Jika potret itu sebuah lukisan, gurat-gurat yang membentuk wajah pada potret 'Nyai Saritem' itu membuahkan pipi yang lesung, hidung yang mancung, mata yang berbinar, dan senyum tipis sebagai pamungkas.
Rambut-rambut halus seperti perdu kecil yang menghiasi keningnya, membuat kesan manis. Rambut yang disanggul, menggumpal di belakang namun jatuh. Warnanya yang cemani, mempertegas penampilan anting-anting kecil yang menempel pada kedua daun telinganya.
Perempuan itu berkebaya. Liontin kalung yang dikenakannya, memberat ke tengah, jatuh di atas dadanya yang sejahtera. Foto koleksi Ronny Mediono, kolektor barang antik di Jawa Tengah ini dipercaya sebagai potret Nyai Saritem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sang kolektor sendiri mengaku belum mendapatkan data yang otentik mengenai foto tersebut. Namun, sejak 2011, foto ini ramai dikaitkan dengan Nyai Saritem, sosok yang namanya dijadikan nama tempat eks-lokalisasi tersohor di Kota Bandung, Jawa Barat.
Belakangan, foto itu menarik minat kolektor luar negeri, bahkan foto lawas itu ditawar dengan harga mennggiurkan. Bagaimana fakta-fakta mengenai potret Nyai Saritem itu?
Sosok Nyai Saritem
![]() |
Saritem yang menjadi nama tempat terkenal di Kota Bandung itu sejatinya adalah nama seorang perempuan, Nyai Saritem. Pada sebuah versi mengenai latar belakangnya, Saritem adalah pelacur itu sendiri. Pada versi lain, justru Saritem adalah perempuan terhormat yang ingin mengangkat perempuan untuk dapat keluar dari pekerjaan yang tidak elok itu.
Ferdian Achsani dalam Salingka, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 17 Nomor 1 Edisi Juni 2020 (salingka.kemdikbud.go.id) menulis tentang salah satu cerita yang terkenal tentang Nyai Saritem.
Sebelum mendapatkan gelar Nyai, Saritem adalah seorang gadis yang cantik. Pesonannya memikat seorang meneer Belanda, hingga akhirnya ia dijadikan gundik. Setelah beberapa lama, pembesar Belanda meminta Saritem untuk mencari perempuan lainnya sebagai teman kencan para tentara Belanda yang masih lajang.
Seiring berjalannya waktu, lokasi itu semakin ramai. Yang datang tak hanya prajurit yang masih lajang. Tetapi juga veteran atau prajurit yang sudah lanjut usia, bahkan pribumi pun turut tergoda untuk menikmati fasilitas di surga di dunia itu.
"Dari bisnis Saritem tersebut sehingga dapat dipahami bahwa perempuan sangat tertindas karena ia tidak memiliki harga diri dan dianggap sebagai pemuas nafsu," tulis Ferdian.
Bahkan pada kisah lainnya, Saritem diceritakan mencari perempuan muda sampai ke daerah Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan wilayah Jawa Barat lainnya demi menjalankan bisnis tersebut. Sebab, dikisahkan bisnis yang dirintis Nyai Saritem laku keras.
Budayawan Sunda Budi Dalton menceritakan versi lain mengenai sosok Nyai Saritem. Dia menyebut sebenarnya Nyai Saritem memiliki nama asli Nyi Mas Ayu Permatasari. Jauh dari kesan negatif, pada versi ini, Saritem berjuang menyelamatkan wanita tuna susila dari cengkeraman muncikari.
Ia menyebut, Nyi Mas Ayu Permatasari merupakan istri dari seorang Belanda dan tinggal di daerah Kebon Tangkil Bandung, daerah sekitar eks lokalisasi Saritem sekarang. Budi menyebut, Nyai Saritem merupakan wanita yang terhormat.
"Pelacur dari tahun 30-an suka ada di situ, pelacur itu ikut kerja di ibu itu. Tapi pelacur itu saat nyuci suka curhat, 'saya tuh sebetulnya tidak mau bekerja di sini, tapi si germo itu bilang ke ibu saya kerja dimana, tahunya di mana," tutur Budi dalam THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: BUDI DALTON yang tayang di Youtube 13 Januari 2020.
Nyi Mas Ayu Permatasari, tutur Budi, kemudian menanyakan kepada pada kupu-kupu malam tersebut, apakah mau berhenti bekerja sebagai pelacur. Tentu saja, mereka berkeinginan untuk berhenti dari dunia kelam tersebut.
"Jadi si ibu (Nyi Mas Ayu Permatasari) ini sama kaya orang tua zaman dulu, suka ngajampean (jampi-jampi), jadi dijampean, didoakan sehingga cewek-cewek itu tidak laku, sehingga dipulangkan oleh si germo, nah ibu itu yang suka murulukan teh (mantra)," kata Budi.
Menurut Budi, Saritem lahir di Parakanmuncang Sumedang pada 1840 dan meninggal di Bandung pada 1920.
