarta," tutur Shaeri.
Penduduk Alih Profesi
Karena rajungan semakin sulit ditemukan, membuat sebagian penduduk di Waruduwur, beralih profesi menjadi tukang pengupas hasil laut seperti ikan, udang dan rajungan. Menurut Shaeri, kebanyakan rajungan yang dikupas bukan berasal dari nelayan Waruduwur, tetapi, berasal dari pabrik dan tempat pengelolaan ikan.
"Yang dikupas itu bukan dari hasil laut sini, tapi dari Jakarta, Tegal, Pemalang dan Tambak Sumur. Sistemnya sekarang kebalik, dari sini beli ke sana. Di Waruduwur cuman taruh saja, buat dikupas, terus dikirim lagi ke Jakarta," tutur Shaeri.
Cucu Jadi TKI
Tidak hanya Shaeri, ayah dan anak Shaeri juga merupakan seorang nelayan. Bagi Shaeri, selama puluhan tahun, nelayan sudah menjadi profesi yang digeluti secara turun temurun oleh keluarganya. Namun, sekarang, akibat dari sepinya tangkapan ikan di laut, cucu Shaeri sudah tidak menjadi nelayan lagi, dan memutuskan untuk menjadi TKI di luar negeri.
"Bapaknya bapak saya nelayan, anak saya dua, yang satu laki-laki jadi nelayan di Jakarta, yang keduanya perempuan jadi pengupas rajungan. Tapi dua cucunya saya sekarang pada ke Taiwan, di sini anak nelayan sudah nggak jadi nelayan, mau laki-laki atau perempuan semua kerja ke Taiwan," tutur Shaeri.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Shaeri dan istrinya terpaksa untuk memakai uang tabungan dan sambil sesekali mengandalkan kiriman dari anak-cucunya yang sedang merantau. "Yah paling kerja jadi pengupas, kalau nggak, setelah dua bulan kadang minta dikirim Rp 1.000.000 buat makan," tutur Shaeri.
Meskipun pendapatan dari melaut menurun drastis, jika cuaca mendukung, Shaeri masih akan tetap melaut untuk mencari rajungan. "Dapat sedikit yah tetap berangkat, mau kerja apalagi, umur sudah segini," pungkas Shaeri.
(yum/yum)