Jejak Potret 'Nyai Saritem' Terlacak di Yogyakarta

Jejak Potret 'Nyai Saritem' Terlacak di Yogyakarta

Baban Gandapurnama, Yudha Maulana - detikJabar
Kamis, 22 Sep 2022 08:00 WIB
Potret nyonya Jawa yang disebut Nyai Saritem
Potret nyonya Jawa yang disebut 'Nyai Saritem' (Foto: Ronny Mediono/Kedai Barang Antik)
Bandung -

Sulit rasanya untuk mencari orang Bandung yang tak tahu atau tak pernah mendengar soal Saritem. Saking terkenalnya 'bursa kelamin' itu, lokalisasi Saritem kerap disandingkan dengan Gang Dolly di Surabaya.

Saat ini baik Dolly atau Saritem telah ditutup oleh pemerintah. Namun, masih ada satu misteri yang tersisa, yakni bagaimana wajah Saritem? Apakah sosoknya terdokumentasi dengan baik seperti Dollyres Chavit dari Surabaya?

Beberapa tahun ke belakang muncul potret seorang wanita berparas ayu yang kerap disebut-sebut sebagai Nyai Saritem di internet. Sosok itu tampil elegan dengan balutan kebaya dan aksesoris berupa gelang dan antik bak wanita priyayi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walau foto yang muncul masih berwarna hitam dan putih, namun senyuman dari potret wanita itu sangat menawan dan membius mata siapapun yang melihatnya. Entah bagaimana awal mulanya, berbagai konten di media sosial menyebut sosok itu sebagai sosok Nyai Saritem.

Tim detikJabar pun melakukan penelusuran jejak digital dengan menggunakan metode reverse image. Foto-foto yang beredar di dunia maya, kemudian dipilah dan diurutkan sesuai dengan tanggal kemunculan foto tersebut.

ADVERTISEMENT

Terlacak, foto itu pertama kali diunggah oleh sebuah blog Kedai Barang Antik (https://kedaibarangantik.blogspot.com) pada 11 Januari 2011. Foto itu diberi judul Potret Nyonya Djawa, sang pemilik blog memberikan gambaran singkat tentang foto tersebut.

"Ini foto klasik. Asli orang Indonesia. Tak sekedar pajangan, foto antik ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan kebiasaan adat Jawa. Sebuah pose berani untuk wanita Jawa tradisional. Ayu tenan !!," tulis admin Kedai Barang Antik.

Setelah ditelusuri, ternyata blog tersebut dikelola oleh Ronny Mediono, seorang penikmat sejarah asal Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Ronny mengaku tak sengaja menemukan foto di sebuah rumah eks pejabat kolonial tempo dulu di Yogyakarta.

Foto cetakan lama itu berukuran post card atau memiliki dimensi kurang lebih 13,5 cm x 8,5 cm. Kondisi bingkainya sudah pun sudah rusak karena gigitan tikus, namun lembar foto di dalamnya masih terjaga dengan baik. Di balik foto itu terdapat perusahaan foto Agfa yang tenar dengan produk kamera analog tempo dulu.

"Waktu itu kita hunting di Yogyakarta kayak di rumah tangga gitu, kalau tidak salah yang memiliki rumah itu pensiunan militer atau kejaksaan, terus pensiunan itu menjual perabotnya karena mereka mau pindahan anak-anaknya," ujar Ronny kepada detikJabar, 18 September 2022.

Potret nyonya Jawa yang disebut-sebut sebagai Nyai SaritemPotret nyonya Jawa yang disebut-sebut sebagai Nyai Saritem Foto: istimewa/dok Ronny Mediono/kedaibarangantik.blogspot.com

"Saya borong perabotannya kursi-kursi Belanda, ada beberapa lukisan, lukisan wanita Jawa juga, terus sama batik tulis, dan di sana ada beberapa foto yang dipajang, termasuk foto yang ini (yang disebut Nyai Saritem)," katanya menambahkan.

Ronny sendiri tidak mengetahui potret wanita itu sebenarnya, sebab pihak yang dipercaya untuk mengurus rumah eks pejabat itu juga tidak mengetahui sosok wanita Jawa itu. Tetapi, bila dilihat dari pakaian dan aksesoris yang dipakai wanita cukup jelas bahwa wanita itu bukan berasal dari kelas proletar.

"Sejauh ini saya juga belum memiliki data terkait sosok tersebut, saya tidak berani menyebut wanita itu," ujarnya.

Selanjutnya Sosok Saritem

Ada berbagai versi yang menggambarkan latar belakang dari Nyai Saritem itu. Ferdian Achsani dalam Salingka, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 17 Nomor 1 Edisi Juni 2020 (salingka.kemdikbud.go.id) menulis tentang salah satu cerita yang terkenal tentang Nyai Saritem.

