Lapas Kesambi Cirebon merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan tertua di Indonesia. Berdiri pada tahun 1918, penjara ini awalnya dikenal dengan nama Gevangenis En Tentfabriek Te Cirebon. Pada masa Hindia Belanda, penjara ini berfungsi sebagai tempat kurungan bagi pribumi yang dianggap melanggar hukum atau melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial.
Sebagai simbol penegakan hukum, penjara ini dahulu dilengkapi dengan lambang berupa pedang bersisik di bagian depannya. Penjara ini menjadi saksi bisu berbagai peristiwa kelam yang tercatat dalam sejarah, mulai dari pembunuhan, wabah penyakit, hingga keberadaan pabrik tekstil yang beroperasi di dalamnya.
Beberapa peristiwa di lapas tersebut diabadikan dalam berbagai surat kabar Hindia Belanda, seperti De Lokomotif edisi 2 Februari 1933, yang menulis tentang meninggalnya dua narapidana karena ditikam oleh tahanan lain. Pelaku menikam dua tahanan dengan menggunakan pisau sampai mereka berdua tewas. Masih belum diketahui motif pelaku melakukan hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pembunuhan sesama narapidana, di Penjara Kesambi Cirebon juga sempat terjadi percobaan pembunuhan kepada direktur dan pengawas penjara. Mengutip surat kabar De Sumatra Post edisi 31 Januari 1928, seorang direktur penjara bernama Piterse mengalami luka parah di bagian kepala karena serangan dari narapidana Tionghoa.
Melihat hal tersebut, kepala pengawas lapas yang bernama Aronds langsung menembak mati narapidana tersebut. Namun, sebelum mengeluarkan tembakan, Aronds mengalami serangan berupa tikaman di bagian perutnya, setidaknya Aronds, mengalami lima tikaman pisau di perutnya. Penyebab narapidana Tionghoa tersebut menyerang direktur dan pengawas lapas, adalah karena tidak terima perkelahiannya dengan narapidana Tionghoa lain dilerai oleh direktur dan pengawas Lapas.
Di penjara Cirebon juga sempat terkena wabah meningitis atau radang selaput otak, mengutip surat kabar de Locomotif edisi 29 Juni 1921, ada sekitar 50 tahanan yang terkena meningitis. Oleh petugas lapas, 50 tahanan pribumi tersebut dipindahkan ke Pulau Onrust, sebuah pulau di Kepulauan Seribu.
Meski lokasinya penjara dijaga oleh sipir, namun, penjara Kesambi juga pernah mengalami perampokan. Mengutip surat kabar Batavia Nieuwsblad edisi 22 Juni 1927, kala itu, para perampok datang dengan cara membobol pintu masuk penjara, lalu, langsung mencuri sepuluh bungkus benang berukuran besar di pabrik tenun yang letaknya di dalam penjara.
Pabrik Tekstil di Penjara Cirebon
Di dalam Lapas Cirebon juga terdapat sebuah pabrik tenun kain. Pada masa Hindia Belanda, pabrik tenun tersebut bisa memproduksi sampai jutaan meter kain per tahun, seperti yang dikabarkan dalam surat kabar de Locomotif edisi 12 Oktober 1925.
"Direktur Kehakiman telah diberi wewenang untuk menambah jumlah penenun di penjara pusat di Cheribon menjadi sekitar 200 orang. Lembaga tersebut kemudian akan memproduksi 1.300.000 hingga 1.700.000 meter kain per tahun. Pengeluarannya diperkirakan sebesar NLG 120.000. Biayanya akan meningkat sebesar NLG 75.000 per tahun," tulis surat kabar de Locomotif edisi 12 Oktober 1925.
Enam tahun setelahnya, yakni di tahun 1932, pabrik tekstil yang beroperasi di dalam penjara Cirebon mengalami perkembangan pesat, mengutip surat kabar Algemeen Handelsblad edisi 5 Februari 1931, setiap harinya, dari 650 tahanan yang dipenjara, ada sekitar 500 tahanan yang bekerja di pabrik tekstil. Sedangkan tahanan lainnya, mengurus urusan internal di dalam penjara.
