Nyai Saritem, Lokalisasi hingga Potret Jelita yang Ditawar Rp 10 Juta

Nyai Saritem, Lokalisasi hingga Potret Jelita yang Ditawar Rp 10 Juta

Dian Nug - detikJabar
Senin, 30 Des 2024 08:30 WIB
Potret wanita Jawa yang diyakini sebagai Nyai Saritem
Sosok wanita yang disebut-sebut sebagai Nyai Saritem (Foto: Ronny Mediono/Kedai Barang Antik)
Bandung -

"Mengkol ka Gardujati
katelahna Kebon Tangkil
wilayah nu pasti
Saritem tempat nu nyempil"

(Belok ke Gardujati
yang terkenal Kebon Tangkil
wilayah yang pasti
Saritem tempat tersembunyi)

Kutipan di atas adalah lirik lagu berjudul 'Bararade' yang digubah grup musik genre funky kota, Barakatak. Lagu itu menceritakan tentang bagaimana 'perempuan malam' di Kota Kembang menjajakan diri, mulai dari kawasan Tegal Lega hingga puncaknya di Saritem yang terkenal sebagai lokalisasi sejak sebelum kemerdekaan RI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lokalisasi ini terletak di dekat stasiun kereta api, lebih tepatnya di antara Jalan Astana Anyar dan Gardujati. Meski disebut-sebut telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, tak ada yang mengetahui secara pasti kapan Saritem berdiri. Yang jelas, karena adanya pelacuran ini, Bandung punya sebutan Kota Kembang.

Menurut juru kunci Bandung, Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia:1984) bahwa kata kembang yang melekat pada Bandung, berasal dari kata kembang dayang yang berarti wanita penghibur.

ADVERTISEMENT

Kamus Sundadigi buatan Universitas Padjadjaran memuat lema 'dayang' dengan dua makna. Pertama bermakna sebagai gelar untuk perempuan, sebagaimana penamaan Dayang Sumbi dan Nyai Pohaci Dangdayang Sri. Dayang juga diambil dari bahasa Sansekerta 'dayah-hyang' yang artinya istri di kahiangan.

Makna kedua, di beberapa tempat di Pasundan, terutama dialek Jatiwangi, dayang disama artikan dengan ungkluk, sundel, atau perempuan jalang yang secara pasti mengarah pada penyebutan perempuan pekerja seks komersial (PSK).

Penelitian yang dipublikasi unpas.ac.id menyebutkan bahwa Saritem diduga telah berdiri sejak 1838. Keberdaannya yang lebih dari 1,5 abad itu telah membuat nama Saritem melekat dengan 'transaksi seksual'. Sehingga, ketika nama Saritem disebut, konotasi yang terbayang dominan terkait seks.

Gerbang jalan menuju kawasan Saritem di Gardujati, BandungGerbang jalan menuju kawasan Saritem di Gardujati, Bandung Foto: Avitia Nurmatari/detikcom

Pemerintah pernah berupaya membenahi kawasan yang pamornya sejajar dengan pelacuran Dolly di Surabaya atau Sarkem di Yogyakarta itu. Di antaranya, pada 1996-1997, pemerintah menutup kawasan ini dari praktik pelacuran. Dampaknya? Pelacuran tidak benar-benar bersih, melainkan dilakukan sembunyi-sembunyi.

Pendekatan dari sisi lain dilakukan. Di antaranya dengan membangun Pesantren Darut Taubah di pusat kegiatan transaksi lendir gang Saritem. Menurut studi di Unpas itu, Pondok Pesantren Darut Taubah didirikan tepat berada di ujung gang Saritem dan diresmikan oleh walikota Bandung pada masa itu yaitu H. AA Tarmana pada tanggal 2 Mei 2000. Tujuannya supaya ruhani para penghuni gang terisi sehingga bisa meninggalkan prostitusi.

Pada 2007 Wali Kota Bandung Dada Rosada menutup kawasan itu sebagai tempat prostitusi. Namun, tak bisa ditampik fakta bahwa Saritem masih beroperasi secara diam-diam, paling tidak hingga dua muncikari dan 29 PSK ditangkap Polrestabes Bandung, Jumat (18/5/2023) sebagaimana dilansir detikJabar.

Sosok Saritem

Saritem yang menjadi nama tempat terkenal di Kota Bandung itu sejatinya adalah nama seorang perempuan, Nyai Saritem. Pada sebuah versi mengenai latar belakangnya, Saritem adalah pelacur itu sendiri. Pada versi lain, justru Saritem adalah perempuan terhormat yang ingin mengangkat perempuan untuk dapat keluar dari pekerjaan yang tidak elok itu.

Ferdian Achsani dalam Salingka, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 17 Nomor 1 Edisi Juni 2020 (salingka.kemdikbud.go.id) menulis tentang salah satu cerita yang terkenal tentang Nyai Saritem.

Sebelum mendapatkan gelar Nyai, Saritem adalah seorang gadis yang cantik. Pesonannya memikat seorang meneer Belanda, hingga akhirnya ia dijadikan gundik. Setelah beberapa lama, pembesar Belanda meminta Saritem untuk mencari perempuan lainnya sebagai teman kencan para tentara Belanda yang masih lajang.

Seiring berjalannya waktu, lokasi itu semakin ramai. Yang datang tak hanya prajurit yang masih lajang. Tetapi juga veteran atau prajurit yang sudah lanjut usia, bahkan pribumi pun turut tergoda untuk menikmati fasilitas di surga di dunia itu.

"Dari bisnis Saritem tersebut sehingga dapat dipahami bahwa perempuan sangat tertindas karena ia tidak memiliki harga diri dan dianggap sebagai pemuas nafsu," tulis Ferdian.