Sebelum mendapatkan gelar Nyai, Saritem adalah seorang gadis yang cantik belia. Pesonannya memikat seorang meneer Belanda, hingga akhirnya ia dijadikan gundik. Setelah beberapa lama, pembesar Belanda meminta Saritem untuk mencari perempuan lainnya sebagai teman kencan para tentara Belanda yang masih lajang.

Seiring berjalannya waktu, lokasi itu semakin ramai. Yang datang tak hanya prajurit yang masih lajang. Tetapi juga veteran atau prajurit yang sudah lanjut usia, bahkan pribumi pun turut tergoda untuk menikmati fasilitas di surga di dunia itu.

"Dari bisnis Saritem tersebut sehingga dapat dipahami bahwa perempuan sangat tertindas karena ia tidak memiliki harga diri dan dianggap sebagai pemuas nafsu," tulis Ferdian.

Bahkan pada kisah lainnya, Saritem diceritakan mencari perempuan muda sampai ke daerah Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan wilayah Jawa Barat lainnya demi menjalankan bisnis tersebut. Sebab, dikisahkan bisnis yang dirintis Nyai Saritem laku keras.

Versi lainnya sering disampaikan oleh budayawan asal Bandung Budi Dalton, ia menyebut sebenarnya Nyai Saritem memiliki nama asli Nyi Mas Ayu Permatasari. Kesan soal Nyai Saritem, ujar Budi, jauh dari pandangan negatif publik, justru Saritem berjuang menyelamatkan wanita tuna susila itu dari cengkeraman mucikari.

Ia menyebut, Nyi Mas Ayu Permatasari merupakan istri dari seorang Belanda dan tinggal di daerah Kebon Tangkil Bandung, daerah sekitar eks lokalisasi Saritem sekarang. Budi menyebut, Nyai Saritem merupakan wanita yang terhormat.

"Pelacur dari tahun 30-an suka ada di situ, pelacur itu ikut kerja di ibu itu. Tapi pelacur itu saat nyuci suka curhat, 'saya tuh sebetulnya tidak mau bekerja di sini, tapi si germo itu bilang ke ibu saya kerja dimana, tahunya di mana," tutur Budi dalam THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: BUDI DALTON yang tayang di Youtube 13 Januari 2020.

Nyi Mas Ayu Permatasari, tutur Budi, kemudian menanyakan kepada pada kupu-kupu malam tersebut, apakah mau berhenti bekerja sebagai pelacur. Tentu saja, mereka berkeinginan untuk berhenti dari dunia kelam tersebut.

"Jadi si ibu (Nyi Mas Ayu Permatasari) ini sama kaya orang tua zaman dulu, suka ngajampean (jampi-jampi), jadi dijampean, didoakan sehingga cewek-cewek itu tidak laku, sehingga dipulangkan oleh si germo, nah ibu itu yang suka murulukan teh (mantra)," kata Budi.

Sebagai bentuk penghargaan, kata Budi, nama Saritem pun diabadikan dalam bentuk jalan. Jalan Saritem bisa diakses melalui Jl Gardujati dari arah Pasirkaliki, atau lewat Jalan Kelenteng bila mengarah dari Jalan Sudirman atau Alun-alun Kota Bandung.

"Sehingga namanya dijadikan nama jalan karena beliau itu banyak jasanya, kan tidak mungkin nama cewek enggak bener dijadikan nama jalan, dijadikan nama jalan juga pasti karena dia pelaku sejarah gitu atau pejuang, tapi ini penelitian belum selesai," ujar Budi.

Ia mengatakan, peneliti Nyai Saritem menemukan anak-anak dari Nyi Mas Ayu Permatasari di Belanda. Saat ini, kondisi kedua anaknya disebut Budi telah lansia.

"Ditemukan tapi sudah tua-tua, sehingga sekarang masih coba kita kontak, untuk bisa memaparkan siapa dia, siapa itu dia, jasanya itu benar, karena ini sudah penelitian lama, yang belum itu tentang pendalaman beliau tentang hal-hal yang tidak diketahui sejak mereka pindah ke Belanda," katanya.

Potret wanita yang disebut Nyai SaritemPotret wanita yang disebut Nyai Saritem Foto: Ronny Mediono/Kedai Barang Antik

Budi mengatakan, Saritem lahir di Parakanmuncang Sumedang 1840 dan meninggal di Bandung 1920. Budi pun meyakini bahwa foto wanita ayu berkebaya yang beredar di internet adalah benar Nyai Saritem atau Nyi Mas Ayu Permatasari.

"Ada beberapa foto, dan peneliti meyakini bahwa foto itu merupakan Nyai Saritem," katanya. Saat ini lokalisasi Saritem telah ditutup sejak 18 April 2007 lalu. Di sana pun berdiri pesantren Darruttaubah yang menjadi warna baru di Kebon Tangkil eks lokalisasi Saritem.

Halaman 2 dari 2
(yum/yum)


Hide Ads