Dituliskan juga, pabrik tekstil yang ada di penjara merupakan pabrik tekstil paling modern pada zamannya. Meski lokasinya di dalam penjara, pabrik tekstil dikenal sebagai pabrik paling luas dan higienis. Untuk bahan baku utamanya, yakni kapas dan wol, didapatkan langsung dari Amsterdam, sedangkan untuk bahan pewarnanya, dipasok dari Bandung.
Dari segi produk, tekstil yang dihasilkan dari dari pabrik memiliki kualitas yang bagus, hampir 90 persen tekstil yang dikirim menggunakan pewarna indanthren, atau pewarna yang memiliki ketahanan yang tinggi sehingga dapat dicuci dan tahan akan sinar Matahari tropis dan pengaruh lainnya. Agar lebih terjamin, sebelum dikirim diadakan proses finishing untuk mengecek kualitas tekstil agar tidak ada yang rusak.
Dalam waktu satu minggu, pabrik tekstil mampu untuk memproduksi rata rata 30.400 meter kain. Pada tahun 1930 saja, pabrik tekstil telah mengirim kain sepanjang 1.523.310 meter, kain tersebut dikirimkan ke berbagai macam instansi di Hindia Belanda.
"Perusahaan tekstil penjara Cirebon secara teratur memasok bahan non-buatan ke cabang layanan berikut: Departemen Perang misalnya, pakaian tentara abu-abu-hijau, Dinas Kesehatan (DVG), seperti pakaian putih, handuk, dll, serta kebutuhan untuk rumah sakit dan rumah sakit jiwa, Layanan Penjara, seperti setelan rompi coklat, dll. Selain itu, berbagai barang perlengkapan dipasok sesuai pesanan, juga untuk perorangan, seperti selotip, tali, tali serut, kain bendera, dll," tulis surat kabar Algemeen Handelsblad edisi 5 Februari 1931.
Disebutkan juga, para narapidana yang bekerja di pabrik tekstil, merasa sangat senang bisa bekerja sebagai buruh pabrik. Untuk jam kerjanya dimulai pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:30 WIB, lalu istirahat, dan dilanjutkan kembali dari pukul 13:00 WIB sampai pukul 16:30 WIB.
Salah satu manfaat dari narapidana yang bekerja di pabrik tekstil adalah mereka jarang melakukan pelanggaran di dalam penjara, karena setiap harinya mereka sibuk di pabrik, sehingga tidak memiliki waktu untuk berbuat ulah, seperti saling berkelahi atau ribut. Bahkan, narapidana yang memiliki hukuman paling lama, karena bekerja di pabrik, narapidana tersebut menjadi seorang yang terampil.
Baca juga: Masa-masa Putus Asa Merajalela di Cirebon |
Namun sayang, setelah mereka keluar, para narapidana yang sudah terampil tersebut tidak lagi memanfaatkan keahliannya dalam mengelola tekstil. Penyebabnya, di luar penjara, tidak ada perusahaan tekstil di Hindia Belanda yang menerima buruh bekas narapidana.
"Sangat disayangkan bahwa setelah masa hukuman mereka berakhir, mereka tidak lagi dapat memanfaatkan apa yang telah diajarkan kepada mereka di sini, karena tidak ada perusahaan tekstil swasta besar di Hindia Belanda, di mana mereka dapat memperoleh pekerjaan. Bagi Pemerintah, perusahaan ini berarti pengurangan belanja sandang dan lain-lain sebesar puluhan ribu gulden per tahun," tulis surat Algemeen Handelsblad edisi 5 Februari 1931.
Lapas Cirebon sendiri berlokasi di Jalan Raya Kesambi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Oleh pemerintah Kota Cirebon, Lapas Kesambi Cirebon ditetapkan sebagai cagar budaya.
(iqk/iqk)