Penggerebekan di lokalisasi SaritemPenggerebekan di lokalisasi Saritem Foto: Baban Gandapurnama/detikcom

Bahkan pada kisah lainnya, Saritem diceritakan mencari perempuan muda sampai ke daerah Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan wilayah Jawa Barat lainnya demi menjalankan bisnis tersebut. Sebab, dikisahkan bisnis yang dirintis Nyai Saritem laku keras.

Budayawan Sunda Budi Dalton menceritakan versi lain mengenai sosok Nyai Saritem. Dia menyebut sebenarnya Nyai Saritem memiliki nama asli Nyi Mas Ayu Permatasari. Jauh dari kesan negatif, pada versi ini, Saritem berjuang menyelamatkan wanita tuna susila dari cengkeraman muncikari.

SaritemBudi Dalton Foto: dok YouTube Budi Dalton Ngobat

Ia menyebut, Nyi Mas Ayu Permatasari merupakan istri dari seorang Belanda dan tinggal di daerah Kebon Tangkil Bandung, daerah sekitar eks lokalisasi Saritem sekarang. Budi menyebut, Nyai Saritem merupakan wanita yang terhormat.

"Pelacur dari tahun 30-an suka ada di situ, pelacur itu ikut kerja di ibu itu. Tapi pelacur itu saat nyuci suka curhat, 'saya tuh sebetulnya tidak mau bekerja di sini, tapi si germo itu bilang ke ibu saya kerja dimana, tahunya di mana," tutur Budi dalam THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: BUDI DALTON yang tayang di Youtube 13 Januari 2020.

Nyi Mas Ayu Permatasari, tutur Budi, kemudian menanyakan kepada pada kupu-kupu malam tersebut, apakah mau berhenti bekerja sebagai pelacur. Tentu saja, mereka berkeinginan untuk berhenti dari dunia kelam tersebut.

"Jadi si ibu (Nyi Mas Ayu Permatasari) ini sama kaya orang tua zaman dulu, suka ngajampean (jampi-jampi), jadi dijampean, didoakan sehingga cewek-cewek itu tidak laku, sehingga dipulangkan oleh si germo, nah ibu itu yang suka murulukan teh (mantra)," kata Budi.

Menurut Budi, Saritem lahir di Parakanmuncang Sumedang pada 1840 dan meninggal di Bandung pada 1920.

Foto Nyonya Jawa yang Disebut-sebut Nyai Saritem

Belasan tahun lamanya foto seorang Nyoya Jawa milik seorang kolektor di Yogyakarta, dipercaya sebagai potret Nyai Saritem. Meski, Ronny Mediono sang kolektor yang mendapatkan foto itu dari rumah seorang pensiunan militer mengaku belum memiliki data pasti terkait sosok yang dipotret. Namun, pastinya bahwa foto itu cetakan Agfa Photo tahun 1960-an.

"Sejauh ini saya juga belum memiliki data terkait sosok tersebut, saya tidak berani menyebut wanita itu," ujar Ronny kepada detikJabar.

Foto yang dimaksud tersebut adalah foto yang pertama kali muncul di blog Kedai Barang Antik (https://kedaibarangantik.blogspot.com) pada 11 Januari 2011. Foto itu diberi judul Potret Nyonya Djawa, sang pemilik blog memberikan gambaran singkat tentang foto tersebut.

"Ini foto klasik. Asli orang Indonesia. Tak sekedar pajangan, foto antik ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan kebiasaan adat Jawa. Sebuah pose berani untuk wanita Jawa tradisional. Ayu tenan !!," tulis admin Kedai Barang Antik yang tak lain adalah Ronny.

Nyai SaritemNyai Saritem Foto: Ria Aldila Putri/detikJateng

Foto cetakan lama itu berukuran post card atau memiliki dimensi kurang lebih 13,5 cm x 8,5 cm. Ketika didapat bersama barang-barang antik lainnya dari rumah pensiunan militer yang mau pindahan itu, foto tersebut bingkainya rusak. Ronny lantas mengganti bingkainya.

Dia menjelaskan, dia sendiri tidak mengetahui potret wanita itu sebenarnya siapa, sebab pihak yang dipercaya untuk mengurus rumah eks pejabat itu juga tidak mengetahui sosok wanita Jawa itu. Tetapi, bila dilihat dari pakaian dan aksesoris yang dipakai wanita cukup jelas bahwa wanita itu bukan berasal dari kelas jelata atau proletar.

Namun, budayawan Sunda Budi Dalton meyakini foto yang beredar di internet itu adalah foto Nyai Saritem.

"Ada beberapa foto, dan peneliti meyakini bahwa foto itu merupakan Nyai Saritem," katanya dalam siniar bersama Soleh Solihun.

Ditawar Rp 10 Juta

Kabarnya potret sosok wanita Jawa yang diyakini sebagai Nyai Saritem itu ditawar hingga Rp 10 juta.

Pemilik 'Potret Nyonya Jawa' Ronny Mediono mengatakan, foto wanita itu ditawar oleh sejumlah kolektor barang jadul dan perwakilan dari museum yang berada di luar negeri.

"Rata-rata peminat serinya personal (kolektor), dan ada beberapa dari museum di luar negeri tapi tidak banyak," ujar Ronny saat dihubungi detikJabar, Rabu (25/12/2024).

"Sudah ada yang menawar Rp 10 juta, tapi belum saya lepas," tutur Ronny melanjutkan.

Ronny mengungkapkan, ia enggan melepas foto antik tersebut dengan harga tersebut karena melihat segi otentik dan nilai historisnya. Seperti diketahui, Ronny mendapatkan foto tersebut dari rumah pensiunan militer tempo dulu di Yogyakarta.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads