Nama Saritem begitu melekat di Kota Bandung. Saritem adalah sebuah nama kawasan yang berada di Kecamatan Andir, Kota Bandung. Dulunya kawasan ini merupakan tempat lokalisasi yang telah ditutup oleh Pemkot Bandung pada 2007 silam.
Saritem kabarnya telah ada sejak tahun 1838 dimana saat itu Bandung baru berusia 28 tahun. Hal itu diungkapkan Ariyono Wahyu Widjajadi, pegiat Komunitas Aleut Bandung yang mengutip buku berjudul Saritem Uncensored karya Wakhudin.
"Itu tuh sebenarnya sejarahnya enggak ada, fakta yang sebenarnya hanya dugaan aja. Saya ngutip satu buku, judulnya Saritem Uncensored. Dia juga bilang sejarahnya belum jelas juga," kata pria yang akrab disapa Alex ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi ada sumber di buku itu, Saritem mulai tahun 1838, berarti kan Bandung baru umurnya sejak dipindahkan berdasarkan surat perintah Gubernur Deandels 1810, berarti baru 28 tahun," ujarnya.
Menurut Alex, Saritem lahir dari fenomena bernama gundik. Gundik merupakan sebutan bagi aktivitas dimana perempuan dan tentara Belanda hidup bersama tanpa ikatan perkawinan.
Namun ada satu sosok perempuan yang kemudian kerap dikaitkan dengan eks lokalisasi itu. Perempuan itu yakni Nyai Sari Iteung atau dikenal dengan Nyai Saritem.
Dari keterangan di buku Saritem Uncensored, Alex mengungkapkan Saritem merupakan sosok gadis belia yang jika dilihat dari karakter namanya, kemungkinan berasal dari Jawa Tengah maupun Yogyakarta.
Saritem digambarkan memiliki paras cantik dan mempesona. Sosok Saritem itulah yang kemudian memikat hari tentara Belanda hingga Saritem dijadikan gundik saat itu.
Sejak saat itu, Saritem kemudian diminta oleh tentara Belanda lainnya untuk mencari perempuan lain. Tidak hanya dari Bandung, perempuan yang menjadi gundik militer Belanda juga berasal dari daerah lain seperti Sumedang dan Indramayu.
"Jadi Nyai di tangsi militer ini kemudian diminta carikan perempuan, ceritanya begitu akhirnya menyanggupi Nyai ini mencarikan perempuan untuk personel militer di Gardu Jati ini. Akhirnya dicari dari berbagai daerah seperti Sumedang dan Indramayu," ungkapnya.
![]() |
Lambat laun, perempuan yang dikumpulkan Saritem bertambah banyak. Fenomena gundik pun bergeser ke arah lokalisasi. Sebab di kawasan tersebut, warga juga kemudian menjalani bisnis yang sama yakni menyediakan jasa perempuan untuk kencan.
"Kemudian katanya di pangsi jni difasilitasi rumah besar untuk kegiatan ini dan banyak orang datang untuk mencari perempuan. Ini berlangsung lama dan akhirnya penduduk sekitar mengikuti juga dengan membuka usaha yang serupa," ujar Alex.
Versi berbeda disampaikan oleh Budayawan Bandung, Budi Dalton. Ia menyebut sebenarnya Nyai Saritem memiliki nama asli Nyi Mas Ayu Permatasari. Kesan soal Nyai Saritem, ujar Budi, jauh dari pandangan negatif publik, justru Saritem berjuang menyelamatkan wanita tuna susila itu dari cengkeraman mucikari.
Ia menyebut, Nyi Mas Ayu Permatasari merupakan istri dari seorang Belanda dan tinggal di daerah Kebon Tangkil Bandung, daerah sekitar eks lokalisasi Saritem sekarang. Budi menyebut, Nyai Saritem merupakan wanita yang terhormat.
"Pelacur dari tahun 30-an suka ada di situ, pelacur itu ikut kerja di ibu itu. Tapi pelacur itu saat nyuci suka curhat, 'saya tuh sebetulnya tidak mau bekerja di sini, tapi si germo itu bilang ke ibu saya kerja dimana, tahunya di mana," tutur Budi dalam THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: BUDI DALTON yang tayang di Youtube 13 Januari 2020.
Nyi Mas Ayu Permatasari, tutur Budi, kemudian menanyakan kepada pada kupu-kupu malam tersebut, apakah mau berhenti bekerja sebagai pelacur. Tentu saja, mereka berkeinginan untuk berhenti dari dunia kelam tersebut.
"Jadi si ibu (Nyi Mas Ayu Permatasari) ini sama kaya orang tua zaman dulu, suka ngajampean (jampi-jampi), jadi dijampean, didoakan sehingga cewek-cewek itu tidak laku, sehingga dipulangkan oleh si germo, nah ibu itu yang suka murulukan teh (mantra)," kata Budi.
Sebagai bentuk penghargaan, kata Budi, nama Saritem pun diabadikan dalam bentuk jalan. Jalan Saritem bisa diakses melalui Jl Gardujati dari arah Pasirkaliki, atau lewat Jalan Kelenteng bila mengarah dari Jalan Sudirman atau Alun-alun Kota Bandung.