7 Fakta Potret Nyai Saritem
1. Ramai Sejak 2011
Potret wajah yang disebut-sebut Nyi Mas Ayu Permatasari atau Nyai Saritem, telah beredar di internet sejak belasan tahun lalu, tepatnya sejak tahun 2011.
detikJabar melakukan penelusuran digital terkait foto tersebut di internet dengan metode reverse image, setelah dilacak dan diurutkan sesuai tanggal, foto tersebut pertama kali muncul di blog Kedai Barang Antik (https://kedaibarangantik.blogspot.com) pada 11 Januari 2011.
Foto itu diberi judul Potret Nyonya Djawa, sang pemilik blog memberikan gambaran singkat tentang foto tersebut.
"Ini foto klasik. Asli orang Indonesia. Tak sekedar pajangan, foto antik ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan kebiasaan adat Jawa. Sebuah pose berani untuk wanita Jawa tradisional. Ayu tenan !!," tulis admin Kedai Barang Antik.
Pemilik blog itu tak lain Ronny Mediono, kolektor yang kemudian menceritakan tentang asal-usul foto itu kepada detikJabar.
2. Dari Rumah Eks-Pejabat Kolonial
Blog 'Kedai Barang Antik' nyatanya milik kolektor benda antik asal Ungaran, Semarang, Ronny Mediono. Sang kolektor menceritakan awal mula penemuan foto saat memborong barang bekas di sebuah rumah eks pejabat kolonial tempo dulu di Yogyakarta.
"Waktu itu kita hunting di Yogyakarta kayak di rumah tangga gitu, kalau tidak salah yang memiliki rumah itu pensiunan militer atau kejaksaan, terus pensiunan itu menjual perabotnya karena mereka mau pindahan anak-anaknya," ujar Ronny kepada detikJabar, 18 September 2022.
"Saya borong perabotannya kursi-kursi Belanda, ada beberapa lukisan, lukisan wanita Jawa juga, terus sama batik tulis, dan di sana ada beberapa foto yang dipajang, termasuk foto yang ini (yang disebut Nyai Saritem)," katanya menambahkan.
3. Seukuran Post Card
![]() |
Foto itu tidak besar-besar amat, melainkan seukuran post card, detailnya berdimensi kurang lebih 13,5 cm x 8,5 cm. Foto itu tercetak hitam putih. Potret Nyai Saritem tersebut membawa keterangan pencetakannya.
"Saya lihat itu cetakan lama, merk Agfa Photo itu yang dulu populer sebelum Jepang ke sini tahun 60-an," katanya.
4. Bingkai Aslinya Rusak
Sewaktu dibeli dari rumah eks-pejabat kolonial di Yogyakarta, foto Nyai Saritem berbingkai kayu. Namun, bingkainya rusak karena digerogoti tikus.
Namun, meski bingkainya rusak, kata Ronny, lembaran foto di dalamnya masih bisa ia selamatkan. Lantas, ia memberikan bingkai baru pada potret tersebut dan kini tersimpan di galeri barang antiknya di Ungaran, Semarang.
5. Belum Ada Data
Belasan tahun potret Nyonya Jawa itu disebut-sebut sebagai Nyai Saritem. Sejumlah budayawan dan penulis di Jawa Barat mempercayai bahwa yang ada dalam foto itu tak bukan adalah Nyai Saritem atau yang bernama aslin Nyi Mas Ayu Permatasari.
Ronny Mediono sendiri sebagai pemilik foto itu, mengaku belum mendapatkan data terkait siapa sosok yang dipotret tersebut. Data yang tersedia bersamaan dengan foto itu barulah sebatas watermark dari percetakan foto, yakni Agfa.
"Sejauh ini saya juga belum memiliki data terkait sosok tersebut, saya tidak berani menyebut wanita itu," ujarnya.
6. Menarik Kolektor Luar Negeri
Foto Nyai Saritem itu masih tersimpan dengan baik dan terawat di galeri barang antik milik Ronny Mediono di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
Update terbaru mengenai foto tersebut justru bukan dari data yang menyertainya, melainkan kolektor barang antik yang tertarik kepada foto itu.
Tak tanggung, kolektor luar negeri menyatakan ketertarikannya atas foto Nyai Saritem kepada Ronny Mediono.
"Rata-rata peminat serinya personal (kolektor), dan ada beberapa dari museum di luar negeri tapi tidak banyak," ujar Ronny saat dihubungi detikJabar, Rabu (25/12/2024).
7. Ditawar Rp 10 Juta
Foto yang kini dicap sebagai potret Nyai Saritem milik Ronny Mediono bukan saja dilirik kolektor luar negeri, melainkan ditawar dengan harga menggiurkan.
Potret lawas itu ditawar dengan harga Rp 10 juta, namun, Ronny tidak buru-buru melepasnya. Otentisitas, nilai historis, dan kecocokan harga menjadi alasan utama Ronny masih menyimpan foto itu.
"Sudah ada yang menawar Rp 10 juta, tapi belum saya lepas," tutur Ronny melanjutkan.
(iqk/iqk)