Masih ingat dengan potret wanita ayu berkebaya yang pernah viral di media sosial ? Kabarnya potret sosok wanita Jawa yang diyakini sebagai Nyai Saritem itu ditawar hingga Rp 10 juta.
Pemilik 'Potret Nyonya Jawa' Ronny Mediono mengatakan, foto wanita itu ditawar oleh sejumlah kolektor barang jadul dan perwakilan dari museum yang berada di luar negeri.
"Rata-rata peminat serinya personal (kolektor), dan ada beberapa dari museum di luar negeri tapi tidak banyak," ujar Ronny saat dihubungi detikJabar, Rabu (25/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah ada yang menawar Rp 10 juta, tapi belum saya lepas," tutur Ronny melanjutkan.
Ronny mengungkapkan, ia enggan melepas foto antik tersebut dengan harga tersebut karena melihat segi otentik dan nilai historisnya. Seperti diketahui, Ronny mendapatkan foto tersebut dari rumah pensiunan militer tempo dulu di Yogyakarta.
Dilihat detikJabar, foto itu merupakan cetakan foto autentik karena di belakang foto terdapat watermark dari produsen pencetak foto Agfa. Foto cetakan lama itu berukuran post card atau memiliki dimensi kurang lebih 13,5 cm x 8,5 cm.
![]() |
Foto itu kini Ronny simpan dan rawat di galerinya yang terletak di Ungaran, Semarang. Selain itu, ia juga menjual foto tersebut di blog tokonya, Kedai Barang Antik sejak 11 Januari 2011.
Sekilas Nyi Saritem
Julukan Bandung sebagai Kota Kembang bukan hanya soal panorama saja. Pada sisi lainnya, julukan itu tak bisa dimaknai lahiriah. Penulis sejarah Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia:1984) menulis bahwa kata kembang yang melekat pada Bandung, berasal dari kata kembang dayang yang berarti wanita penghibur.
Hingga akhirnya muncul lah Saritem. Tempat prostitusi yang terletak di Gardujati itu sangat terkenal. Bahkan, saking populernya 'bursa kelamin' yang disebut-sebut telah ada sejak zaman Kolonial Belanda itu kepopulerannya disejajarkan dengan Dolly di Surabaya atau Sarkem di Yogyakarta.
Ada berbagai versi yang menggambarkan latar belakang dari Nyai Saritem itu. Ferdian Achsani dalam Salingka, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 17 Nomor 1 Edisi Juni 2020 (salingka.kemdikbud.go.id) menulis tentang salah satu cerita yang terkenal tentang Nyai Saritem.
![]() |
Sebelum mendapatkan gelar Nyai, Saritem adalah seorang gadis yang cantik belia. Pesonannya memikat seorang meneer Belanda, hingga akhirnya ia dijadikan gundik. Setelah beberapa lama, pembesar Belanda meminta Saritem untuk mencari perempuan lainnya sebagai teman kencan para tentara Belanda yang masih lajang.
Seiring berjalannya waktu, lokasi itu semakin ramai. Yang datang tak hanya prajurit yang masih lajang. Tetapi juga veteran atau prajurit yang sudah lanjut usia, bahkan pribumi pun turut tergoda untuk menikmati fasilitas di surga di dunia itu.
"Dari bisnis Saritem tersebut sehingga dapat dipahami bahwa perempuan sangat tertindas karena ia tidak memiliki harga diri dan dianggap sebagai pemuas nafsu," tulis Ferdian.
Bahkan pada kisah lainnya, Saritem diceritakan mencari perempuan muda sampai ke daerah Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan wilayah Jawa Barat lainnya demi menjalankan bisnis tersebut. Sebab, dikisahkan bisnis yang dirintis Nyai Saritem laku keras.
Selanjutnya Versi Bangsawan
Versi lainnya sering disampaikan oleh budayawan asal Bandung Budi Dalton, ia menyebut sebenarnya Nyai Saritem memiliki nama asli Nyi Mas Ayu Permatasari. Kesan soal Nyai Saritem, ujar Budi, jauh dari pandangan negatif publik, justru Saritem berjuang menyelamatkan wanita tuna susila itu dari cengkeraman mucikari.
Ia menyebut, Nyi Mas Ayu Permatasari merupakan istri dari seorang Belanda dan tinggal di daerah Kebon Tangkil Bandung, daerah sekitar eks lokalisasi Saritem sekarang. Budi menyebut, Nyai Saritem merupakan wanita yang terhormat.
"Pelacur dari tahun 30-an suka ada di situ, pelacur itu ikut kerja di ibu itu. Tapi pelacur itu saat nyuci suka curhat, 'saya tuh sebetulnya tidak mau bekerja di sini, tapi si germo itu bilang ke ibu saya kerja dimana, tahunya di mana," tutur Budi dalam THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: BUDI DALTON yang tayang di Youtube 13 Januari 2020.
Nyi Mas Ayu Permatasari, tutur Budi, kemudian menanyakan kepada pada kupu-kupu malam tersebut, apakah mau berhenti bekerja sebagai pelacur. Tentu saja, mereka berkeinginan untuk berhenti dari dunia kelam tersebut.
"Jadi si ibu (Nyi Mas Ayu Permatasari) ini sama kaya orang tua zaman dulu, suka ngajampean (jampi-jampi), jadi dijampean, didoakan sehingga cewek-cewek itu tidak laku, sehingga dipulangkan oleh si germo, nah ibu itu yang suka murulukan teh (mantra)," kata Budi.
Sebagai bentuk penghargaan, kata Budi, nama Saritem pun diabadikan dalam bentuk jalan. Jalan Saritem bisa diakses melalui Jl Gardujati dari arah Pasirkaliki, atau lewat Jalan Kelenteng bila mengarah dari Jalan Sudirman atau Alun-alun Kota Bandung.
"Sehingga namanya dijadikan nama jalan karena beliau itu banyak jasanya, kan tidak mungkin nama cewek enggak bener dijadikan nama jalan, dijadikan nama jalan juga pasti karena dia pelaku sejarah gitu atau pejuang, tapi ini penelitian belum selesai," ujar Budi.
Ia mengatakan, peneliti Nyai Saritem menemukan anak-anak dari Nyi Mas Ayu Permatasari di Belanda. Saat ini, kondisi kedua anaknya disebut Budi telah lansia.
"Ditemukan tapi sudah tua-tua, sehingga sekarang masih coba kita kontak, untuk bisa memaparkan siapa dia, siapa itu dia, jasanya itu benar, karena ini sudah penelitian lama, yang belum itu tentang pendalaman beliau tentang hal-hal yang tidak diketahui sejak mereka pindah ke Belanda," katanya.
Budi mengatakan, Saritem lahir di Parakanmuncang Sumedang 1840 dan meninggal di Bandung 1920. Budi pun meyakini bahwa foto wanita ayu berkebaya yang beredar di internet adalah benar Nyai Saritem atau Nyi Mas Ayu Permatasari.
"Ada beberapa foto, dan peneliti meyakini bahwa foto itu merupakan Nyai Saritem," katanya. Saat ini lokalisasi Saritem telah ditutup sejak 18 April 2007 lalu. Di sana pun berdiri pesantren Darruttaubah yang menjadi warna baru di Kebon Tangkil eks lokalisasi Saritem.