"Sehingga namanya dijadikan nama jalan karena beliau itu banyak jasanya, kan tidak mungkin nama cewek enggak bener dijadikan nama jalan, dijadikan nama jalan juga pasti karena dia pelaku sejarah gitu atau pejuang, tapi ini penelitian belum selesai," ujar Budi.
Ia mengatakan, peneliti Nyai Saritem menemukan anak-anak dari Nyi Mas Ayu Permatasari di Belanda. Saat ini, kondisi kedua anaknya disebut Budi telah lansia.
"Ditemukan tapi sudah tua-tua, sehingga sekarang masih coba kita kontak, untuk bisa memaparkan siapa dia, siapa itu dia, jasanya itu benar, karena ini sudah penelitian lama, yang belum itu tentang pendalaman beliau tentang hal-hal yang tidak diketahui sejak mereka pindah ke Belanda," katanya.
Budi mengatakan, Saritem lahir di Parakanmuncang Sumedang 1840 dan meninggal di Bandung 1920. Budi pun meyakini bahwa foto wanita ayu berkebaya yang beredar di internet adalah benar Nyai Saritem atau Nyi Mas Ayu Permatasari.
"Ada beberapa foto, dan peneliti meyakini bahwa foto itu merupakan Nyai Saritem," katanya. Saat ini lokalisasi Saritem telah ditutup sejak 18 April 2007 lalu. Di sana pun berdiri pesantren Darruttaubah yang menjadi warna baru di Kebon Tangkil eks lokalisasi Saritem.
Betulkah Itu Sosok Nyai Saritem ?
Soal potret wajah Nyi Mas Ayu Permatasari atau Nyai Saritem yang beredar di internet itu sebenarnya masih diragukan. detikJabar pun melakukan penelusuran digital terkait foto tersebut di internet dengan metode reverse image, setelah dilacak dan diurutkan sesuai tanggal, foto tersebut pertama kali muncul di blog Kedai Barang Antik (https://kedaibarangantik.blogspot.com) pada 11 Januari 2011.
Foto itu diberi judul Potret Nyonya Djawa, sang pemilik blog memberikan gambaran singkat tentang foto tersebut.
"Ini foto klasik. Asli orang Indonesia. Tak sekedar pajangan, foto antik ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan kebiasaan adat Jawa. Sebuah pose berani untuk wanita Jawa tradisional. Ayu tenan !!," tulis admin Kedai Barang Antik.
Setelah ditelusuri, rupanya blog itu dimiliki oleh kolektor benda antik asal Ungaran, Semarang. Sang kolektor itu juga menceritakan awal mula penemuan foto saat memborong barang bekas di sebuah rumah eks pejabat kolonial tempo dulu di Yogyakarta.
Ronny, kolektor itu akrab disapa, menemukan foto yang disebut-sebut sebagai Nyai Saritem 11 tahun silam, walau demikian ia tidak mengetahui siapa sosok wanita tersebut selain parasnya yang cantik. Foto cetakan lama itu berukuran post card atau memiliki dimensi kurang lebih 13,5 cm x 8,5 cm.
"Waktu itu kita hunting di Yogyakarta kayak di rumah tangga gitu, kalau tidak salah yang memiliki rumah itu pensiunan militer atau kejaksaan, terus pensiunan itu menjual perabotnya karena mereka mau pindahan anak-anaknya," ujar Ronny kepada detikJabar, 18 September 2022.
"Saya borong perabotannya kursi-kursi Belanda, ada beberapa lukisan, lukisan wanita Jawa juga, terus sama batik tulis, dan di sana ada beberapa foto yang dipajang, termasuk foto yang ini (yang disebut Nyai Saritem)," katanya menambahkan.
Ronny sendiri tidak mengetahui potret wanita itu sebenarnya, sebab pihak yang dipercaya untuk mengurus rumah eks pejabat itu juga tidak mengetahui sosok wanita Jawa itu. Tetapi, bila dilihat dari pakaian dan aksesoris yang dipakai wanita cukup jelas bahwa wanita itu bukan berasal dari kelas proletar.
![]() |
"Kalau dilihat dari kelengkapan aksesoris perhiasan yang dikenakan (kalung, giwang dan bross) sepertinya kok background priyayi Jawa," tutur Ronny.
Bingkai kayu potret wanita Jawa itu, kata Ronny, sudah rusak akibat gigitan tikus saat pertama kali ia temukan. Namun lembaran foto di dalamnya masih bisa ia selamatkan. Lantas, ia memberikan bingkai baru pada potret tersebut dan kini tersimpan di galeri barang antiknya di Ungaran, Semarang.
"Saya lihat itu cetakan lama, merk Agfa Photo itu yang dulu populer sebelum Jepang ke sini tahun 60-an," katanya.
Pada tahun yang sama, Ronny juga mengunggah foto tersebut di internet, tepatnya pada blog Kedai Barang Antik Ia pun turut mengomentari konten di internet yang kerap menghubung-hubungkan sosok perempuan tersebut dengan Nyai Saritem.
"Sejauh ini saya juga belum memiliki data terkait sosok tersebut, saya tidak berani menyebut wanita itu," ujarnya.
Dilihat detikJabar, foto itu merupakan cetakan foto autentik karena di belakang foto terdapat watermark dari produsen pencetak foto Agfa. "Kemudian saya post, sekarang barangnya masih ada di galeri saya," katanya.
(bba/yum)